Sudut Redaksi : “Merawat” Ciri Khas Wartawan Garut

FOKUS867 views

Oleh : Tata E. Ansorie, S.Kom (Pimpinan Umum Harian Garut News)

HARIANGARUTNEWS.COM – Tahun 2014 memutuskan mundur dari dunia jurnalis. Tentu karena alasan sangat menjamurnya media terutama di Garut, hingga 700 orang lebih memilih berprofesi sebagai wartawan.

Entah apa profesi wartawan semakin menjamur, sekalipun tak ada larangan bagi siapapun untuk menggelutinya. Mungkin selain tak ada larangan, orang tak dituntut repot-repot membuat lamaran pekerjaan, tak ada pembatasan usia, pendidikan minimal, dan status janda atau duda.

Padahal, tak sedikit menjadi wartawan tidak memiliki penghasilan tetap atau gaji dari perusahaan media itu sendiri, namun begitu bangganya memiliki profesi wartawan. Atau mungkin karena bisa menenteng ID Card kemana-mana.

Tak menjadi masalah harus mencari uang sendiri di lapangan, bermitra dengan instansi atau ada juga yang mencari kesalahan dengan imbalan amplop yang dapat dibawa pulang ke rumah.

Berbeda dengan dahulu, wartawan Garut bisa dihitung jari. Sekalipun dalam hitungan puluhan wartawan cetak dan elektronik, estafetnya terlihat dari yang pensiun hingga muncul wartawan baru.

Saat ini, perkembangan teknologi menjadikan persaingan dunia media tak terelakan, apalagi munculnya media online/digital. Nyaris media menjamur pesat dan wartawannya pun hampir penuh di tiap kecamatan di Garut khususnya.

Tantangan itu yang membuat saya bersedia kembali memimpin industri media yang tentunya harus siap menghadapi tantangan perubahan besar di dunia jurnalistik.

Spirit ini setelah membuka kembali dokumen tokoh pers yang berkiprah panjang seperti Adam Malik pendiri kantor berita Antara, redaktur koran Pelita Andalas dan majalah Partindo (dikemudian hari menjadi partai politik), berakhir sebagai Wakil Presiden RI.

Ada Harmoko yang tak asing sebagai Menteri Penerangan, merupakan wartawan dan kartunis di Harian Merdeka dan menerbitkan Pos Kota.

Ada Yeni Wahid (putri Gus Dur), menjadi koresponden koran terbitan Australia “The Sidney Morning Herald” dan sebagai wartawan yang bertugas di Timor Timur.

Ada Ahmad Muzani (Sekjen Partai Gerindra), menjadi wartawan Amanah dan penyiar radio Ramako.

Ada Bambang Soesatyo (Ketua DPR RI), merupakan wartawan Harian Umum Prioritas, Redaktur Majalah Vista, Pemimpin Redaksi majalah Info Bisnis.

Ada Akbar Faisal yang masuk partai politik Demokrat, Hanura dan Nasdem. Pernah memimpin redaksi di sebuah majalah.

Ada Meutya Hafid (Anggota Komisi I DPR Partai Golkar periode 2009 – 2014), seorang jurnalis televisi di Metro TV.

Beradaptasi dengan Perubahan, spirit itu membuahkan tantangan untuk memproduksi industri media yang besar, sekalipun itu di 10 tahun kemudian saya harus pensiun.

Memang bukan hal mudah, butuh modal besar, kekompakan tim, tim yang jujur, komitmen kuat dan kerja keras.

Tetapi peluang ini memang tak mengada-ada. Jika sekedar memiliki media dengan pimpinan sendiri, meliput sendiri, menyebar berita (upload) sendiri, kantornya di rumah sendiri, siapapun bisa melakukan dengan modal membeli website Rp3 sampai dengan 5 juta.

Potensi industri media dapat dilakukan karena yang benar-benar industri media di Garut sangat sedikit jumlahnya. Tentu kwalitas jurnalis menjadi modal utama dalam industri media. Mulai dari memantapkan skill, memperluas jaringan dan senantiasa merawat ciri khas secara maksimal.

Merawat ciri khas akan membuahkan brand, dan ini yang jarang dipelihara setiap jurnalis. Industri media yang besar akan menjamin kesejahteraan bagi wartawannya. Sehingga akan meminimalisir Wartawan Amplop, CNN (Can Nulis-Nulis), WTS (Wartawan Tanpa Surat Kabar), Wartawan Pemburu Kasus dan seabreg istilah lainnya di publik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *