Pelantikan Pejabat Dinilai Carut Marut, Ketua Mata Jabar Beberkan Dugaan Adanya Mal Administrasi dalam Proses Rotasi Mutasi dan Promosi PNS di Pemkab Garut

FOKUS2,515 views

HARIANGARUTNEWS.COM – Proses mutasi PNS di Kabupaten Garut saat ini sedang menjadi isu hangat di kalangan para akademisi, aktivis dan masyarakat umum. Bahkan Ketua Perhimpunan Masyarakat Transparansi Jawa Barat (Mata Jabar), Iyep S Arrasyid, meminta Bupati Garut menghentikan rotasi dan mutasi jabatan di lingkungan Pemkab Garut yang tidak memenuhi ketentuan dan kepatutan. Patut diduga rotasi dan mutasi tidak wajar tersebut merupakan bentuk dari like dislike yang berupaya untuk melemahkan pihak tertentu.

Rotasi mutasi harus sesuai dengan prosedur, mempertimbangkan rekam kerja, kapasitas, waktu yang tepat, serta proses yang akuntabel. Jangan sampai rotasi dan mutasi dilakukan tanpa pertimbangan tersebut, terlebih jika terdapat alasan ketidaksukaan, kedekatan, atau bahkan sengaja memperlemah jabatan strategis tertentu,” geram Iyep kepada hariangarutnews.com, Rabu (05/04/2023).

Ketua Mata Jabar mengatakan, sebaiknya mutasi dilakukan atas dasar kesesuaian antara kompetensi PNS dengan persyaratan jabatan, klasifikasi jabatan dan pola karier, dengan memperhatikan kebutuhan organisasi dan mempertimbangkan kompetensi, pemetaan pegawai, kelompok rencana suksesi, perpindahan dan pengembangan karier, penilaian prestasi kerja/kinerja dan perilaku kerja, kebutuhan organisasi, serta sifat pekerjaan teknis atau kebijakan.

“Pelaksanaan mutasi saat ini mengacu pada sistem merit yang konsisten. Sebagaimana undang-undang, PNS dihadirkan untuk mewujudkan tujuan negara. Tujuan itu adalah berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang bebas dari intervensi politik serta bersih dari Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Poin-poin penting ini justru sering dilupakan PNS. Dalam bahasa sederhana Presiden Jokowi mengatakan bahwa birokrasi harusnya deliver bukan hanya sent,” tandas Iyep kepada wartawan.

Artinya, lanjut Dia, PNS sebagai mesin birokrasi harus mampu mensejahterakan masyarakat. Bagaimana tidak, jumlah PNS yang berjumlah sekitar 2 persen penduduk mengakses langsung anggaran pemerintah sebesar 30 sampai 40 persen. Jika hanya sent, maka keberadaan PNS hanya akan menghasilkan kesenjangan di masyarakat. PNS makin sejahtera, sementara masyarakatnya tertinggal.

“Kami perhatikan, di Pemkab Garut PNS mudah sekali pindah dari satu instansi ke instansi lainnya. Saking mudahnya mutasi, terdapat sejumlah PNS yang berpindah lebih dari 3 kali dalam waktu kurang dari 1 tahun berkarir. Terlampau seringnya PNS berpindah, bukan hanya mengganggu kinerja organisasi, tetapi menggangu karir PNS itu sendiri. PNS yang sering berpindah umumnya memiliki karir seperti gergaji. Berkarir pindah turun naik jabatan, begitu seterusnya. Sejauh ini belum ada kesimpulan penyebab maraknya mutasi PNS di Pemkab Garut selain adanya dugaan hanya untuk kepentingan-kepentingan Bupati Garut sendiri,” ungkapnya.

Dugaan tersebut, imbuh Iyep, karena hasrat Bupati yang hanya mementingkan dirinya, bukan masyarakat yang dilayaninya. Sifat ini bersinergi dengan semangat nepotisme yang kuat dengan adanya sponsor, yang diyakini dapat memompa karir seorang PNS. Semangat nepotisme bisa karena persaudaraan atau pertemanan, bisa juga dibangun dengan materi atau dukungan politik. Sinyalemen lain mengarah pada adanya sejumlah materi yang hadir mengiringi proses mutasi PNS.

“Berbeda dengan promosi, sinyalemen kehadiran materi dalam mutasi PNS masih berupa rumor, karena belum terbukti secara meyakinkan. Dulu, proses mutasi PNS sangat mudah. Dimulai dengan adanya PNS yang mengajukan pindah ke instansi lain meskipun tanpa memiliki jabatan, atau sering diistilahkan di-staf-kan. Pejabat Pengelola Kepegawaian (PPK) dalam hal ini Kepala Daerah Instansi Penerima akan menerima mutasi, sepanjang PNS yang pindah tidak menuntut jabatan. Penerimaan yang mudah ini seringkali dilakukan PPK, mengingat permintaan pindah PNS disampaikan oleh pihak yang mensponsori mutasi PNS. Hal yang hampir sama juga dilakukan oleh PPK Instansi Asal,” ungkapnya.

Umumnya, lanjut Dia, permintaan pindah akan disetujui. PPK mengabaikan kondisi kebutuhan PNS, meskipun PNS itu adalah satu-satunya yang berkompeten pada bidang tertentu yang berada di daerahnya. Berdasarkan diskusi, PPK menyadari bahwa jumlah PNS nya masih belum memadai, namun mereka tidak mampu menolak permintaan mutasi, saat usulan disampaikan oleh sponsor PNS seperti tokoh yang dihormati, tokoh politik atau pejabat tinggi.

“Dua kondisi jelas bertentangan dengan merit sistem yang menjadi ruh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014.  Dari sisi penerima, penerimaan PNS harus berdasarkan kebutuhan organisasi dan memperhatikan pola karir. Saat PPK Penerima menyebutkan boleh pindah namun tidak ada jabatan, sesungguhnya sedang menunjukkan bahwa organisasi tidak membutuhkan tambahan PNS. Atas alasan kebutuhan organisasi, PNS yang pindah juga harus memiliki kompetensi dalam jabatan yang tersedia dan memperhatikan pola karir,” beber Iyep.

Dalam sistem merit, imbuhnya, tidak ada PNS yang tidak memiliki jabatan (di-staf-kan). Semua PNS harus memiliki jabatan dan memiliki pola karir. Karir yang dilalui PNS dapat horizontal untuk penyegaran, vertikal untuk promosi serta diagonal untuk promosi dan penyegaran. Dari sisi Instansi Asal, ijin mutasi seharusnya memperhatikan kebutuhan organisasi dan pelayanan pada masyarakat.

“Mengijinkan mutasi seharusnya diikuti dengan adanya kepastian PNS lain yang akan mengisi jabatan yang ditinggalkan. Kepastian ini seharusnya terdapat dalam dokumen rencana mutasi. Melepaskan PNS tanpa, sama dengan mengurangi pelayanan kepada masyarakat. PNS yang duduk dalam jabatan-jabatan yang belum mencukupi jumlah kebutuhan, atau hanya diisi oleh satu orang, seharusnya tidak diijinkan mutasi sampai dengan ada PNS lain yang menggantikan,” ujar Ketua Mata Jabar.

Informasi-informasi tentang jabatan, kata Ia, kompetensi dan pola karir dan jumlah kebutuhan pegawai terdapat dalam dokumen Analisis Jabatan (anjab) dan Analisis Beban Kerja (ABK). Persyaratan dokumen Anjab dan ABK dalam proses mutasi bukan hanya formalitas, tetapi akan menjadi dasar persetujuan mutasi. Artinya, bahwa setiap mutasi akan dinilai kesesuaiannya baik kompetensi maupun pola karir.

Jabatan PNS, lanjut Iyep, tidak boleh turun karena proses perpindahan. PNS turun jabatan hanya apabila kinerjanya buruk, melanggar disiplin atau tersangkut masalah hukum. Terlalu mudahnya melepas PNS oleh Instansi Asal adalah sebuah anomali. Pada satu sisi instansi “berteriak” kekurangan PNS, sementara PNS yang ada dilepaskan. Banyaknya PNS yang dilepaskan, menjadi salah satu indikator kelebihan PNS. Hal ini juga akan mempengaruhi perolehan formasi PNS.

“Saat ini Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Garut dituding telah melakukan maladministrasi, dan bisa saja dilaporkan kepada Atasan Langsung, Ombudsman maupun Aparat Penegak Hukum. Kasus-kasus seperti “kilatnya” pejabat bisa pindah dalam kurun enam bulan seperti halnya para pejabat administrator saat ini maupun Sekretaris Dinas, Kepala Bidang dan camat-camat yang sudah dilantik, bahkan kasus PNS yang sudah meninggal sejak 1992 namun baru diketahui setelah 30 tahun atau tahun 2022 lalu,” ungkap Iyep.

Ia menambahkan, belum lagi contohnya kekosongan Kasubag Umum di Kecamatan Pangatikan selama dua tahun, namun baru diisi pada pelantikan kemarin, ini jelas pelanggaran mutlak. Apa dasarnya mengosongkan satu posisi struktural di kewilayahan selama dua tahun? Sedangkan posisi tersebut sangat vital karena berfungsi sebagai pengatur kearsipan, surat, pembuatan renstra, renja, Sakip, Lakip serta kepegawaian, cetusnya.

“Kemana larinya uang TKD Kasubag Umum Kepegawaian per bulan? Belum lagi selama dua tahun ditempati oleh staf yang berstatus TKK. Apakah perhitungan TKD masing-masing PNS sudah sesuai kriteria dan aturan yang berlaku? Dasar perhitungannya apa? Absen pinger print, aplikasi BerAkhlak atau absen manual? Bentuk pengawasan dari BKD nya seperti apa? Semuanya tampak menjadi tidak normal. Yang lebih parah, ada rumor bahwa Wakil Bupati Garut tidak pernah diajak diskusi setiap jelang pelantikan,” pungkas Iyep. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *