Garut Swiss Van Java sebuah City Brand yang Harus Diperjuangkan

Oleh : Hendro Sugiarto (Kandidat Doktor Ilmu Pemerintahan, dan Pemerhati UMKM, kebijakan Publik, Pemberdayaan Masyarakat Miskin)

Beberapa bulan yang lalu saya berdiskusi dengan Teh Diah Momon dan teh mamam putri Pak Wapres RI yang merupakan penggagas yayasan dewa dewi dedi, dewa yg merupakan akronin desa wisata, dedi desa industri dan dedi merupakan desa digital, diskusi kami banyak hal, terutama tentang Garut tercinta, secara pribadi saya apresiasi tentang gagasan yayasan dewa dewi dedi dalam rangka mengakselerasi daerah-daerah agar bisa lebih maju lagi.

Dari obrolan tersebut membuat fikiran saya terganggu, yang paling membuat dahi saya mengkerut adalah saat berdiskusi dengan topik seputar pariwisata dan dunia kreatifitas. Dirumah saya merenung dan mencoba berfatansi mengelililingi beberapa kabupaten/kota yang ada di Indonesia dengan brand posisioning yang dimilikinya.

Saat saya berfantasi menuju ke sebuah kota, misalnya Jakarta fikiran bawah sadar saya melekat dengan sebuah brand Enjoy Jakarta, Solo The Spirit of Java (Kota Solo), Charming Banda Aceh (Banda Aceh), Jogja Istimewa (DIY Jogjakarta), Magelang Kota Sejuta Bunga, Jepara Mempesona, Ambon City Of Musik, Karangasem The spirit of Bali, dan masih banyak lagi kota2 menunjukan sebuah posisioning brand nya, atau istilah nya _city brand_

Erik Braun (2011) mengatakan bahwa city branding bagian dari place branding (branding tempat). Tentu banyak kota mempunyai alasan kenapa melakukan upaya posisioning City branding? alasannya yaitu kompetisi di antara kota-kota untuk menarik wisatawan, pebisnis, penduduk, dan target grup lainnya. Dalam sebuah artikel yang sama Braun juga mengidentifikasi empat kategori konsumen kota yaitu penduduk, perusahaan, wisatawan, dan investor.

Jadi jika sebuah kota mempunyai target pendapatan daerahnya dari sektor pariwisata, saya fikir perlu mulai penataan berupa City Branding management, atau pengelolaam citra suatu daerah yang akan di angkat menjadi sebuah identutas/karakter daerah, kemudiaj di adaptasi menjadi berbagai program dan aktviasi yang akan melibatkan seluruh stakeholders, pada akhirnya berdsmpak kepada angka kunjungan kegiatan pariwisata dan pendapatan daerah.

Lantas, bagaimana dengan Kabupaten Garut? Saat Charlie Chaplin dua kali ke kota Intan ini, Garut akhirnya di juluki sebagai Swiss Van Java. Tulisan ini mengajak agar para pemangku kebijakan, komuntas Creative hub, akademisi, bisnis, bisa sama2 duduk bareng dan mulai bwrfikir tentang sebuah positioning identitas Garut tercinta.

Garut dengan kekuatan Wisata Gurilap (Gunung, Rimba, Laut, dan Pantai) di tambah 53 Desa Wisata, harus mulai serius menunjukan identitasnya kepada dunia. Apalagi menuju bonus demografi membangun ekosistem kota kreatif menjadi sangat penting. pertama, Kekayaan budaya dan warisan yang melimpah dari para pendahulu kita telah menjadikan sumber daya inspirasi dan kreativitas. Kedua, kedepan adanya pergeseran dari ketergantungan Sumber daya alam tak terbarukan ke sumber daya berbasis kreativitas/daya cipta. Ketiga, program nasional mengarah kepada Aktvitas ekonomi berbasis kreatvitas dan pariwisata.

Mari berkolaborasi bukan lagi sekedar kompetisi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *