Tradisi Baru Siswa Beri THR Ke Guru, Inisiatif atau Hasil Kompromi?

FOKUS2,053 views

Oleh : Nendi Sajidin
Redaktur Pelaksana Harian Garut News

HARIANGARUTNEWS.COM – Jelang Hari Raya Idul Fitri, istilah Tunjangan Hari Raya (THR) selalu melekat. Dilansir dari laman Wikipedia, THR adalah pendapatan non-upah yang wajib dibayarkan pemberi kerja kepada pekerja atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan di Indonesia. THR ini wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum hari raya keagamaan.

Pemerintah Indonesia menetapkan dasar hukum THR melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan (“Permenaker 6/2016”). Peraturan ini terdiri dari 13 pasal dan mulai diberlakukan saat diundangkan, pada tanggal 8 Maret 2016.

Di dalam Pasal 3 angka 2 Permenaker 6/2016 disebutkan bahwa pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja satu bulan diberikan secara proporsional sesuai masa kerja. Ketentuan ini berbeda dengan ketentuan sebelumnya yang menetapkan bahwa pekerja atau buruh yang berhak mendapatkan THR adalah yang memiliki masa kerja minimal tiga bulan.

Namun fenomena THR ini kerap disalah artikan di lapangan berkaitan dengan siapa yang memberi dan siapa yang seharusnya menerima. Bahkan tahun lalu, viral di media sosial, ada salah satu lembaga pemerintah mengeluarkan surat permintaan THR kepada perusahaan-perusahaan, dan ini berdampak pada sentimen negatif masyarakat.

Tahun 2024 saat ini, jelang perayaan Idul Fitri 1445 Hijriyah, muncul dan viral menjadi perbincangan di media sosial, para siswa-siswi tingkat sekolah dasar hingga menengah, memberikan THR kepada guru atau wali kelasnya. Apakah ini akan menjadi tradisi kedepannya?.

Hal ini tentunya mendapatkan tanggapan beragam dari para netizen, dan mayoritas sentimen negatif yang dilontarkan kepada postingan video yang memuat para siswa-siswi yang sedang mengumpulkan berbagai jenis makanan, mulai dari kue biskuit, sirup dan lain sebagainya, layaknya satu paket parsel untuk diberikan kepada guru atau wali kelasnya.

Muncul berbagai pertanyaan, siapa yang memunculkan ide baru pemberian THR dari siswa kepada guru ini. Sehingga seolah kompak mulai dari tingkat TK, SD, SMP dan SMA melakukan hal sama. Benarkah ini inisiatif para siswa atau orang tuanya untuk memberikan THR kepada guru atau wali kelasnya dan tanpa diminta guru?.

Bila para guru atau wali kelas membantah tidak tahu menahu akan inisiatif ini, lalu kenapa dalam postingan video, pengumpulan THR oleh siswa-siswi ini dilakukan di sekolah, berjajar mengantri memasukan aneka ragam makanan dan minuman yang mereka bawa. Guru sebetulnya bisa menolak bila memang tidak ingin menerima THR tersebut.

Muncul lagi tanggapan netizen, yang merasa miris dengan beberapa wajah para siswa yang sedang memasukan barang THR ke dalam dus. Yakin kah para guru, bahwa siswa-siswi ini di rumahnya mendapatkan THR. Bagaimana bila sebaliknya, ada orang tua siswa tak bisa beli baju lebaran untuk anaknya dan tak ada yang memberi THR.

Hal lain ditemukan di lapangan, banyak para orang tua masih memikirkan biaya kebutuhan anaknya untuk kelengkapan sekolah, mulai dari kebutuhan seragam, alat tulis, transfort sehari-hari bila sekolah jauh dari rumahnya dan harus naik kendaraan umum.

Bila ada siswa-siswi yang dalam kehidupan keluarganya berada di garis kemiskinan, minim ekonomi, yatim piatu atau duafha. Ini penting dicermati dan pertimbangan semua pihak. THR juga seharusnya diberikan dari orang berkecukupan kepada orang yang membutuhkan, agar semuanya merasakan kebahagiaan. Masyarakat kaya dan miskin merasakan kebahagiaan di Hari Raya Idul Fitri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *