Tuntut Perpres Nomor 104 Direvisi, Kades se kabupaten Garut Turun Gunung Demo ke Istana Presiden

FOKUS1,338 views

HARIANGARUTNEWS.COM – Para kepala desa se Kabupaten Garut turun gunung, menggelar aksi unjuk rasa menolak Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 tahun 2021 tentang penggunaan Dana Desa (DD) pada Kamis (16/12).

Mereka menuntut Perpres 104 tahun 2021 dibatalkan/direvisi. sebanyak 700 kepala desa dari kabupaten Garut dipastikan bakal bergabung dengan para kades dari Provinsi Jabar dan Banten serta provinsi lainya, untuk menggelar aksi di Istana Negara.

“Kami seluruh kepala desa dan perangkat desa se kabupaten Garut dibawah naungan APDESI akan ikut turun aksi.,” kata Kades senior Asep Sopian, kepala desa Mulyasari kecamatan Bayongbong, Rabu (15/12/2021).

Dirinya menilai Perpres Nomor 104 yang diterbitkan oleh Presiden Joko Widodo pada 29 November lalu itu terkesan menghilangkan otonomi dan kewenangan desa. “ kami menilai Perpres itu membatasi ruang desa untuk berkembang. Karena, penggunaan dana desa terlalu diatur oleh Pemerintah Pusat, ” Ucap Asep Sopian.

Sekedar diketahui Kawasan Istana negara berada di Jl. Medan Merdeka Utara identic dikatakan area Ring satu, adalah wilayah dengan pengaman super ketat, yang memang lekat dengan area dinas Presiden RI dan pengamanannya di bawah kendali Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).

Namun bagi kades Asep Sopian apapun Rintanganya tetap akan melaksanakan aksi tersebut di Kawasan Istana negara sekalipun harus disertai dengan mogok makan.

Hal senada dikatakan Asep Haris kepala desa Sukalilah kecamatan Sukaresmi “ kami sudah menerima salinan surat pemberitahuan yang ditujukan kepada Polda Jabar oleh pengurus Apdesi Provinsi Jawa Barat no 048/DPD-APDESI/XII/2021, dalam surat ini disebutkan sekitar 5.784 orang menjadi peserta aksi dari Provinsi Jawa Barat, “ Ucap Asep Haris.

Masih menurut Asep Haris, dalam Perpres itu Pemerintah Pusat menekankan kepada seluruh desa untuk mengalokasikan dana desa 40 persen untuk bantuan langsung tunai (BLT), 20 persen untuk ketahanan pangan, dan delapan persen untuk penanganan Covid-19.

“ Kami menilai Perpres itu telah mengkebiri kewenangan desa, sehingga kredibilitas Musdes dan instrument lainya menjadi sia sia, padahal setiap desa memiliki RPJMDes masing-masing sesuai dengan kebutuhannya,” ujar Kepala Desa Sukalilah.

Ia mengatakan, BLT juga tidak menjadi solusi untuk ekonomi masyarakat. Malah tak jarang menimbulkan gaduh masyarakat karena tidak merata.

“Lebih baik BLT itu dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur yang pengerjaannya melibatkan masyarakat,” ujarnya. (Adam Bagaskara)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *