Catatan Redaksi : Dinamika Pilkades Jangan Cederai Ikatan Silaturahmi

POLITIK597 views

Oleh : Igie N. Rukmana, S.Kom (Pemimpin Redaksi Harian Garut News)

HARIANGARUTNEWS.COM – Kurang lebih satu bulan lagi perjalanan gegap gempita Pilkades Serentak akan menghiasi wajah Kota Intan. Hari Selasa, tanggal 8 Juni 2021, seluruh masyarakat Garut di 40 Kecamatan dari 217 desa yang memiliki hak pilih akan menuntaskan hajatnya. Saat ini, sorak-sorai dari masing-masing tim sukses tak henti-hentinya saling unjuk gigi mengunggulkan para kandidat sendiri.

Namun satu hal yang barangkali luput dari apapun yang namanya pesta demokrasi selalu mencederai ikatan silaturahmi. Bahasa saudara dan kawan karib tak lagi bernilai di mata sendiri. Semuanya seolah raib dan berganti pada situasi yang menempatkan kita pada posisi sebagai kawan ataukah lawan. Bayangkan, ikatan persahabatan yang mulanya terjalin begitu indah, sampai jarak terpaksa memisahkan satu sama lainnya.

Bertahun-tahun lamanya tak lagi bertatap muka atau pun saling bertegur sapa. Ibarat tertelan rimba hutan belantara. Tak terkira betapa besar rasa rindu untuk bisa saling menjamah dan bersapa, bertemu kembali dalam nuansa cinta dan suka cita, saling bertukar kisah dan mengenang kembali masa-masa silam. Masa dimana dahulu sama-sama belajar untuk saling menjaga, mengayomi, menasehati, dan saling mengasihi kepada sesama.

Hingga suatu masa, kala kebersamaan ini dipertemukan kembali melalui nuansa pemilihan. Namun siapa bisa menduga, pertemuan yang harusnya menjadi momentum indah, harus terganjal oleh sekat yang memuakkan dada. Suasana yang tadinya saling mengasihi, lalu muncul dengan warna yang berbeda. Bukan oleh warna kulit atau keyakinan beragama, melainkan oleh perbedaan pilihan calon kepala desa. Rasa rindu yang tadinya membuncah, tiba-tiba menguap menjadi sentimen untuk saling menghina dan merendahkan martabat saudara lainnya.

Pertemuan yang diharapkan bisa memunculkan tawa dan senda gurau, perlahan redup dan berganti sikap saling curiga. Bahkan tak jarang kalimat sumpah serapah tumpah ruah berbalut rasa benci yang kian membuncah. Bahasa santun nan meneduhkan yang selama ini terdendang indah, tak lagi mampu menentramkan jiwa sebab ia telah kehilangan makna.

Sejarah mencatat, politik memang selalu menjadi parasit ditiap generasi yang telah susah payah dibentuk dan dibina, rusak seketika hanya oleh perbedaan dan ego semata. Dan kini kita menyaksikan sendiri, bagaimana ego politik elektoral berhasil menciptakan sekat dan merusak sendi-sendi persaudaraan yang harusnya kita rayakan setiap saat dengan penuh rasa bahagia.

Seandainya jika boleh berharap, kenapa harus ada pemillihan yang akhirnya akan memecah tali ukhuwah yang telah lama terbina? Ingin rasanya menghempaskan pesta demokrasi ini ke tong sampah, lalu mengembalikan masa-masa indah yang telah lama terakit bersama. Saat dimana siapapun pernah menyusuri jalan setapak di tengah hamparan sawah. Tak ada bahasa politik ataupun Pilkades.

Meski waktu kian menggerus usia, tanda guratan-guratan di wajah yang seolah menegaskan bahwa kita tak lagi muda. Namun kita tetaplah kita, tak peduli dimana pun kaki ini berpijak di atas bumi, kita akan tetap menjadi saudara, selamanya.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *