Catatan Redaksi : Tatkala Serangan Fajar Membabi Buta di Pemilu 2024

FOKUS2,593 views

Oleh : Igie N. Rukmana, S.Kom | Pimpinan Redaksi Harian Garut News

HARIANGARUTNEWS.COM – Warung dadakan Bi Isah di dekat Tempat Pemungutan Suara (TPS) ramai dikunjungi pembeli yang mengantri menunggu surat panggilan untuk memilih kandidat di Pemilu 2024. Gorengan ialah menu yang ditunggu orang-orang di lokasi tersebut, tampak raut mukanya penuh ceria.

Mang Wawan menuangkan kopi di lepek (coaster), uap panasnya terlihat jelas mengepul. Hawa dingin memang cocok dengan gorengan dan kopi. Dicomotnya pisang goreng yang baru saja turun dari penggorengan.

“Tadi subuh ada tim sukses Caleg yang datang ke rumah, ngasih amplop buat ongkos bensin katanya ke TPS dan minta di coblos. Ah, bodo amat. Di zaman sekarang, kita butuh ini,” Wawan menggesekkan jari-jarinya.

Orang di sekitarnya tahu arah perbincangan Wawan, uang dan sembako dari parpol atau para caleg.

“Mereka cari kursi, kita-kita ini yang di bawah juga butuh makan sehari-hari,” tandasnya lagi.

Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024 sekarang seolah lebih terang-terangan seolah tanpa pengawasan. Semua bergerak leluasa, masyarakat sudah tidak malu menerima dana dari mana-mana. Ucapan Wawan yang menyangkut uang adalah praktik yang jamak dilakukan partai-partai politik atau para Calon Legeslatif (Caleg) di Indonesia.

Politik transaksional dalam elektoral atau politik uang (money politic) ini “membudaya” di Indonesia sejak orde baru hingga kini. Orang-orang sering menyebutnya “Serangan Fajar”.

Serangan fajar adalah beli suara. Serangan fajar adalah pemberian atau distribusi imbalan baik berupa uang atau barang kepada para pemilih menjelang pencoblosan baik Pilkades, Pilkada, Pilgub, Pileg, atau Pilpres. Ada saja kedok yang dipakai, misalnya ongkos transportasi, uang rokok, uang ganti upah kerja harian, dan lain-lain.

Disebut “fajar” lantaran pembagian barang atau uang itu seringkali dilakukan sewaktu dini hari atau subuh hari, beberapa jam sebelum pemilih menuju Tempat Pemungutan Suara (TPS). Istilah “serangan fajar” adalah berasal dari kalangan militer. Tentara biasanya menyergap dan menguasai daerah target secara mendadak di pagi buta. Karena serangan fajar ini biasanya relatif berhasil. Untuk itulah, praktik serangan itu diadopsi di pemilihan oleh mereka yang culas.

Malpraktik Pemilu atau Pilkada tersebut dilakukan kandidat atau mesin partai politik menyasar dua jenis pemilih yaitu pemilih inti (core voter) dan pemilih mengambang (swing-voter). Kebanyakan praktik serangan fajar menyasar swing-voter karena partai-partai tak ingin menyia-nyiakan uang hanya untuk pemilih loyal atau inti. Mereka cenderung mendekati pemilih mengambang.

Praktik tersebut seringkali disebut sebagai “klientelisme elektoral” sebagai distribusi imbalan material kepada pemilih saat pemilu saja. Yang jelas, serangan fajar adalah praktik kotor di kala pemilihan yang masih sulit dihapuskan di Indonesia.

Mereka yang membagikan uang itu berkepentingan agar penerima imbalan mau memilih kandidat tertentu. Mengarahkan pemilih untuk beralih ke calon pemimpin atau calon legislatif yang ditentukan. Pendek kata, serangan fajar adalah membeli suara rakyat atau pemilih, serangan fajar adalah pengkhianatan.

Di sebagian masyarakat Jawa Barat ada istilah “Kila-Kila”. Seorang pemimpin adalah anugerah Tuhan dan mereka yang terpilih secara benar telah mendapatkan pertanda atau kila-kila. Maka, jabatan pemimpin yang diraih dengan menyogok rakyatnya, pemerintahannya tak bakal berjalan dengan mulus, selalu ada saja aral rintangannya. Mengapa?

Karena, praktik pembelian suara atau pemanfaatan praktik uang dalam elektoral bakal memicu praktik negatif pemenangnya. Pemerintahan yang dijalankan oleh pemimpin yang curang bakal melahirkan pelayanan tidak berkah. Menguntungkan orang-orang tertentu. Menyalahgunakan kekuasaan untuk segelintir golongan. Akhirnya, tujuan dari kesejahteraan masyarakat tidak tercapai.

Politik uang yang berjalan selama ini, maaf, mirip “kentut”. Baunya terhirup jelas, tapi sumbernya sulit diidentifikasi. Banyak kajian politik uang, sekadar bersandar pada bukti anekdotal atau bersumber dari rumor dan klaim yang tidak terbukti. Akibatnya, tak banyak yang diketahui secara pasti tentang jumlah pemilih yang benar-benar menjual di Indonesia.

Yang jelas, serangan fajar adalah bentuk ketidakkejujuran. Serangan fajar adalah bentuk ketidakadilan. Serangan fajar adalah merusak demokrasi. Dan, serangan fajar adalah bentuk dari pengkhianatan terhadap nilai-nilai integritas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *