Berkembang Isu Fiktif, Ketua BUMDes Sukamanah Bayongbong Garut Beberkan Semua Unit Usaha yang Dilakukan

FOKUS1,311 views

HARIANGARUTNEWS.COM – Keberadaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) menjadi penting sebagai pengungkit perekonomian desa melalui peningkatan layanan umum dan mengoptimalkan aset desa. Selain itu, tampak pula bahwa BUMDes memiliki peran sebagai pendukung kegiatan usaha dan perekonomian masyarakat desa melalui fasilitasi kegiatan ekonomi produktif desa.

Berkenaan dengan BUMDes, berkembangnya isu kaitan pengelolaan yang diduga fiktif di desa Sukamanah, Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut. Ketua BUMDes Sukamanah, Cecep Sunandar berikan penjelasan, bahwa isu yang berkembang tidak benar. Diakui Cecep, pola pengelolaan BUMDes oleh pengurus, telah memenuhi hampir keseluruhan varibel yang digunakan. Kehadiran BUMDes di desa Sukamanah, kata Dia, telah memberikan banyak kebermanfaatan bagi masyarakat, kendati pengelolaan telah berjalan cukup baik namun ada saja yang menuduh terdapat beberapa pratik yang menyimpang.

“Perlu diketahui untuk masalah usaha BUMDes ini nyata ada usahanya, ada beberapa unit usaha yang dilakukan yang didanai oleh penyertaan modal BUMDes. Hanya saja yang namanya usaha pasti ada untung rugi. Akan tetapi ini secara administrasi tertib, baik laporan keuangan modal, untung dan rugi. Adapun konsep yang kami gunakan dalam menjalankan BUMDes yakni Good Corporate Governance, dengan mengandalkan lima variabel sebagai pisau pengelolaan yaitu Transparasi, Akuntabilitas, Responsibilitas, Kemandirian, dan kesetaraan. Maka dengan adanya tudingan ketidakjelasan penggunaan dana BUMDes dan beberapa tuduhan yang di duga fiktif tersebut tentunya sangat kami sayangkan,” ujar Cecep, Jumat (06/01/2023).

Cecep memastikan, dari sejak awal dirinya mengelola BUMDes, baik secara administrasi, bukti fisik jenis usaha yang diantaranya ada perikanan, pertanian dan usaha lainnya ada bukti otentik dan bisa dipertanggungjawabkan. Untuk itu pendirian BUMDes yang dikelola, kata Cecep, dari awal berorientasi pada kepemilikan bersama antara pemerintah desa dan masyarakat, yang tidak hanya memberikan manfaat finansial tetapi juga manfaat ekonomi secara luas untuk membuka lapangan kerja, ekonomi berkelanjutan, dan lainnya.

Selaku Ketua BUMDes Sukamanah, lanjut Cecep, dalam pengeluaran uang modal untuk unit usaha yang telah di SK-kan oleh kepala desa. Memang kata Cecep, ada sisi kelemahan, kurangnya pengawasan kepada unit usaha, sehingga tidak secara penuh terpantau bagaimana perkembangan di unit usaha. Cecep menyebutkan, pertanggal 30 Desember 2022, dirinya selaku Ketua BUMDes Sukamanah telah menyampaikan laporan pertanggungjawaban.

“BUMDes kan laporannya bukan ke musyawarah desa, tapi ke komisaris yang dalam hal ini ex officio adalah kepala desa. Kalau komisaris sudah menerima laporan pertanggungjawaban, logikanya ini kan sudah dalam kewenangan sudah di kepala desa. Jadi rancu kalau balik lagi ke saya, kan sudah diterima. Bahkan dalam laporan pertanggungjawaban disaksikan oleh para ketua RW,” papar Cecep.

Lanjut kata Cecep, kaitan laporan sudah diterima oleh kepala desa disaksikan oleh para ketua RW, agar kepala desa bisa langsung menyampaikan kepada masyarakat melalui para ketua RW.

“Selesai itu (laporan) kemarin tanggal 30 Desember 2022. Diterima dari pengurus BUMDes kepada kepala desa dan kepala desa menyampaikan kepada masyarakat dan diterima juga, berita acara ditandatangani,” jelas Cecep.

Lebih lanjut Cecep menyampaikan, bahwa dalam pertanggungjawaban tersebut diantaranya, unit usaha perikanan dan pertanian dilebur jadi satu unit usaha. Kemudian ia juga menjelaskan tahapan penyertaan modal BUMDes yang dikelola. Tahun 2017 penyertaan modal usaha sebesar Rp193 juta yang digunakan untuk sarana prasarana usaha wahana wisata Pendakian Gunung Cikuray yang dikelola oleh RW 10.

“Ini berjalan dan sempat ada pendapatan selama satu tahun lebih. Namun terjadi permasalahan ada konflik internal pengelola usaha sehingga terhenti. Ada mosi tidak transfaran pengurus, berebut lahan parkir dan lain sebagainya. Karena konflik, setelah musyawarah, akhirnya ditutup. Dengan catatan kolep karena pengelola tidak bisa mengendalikan usaha,” katanya.

Selanjutnya yang kedua, ada kesalahan analisis menentukan penyertaan modal unit usaha. Ada kegiatan pasar murah desa yang dibebankan kepada BUMDes sebesar Rp50 juta.

“Logikanya, kalau modal hanya 50 juta, saya tidak bisa belanja ke distributor agar lebih murah, karena nilainya harus ratusan juta. Otomatis belanja ke pasar, dan kalau belanja di pasar, tak mungkin bisa harga murah kalau mau cari untung. Harga beli 10 ribu dijual 8 ribu, beli 20 ribu dijual 18 ribu, namanya juga pasar murah desa. Ini kesalahan karena semestinya jangan ke BUMDes, karena ini lembaga usaha. Logikanya saya tidak akan mampu dapat harga murah dengan volume ritel,” katanya.

Dari modal Rp50 juta di bazar pasar murah tersebut, kata Cecep, hanya kembali modal hanya Rp25 juta yang disertakan kepada modal perikanan dan Rp25 juta dinyatakan kolep.

“Hitungan saya dari kegiatan awal ditotal kolep Rp50 juta, ditambah Rp25 juta operasional awal dan tidak dapat operasional lagi sampai akhir jabatan. Jadi total Rp100 juta itu, bazar Rp50juta, pendakian Rp25 juta, operasional Rp25 juta. Dan kembali uang Rp25 juta. Semua itu masuk ke usaha perikanan,” jelasnya.

Dari total Rp193 juta, lanjut Cecep, dikurangi Rp100 juta, tinggal Rp93 juta dan ditambah Rp25 juta. Kemudian masuk ke unit usaha pembiayaan UKM (kuliner) Rp35 juta dan sisanya ke pertanian, perikanan dan pengelolaan BPNT.

Menimbang unit usaha yang dilakukan dipandang tidak berjalan, maka selanjutnya di tahun 2018, modal usaha BUMDes senilai Rp150 juta, diambil alih untuk unit usaha baru. Awalnya ada rencana untuk pengembangan usaha jaringan internet di RT RW namun tidak jadi atau gagal dilakukan karena tidak ada konsumen dan tenaga operator.

Yang selanjutnya kata dia, modal digunakan untuk usaha pertanian bawang merah. Berjalan sampai ada Pendapatan Asli Desa (PADes) dan bisa membantu kebutuhan pemerintah desa. Terjadinya kolep dalam usaha bawang merah, karena menyisakan tagihan di bandar/tengkulak bawang yang tidak membayar secara tuntas kepada BUMDes hingga saat ini.

“Ya kita juga tidak hati-hati bertransaksi dengan para bandar. Dan yang terakhir, sisa modal kita gunakan penanaman tomat sebanyak 40 ribu pohon dan yang jadi hanya 1400 pohon. Ini yang sebenarnya terjadi dalam perjalanan penyertaan modal BUMDes di Sukamanah,” tandasnya. (Ndy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *