Setelah Covid, Tugas Berat Tahun 2022 Telah Menanti DPPKBPPPA Garut

FOKUS765 views

HARIANGARUTNEWS.COM – Dipenghujung tahun 2021 situasi Pandemi covid 19 belum benar benar musnah di kabupaten Garut, seluruh Stakeholders masih kerjasama hadapi situasi new normal, Satgas covid 19 masih berkutat soal vaksinasi dibeberapa kecamatan. Meski begitu, Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBPPPA) Garut, dituntut untuk segera membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS).

Tugas yang lebih berat ditahun 2022 ini, menurut Kepala Dinas PPKBPPPA Kabupaten Garut, Yayan Waryana telah dilaksanakan beberapa hari ke belakang. “ Kami tengah gencar melaksanakan pembinaan petugas lapangan KB untuk mempersiapkan tugas yg lebih berat ke depan di tahun 2022 yaitu percepatan penurunan stunting dan penurunan angka kematian ibu dan bayi di Kabupaten Garut”. Selasa (21/12) Saat ditemui di kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Garut.

Lanjut Yayan, telah dibentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) sebanyak 1991 tim. Dan setiap 1 tim terdiri dari 3 orang yakni, petugas yankes, PKK dan kader KB.

“Kami telah menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) dalam rangka persiapan penilaian Program Terpadu Peningkatan Peran Wanita, ” ucapnya.

Sebagai dinas yang konsen terhadap pengendalian penduduk, DPPKBPPPA Kabupaten Garut, dimusim Pandemi kemarin menjadi salah satu stake holder yang disibukan dengan menemui beberapa hambatan dalam proses pengendalian penduduk di Kabupaten Garut.

“Hambatan-hambatan yang kita hadapi tersebut ada beberapa penyebab, yang pertama misalnya angka kemiskinan di Kabupaten Garut cukup tinggi, kalau di 2019 kita ingin menurunkan angka 12,47 di 2020 kita ingin menurunkan sampai ke 9,27 artinya masih cukup tinggi angka kemiskinan kita sekitar 241.310 jiwa, dan IPM di Kabupaten Garut ini masih tergolong rendah masih di angka 62,23 di tahun 2019, dan ini (akan) dinaikan di tahun 2024 menjadi 65,42 poin. Nah penyebab-penyebab ini ditambah lagi dengan rata-rata usia kawin pertama wanita masih tergolong rendah yaitu di kisaran angka 18 tahun. Jadi belum mencapai umur ideal dua puluh tahun,” tuturnya.

Yayan mengungkapkan, pihaknya saat ini kekurangan petugas lapangan KB, karena rasionya satu petugas masih menggarap empat sampai enam desa di Kabupaten Garut.

“Kemudian penyebab isu-isu strategis tadi yaitu rasio petugas lapangan KB yang PNS, ini dibanding dengan desa garapan, rasionya satu petugas masih menggarap empat sampai enam desa, jadi kita kekurangan petugas lapangan KB, sehingga dibantu oleh para TPD atau Tim Penggerak Desa maupun para TKK, sukwan dan pos KB atau institusi masyarakat. Sehingga peran serta masyarakat masih tergolong rendah,” pungkasnya.

Persoalan stunting memang masih menjadi perkara yang sangat besar di Indonesia, termasuk di Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Salahsatu cara dalam menangani pencegahan stunting adalah dengan menggalakan kampanye perubahan perilaku. Hal ini pula yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Garut. Wakil Bupati Garut, dr Helmi Budiman mengatakan, kualitas sumber daya manusia (SDM) salah satunya bisa dipengaruhi oleh stunting.

“Maka, penurunan angka stunting merupakan suatu strategi yang harus dipersiapkan secara matang,” ucap Helmi dalam siaran pers beberapa waktu yang lalu.

Adapun persiapan tersebut, kata Helmi, seperti menetapkan langkah-langkah strategis yang harus dilakukan mulai dari visi misi atau komitmen kepala daerah, hingga strategi perubahan perilaku.

Akan lebih baik, sebut dia, apabila langkah itu bisa dilakukan dengan kerja kolaboratif. Melalui kerja kolaboratif plus itu, bukan tidak mungkin cara kerja Satuan Tugas (Satgas) Stunting di Kabupaten Garut menjadi miniatur penurun angka stunting di Indonesia.

Untuk diketahui, masalah stunting sering terjadi pada satu dari tiga anak, Salah satu faktor penyebabnya adalah perilaku yang tidak baik. Penanganan stunting tidak akan berhasil selama perilaku masyarakat tidak berubah.

Menurut Helmi, ekspose data hasil dinilai penting, manakala semua pihak menjadi tahu kasus stunting yang di dalamnya, seperti penurunan kasus gizi buruk, dari 6,4 persen menjadi 4,8 persen. (Adam B)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *