Tak Perlu Takut Menghadapi Wartawan Abal-Abal, Ini Kata Para Pakar Media di Garut

FOKUS4,052 views

HARIANGARUTNEWS.COM – Seiring kemajuan jaman dan tekhnologi diera digital sekarang ini masyarakat semakin mudah mendapatkan berbagai informasi yang terjadi setiap harinya, baik itu dari media sosial maupun pemberitaan yang naik tayang di media online.

Keberadaan dan kemajuan teknologi yang terus berkembang sekarang ini diakui tidak diakui selain ada sisi positif, juga tidak kalah banyaknya sisi negatif, karenanya untuk menghindari hal-hal yang terkadang tidak benar terjadi.

Maka dengan itu, peran wartawan sangat di harapkan ditengah masyarakat guna menyajikan informasi-infomasi yang akurat berimbang dan terpercaya berdasarkan nara sumber dan fakta lapangan.

Terlepas dari persoalan itu, saat ini kalangan beberapa institusi maupun instansi di Kabupaten Garut khususnya Lembaga Pendidikan dan Pemerintahan Desa dipusingkan dengan munculnya sekelompok orang yang mengaku sebagai wartawan sekaligus aktivis dari lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Tamu tidak diundang itu bermaksud mencari-cari kesalahan dari manajemen saat program terselenggara yang ujung-ujungnya cuma ingin meminta uang untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya saja. Maraknya pemerasan terhadap Kepala Desa (Kades) dan Kepala Sekolah (Kasek) oleh oknum wartawan atau wartawan abal-abal tentu meresahkan semua pihak.

“Ada yang mempersoalkan masalah pembelian seragam sekolah. Ada yang mempersoalkan pembangunan fisik hingga bantuan pemerintahan lainnya. Mereka mendatangi kantor-kantor yang baru saja mendapat proyek pembangunan atau bantuan peralatan penunjang kegiatan. Mereka mencari kesalahan di sana sini yang ujung-ujungnya ingin meminta uang,” ujar salah seorang wartawan senior Garut, Tata Ansorie, S.Kom, saat berbincang-bincang di Gazebo Setda Kabupaten Garut, Senin (18/03/2024).

Meski mengaku sebagai wartawan, kata Tata, mereka tidak bermaksud wawancara untuk membuat sebuah berita. Mereka justru terkesan mencari-cari kesalahan untuk memojokkan setiap instansi yang didatangi. Biasanya mereka juga mengancam akan membawa temuan mereka tersebut ke jalur hukum karena dituding menyalahgunakan jabatannya untuk meraih keuntungan pribadi.

“Biasanya mereka kerap kali mengunjungi instansi seperti Sekolah dan Kantor Desa untuk mengungkit-ungkit data keuangan Dana BOS ataupun Dana Desa. Dalam kondisi terpojok itu, biasanya mereka diberi uang supaya segera pergi. Namun, beberapa hari kemudian, teman-teman mereka menyusul datang ke sekolah untuk keperluan yang sama. Ibaratnya seperti borok yang terinfeksi,” terangnya.

Lanjut Tata, mereka ini biasanya selalu menjadikan ancaman kesalahan untuk ditukar dengan uang sebagai pemulus. Kalau kesalahannya tidak ingin diberitakan, maka harus bayar pada mereka. Sedangkan jika tidak mau memberinya uang, maka ancamannya tentu akan diberitakan di media mereka.

“Tidak menutup kemungkinan, dibelahan wilayah Garut sekitarnya ini masih banyak ditemui oknum mengaku baik wartawan, LSM sampai Lembaga yang katanya berbasic hukum tapi pada dasarnya banyak fiktif dan intrik. Semua bisa ditelusuri dari jejak rekam sampai sejauh mana standarisasi, SDM serta sepak terjang kepiawaiannya,” beber Tata.

Ia menambahkan, hal ini diduga juga kurangnya pengawasan ketat dari pihak Aparat Penegak Hukum (APH) disetiap daerah atau wilayah sehingga budidaya oknum berbasic wartawan dan Lembaga bantuan hukum menjamur dimana-mana,

“Kita bisa membedakan mana wartawan profesional dan mana wartawan abal-abal. Wartawan profesional mereka yang bekerja di sebuah media resmi (berbadan hukum), digaji sesuai UMK, dan menaati kode etik jurnalistik, menaati UU Pers, dan beretika. Etika profesi wartawan melarang jurnalis menerima dan meminta imbalan apa pun dalam bertugas. Saya jamin wartawan resmi akan menaati kode etik demi kredibilitas pribadi dan medianya. Karena wartawan dilarang menyalahgunakan profesi untuk kepentingan pribadinya. Wartawan amplop jelas bukan wartawan profesional karena ia melanggar kode etik,” tandasnya.

Jadi, lanjut Dia, sekarang ini ada wartawan profesional, wartawan pemelas, dan wartawan pemeras. Yang dua terakhir ini bukan wartawan alias wartawan abal-abal, wartawan palsu, wartawan gadungan, yang sering juga disebut wartawan bodrex.

“Cara menghadapi wartawan, saya sarankan semua pihak membaca UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Saya juga imbau semua pihak membaca Kode Etik Jurnalistik. Dengan pegangan kedua dokumen itu, kita bisa tahu cara menghadapi wartawan, terutama wartawan pemelas dan wartawan pemeras yang sering dikeluhkan masyarakat,” kata Tata.

Secara umum, perlakukan wartawan jenis apa pun layaknya tamu yang harus dihormati. Jika ada wartawan yang mengemis, imbuh Tata, minta saja identitasnya, KTP-nya, lalu buatkan surat pengantar ke Lembaga Sosial atau Lembaga Zakat terdekat, agar ia diberi santunan atau sedekah dari uang Zakat, Infak, dan Sedekah.

“Demikian sekadar berbagi tentang cara menyikapi wartawan. Intinya, wartawan jenis apa pun layani dengan baik. Jika memelas, rekomendasikan ke lembaga sosial atau lembaga zakat agar diberi santunan. Jika memeras, jangan ragu laporkan ke pihak berwajib,” pungkas Tata.

Sementara, salah seorang pengurus Yayasan Perempuan Kuat Bermartabat yang bergerak di Lembaga Pendidikan, Seni Pratiwi, mengaku jenuh dengan ulah sekelompok orang yang mengaku wartawan sekaligus aktivis LSM itu. Mereka mengaku wartawan dari majalah atau surat kabar yang baru-baru didengarnya. Selain mengaku wartawan, mereka juga mengaku sebagai aktivis LSM. Nama media massa itu mencatut beberapa lembaga negara seperti Polri, KPK dan lain-lain.

”Saya itu paham didatangi wartawan sungguhan dengan tidaknya. Yang mencari data untuk keperluan berita atau hanya mengorek saja juga bisa bedakan. Banyak yang datang ke kantor atau nemui saya itu kwalitasnya meragukan. Mereka hanya mengaku wartawan, tapi sebetulnya punya maksud lain,” ungkap Seni.

Oknum yang mengaku wartawan itu, kata dia, biasa datang berkelompok. Terkadang mereka datang sendiri, namun beberapa hari kemudian muncul teman-temannya.

“Orang yang datang pertama itu seolah-olah memberi kabar kepada teman-temannya bahwa kemarin saya datang kekantor ini dan dapat uang segini. Dia lalu meminta temannya datang kekantor itu untuk melakukan hal yang sama,” terang Seni Pratiwi.

Menyorot hal ini, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Garut, Aep Hendy mengungkapkan, pihaknya kerap menerima laporan dan keluhan dari beberapa instansi di Garut.

“Kami kerap menerima laporan dari rekan-rekan yang datang ke kantor terkait oknum atau wartawan gadungan yang kerap meresahkan dan kerap gentayangan disetiap daerah, hingga pada akhirnya menjadikan citra nama baik wartawan dan media yang berkualitas menjadi tercoreng dan menjadi salah satu persoalan yang kerap menodai citra jurnalis di hadapan masyarakat,” ungkap Ketua PWI Garut.

Di tengah perkembangan jurnalisme digital saat ini, kata Aep, fenomena itu ternyata masih saja ditemui. Menyikapi keadaan saat ini, seringkali orang umum tertipu oleh kelakuan sebagian oknum wartawan yang tak jelas semacam ini. Mereka, lanjut Ia, biasanya kerap membawa bukti Id Card atau Kartu Pers serta Surat Tugas dalam menjalankan aksinya. Fungsinya sudah jelas, tentunya agar para korbannya merasa percaya bahwa mereka adalah benar-benar wartawan.

“Parahnya, sebagian dari mereka memiliki surat kabar kemediaan yang sebenarnya dibuat sendiri, dicetak sendiri dan memaksakan orang untuk membelinya. Jaman canggih, ada yang membuat website sendiri, chanel youtobe sendiri. Namun mereka tak sadar banyak orang-orang IT menyimak dan tidak bisa dibodohi oleh mereka,” ungkapnya.

Diungkapkan Aep, hal ini tentu sudah pasti akan menjadi jebakan para oknum agar target mau memberikan sejumlah uang yang bisa cukup fantastis sebagai uang tutup mulut. Tapi disaat ini mereka sadar bahwa dengan menyebut nominal, mereka akan dengan mudah dijebloskan ke penjara. Sehingga di era sekarang para oknum atau wartawan gadungan ini tidak berani menyebut nominal. Tapi mereka tetap bisa dijerat tentang pasal penipuan ataupun pemerasan dengan disertai ancaman.

“Para oknum kerap datang berdalih ini itu untuk wawancara, padahal nulis aja nggak pernah. Ada yang diwawancarakan justru tidak mengarah pada substansi kejurnalistikan. Melainkan seolah mengorek setiap kemungkinan adanya kesalahan yang dilakukan untuk bisa dijadikan ancaman pemberitaan,” tandasnya.

Aep juga menambahkan, biar tidak terjadi pembodohan publik ditengah masyarakat, perlu diketahui bahwa sebagai seorang dengan profesi menjadi wartawan tentunya sudah memiliki pemahaman kejurnalistikan yang jelas. Tentu pula telah mengikuti berbagai macam pendidikan kejurnalistikan secara resmi, bisa merilis artikel berita, mempunyai karya, memahami keobyektifan tatanan pemberitaan berita, memahami dasar dan aturan serta lainnya.

“Untuk menjadi seorang pers tentu akan ada Uji Kompetensi Wartawan (UKW) tersendiri untuk bisa meraih predikat sebagai wartawan secara legal. Artinya setiap yang ingin bergabung di dunia jurnalistik ada baiknya dilakukan melalui proses seperti adanya bukti karya tulis dan bukan rillis, bagi yang tidak aktif dalam pemberitaan harus ada tindakan terhadap mereka, hal ini perlu dilakukan untuk menjaga Marwah Pers dimata masyarakat,” pungkas Ketua PWI Kabupaten Garut.

Sementara Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Garut, Margiyanto SH menyampaikan, jika ada pihak yang mengaku sebagai pewarta atau oknum maupun wartawan gadungan, terindikasi atau masyarakat merasa dirugikan, sebaiknya melakukan langkah-langkah upaya hukum.

“Ini sekaligus kita mengedukasi seluruh pihak, jika bersengketa dengan wartawan terkait produk jurnalistik seharusnya ke Dewan Pers terlebih dahulu diselesaikan dengan menggunakan UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers sebagai pedoman. Dan jika memenuhi unsur pidana terkait berita bohong, indikasi pemerasan dan lainnya, maka sebaiknya masyarakat melaporkan kepada aparat hukum sebagai tindak pidana atas apa yang dilakukan oleh pewarta tersebut,” tandas Kepala Diskominfo Kabupaten Garut. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *