Badan Pakar PSIP : Bayar Hutang Warga ke Bank Emok Tidak Tepat

HARIANGARUTNEWS.COM – Badan Pakar Pusat Informasi dan Studi Pembanguan (PSIP), Hasanudiin, mengharapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Aparat Penegak Hukum (APH), sudah saatnya melakukan pengawasan dalam pelaksanaan refoccusing dan realokasi anggaran Kejadian Luar Biasa (KLB) COVID-19 di Provinsi, kabupaten/kota se-Indonesia.

Menurutnya, pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) melalui Bantuan Sosial (Bansos) dana sebesar Rp10 miliar, untuk membayar hutang warga kepada rentenir atau Bank Emok, adalah tidak tepat, saat kebutuhan alat medis yang masih sangat dibutuhkan dan belum lengkap.

“Bukankah lebih tepat, anggaran Rp10 miliar tersebeut digunakan untuk memenuhi peralatan Test COVID-19, APD atau rekruitment relawan tim medis. Sekarang sudah ada potensi yang tidak fokus pada penyediaan sarana prasarana medis dan kebutuhan pokok masyarakat,” ucapnya, Sabtu (11/04).

Dikatakan Badan Pakar Pusat Informasi dan Studi Pembangunan (PSIP) ini, sebagai contoh Surat Edaran Bupati Nomor : 746/1041/REK, 7 April 2020, tentang Bantuan Sosial yang Memiliki Pinjaman Uang Kepada Lembaga Keuangan yang Tidak Terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan atau Dinas Koprasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Pemerintah Daerah harus lebih hati-hati dalam mengalokasikan anggaran Biaya Tak Terduga (BTT) untuk penanganan COVID-19.

Lanjutnya, Pemda telah diberi kewenangan untuk melakukan refocussing kegiatan dan realokasi anggaran berdasarkan Perpu Nomor 1 Tahun 2020, tentang Kebijakan Keuangan Negara an Stabilitas Sistem Keuangan untuk penanganan Pandemi COVID-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

“Jangan sampai pemerintah hanya melihat dari sisi prosedur pengeluaran semata, sebagai pemangku kewenangan untuk pengeluaran anggaran tetapi lupa pada refocussing atau fokus pada peruntukan penenganan pandemi COVID-19 Provinsi dan Kabupaten/kotanya,” beber Hasanuddin.

Mantan Bendahara DPN RenDEM ini, beberkan jumlah alokasi belanja tidak terduga dalam APBD Pemerintah Daerah seluruh Indonesia cukup besar, Rp2.619 triliun, yang rinciannya sebagai berikut; Jumlah alokasi belanja tak terduga dalam APBD Pemerintah Provinsi seluruh Indonesia adalah Rp55,96 miliar, dan jumalah belanja tidak terduga dalam APBD Pemerintah Kab/Kota seluruh Indinesia adalah Rp1.763 triliun.

Dijelaskannya lagi, Dalam buku Panduan Pedoman Umum Kesiapsiagaan Menghadapi Penyakit Coronavirus (2019-nCOV) untuk Pemerintah Daerah sebagai acuan dalam pelaksanaan kesiap siagaan mengahdapi 2019-nCOV, yang telah diterbitkan Kementrian Dalam Negeri.
Disebutkan bahwa sebagai percepatan penenggulangan dan pengendalian COVID-19, Pemda perlu melakukan tindakan strategis, diantaranya mengoptimalkan pengguanaan APBD dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19.

Tindakan2 strategis tersebut, diantaranya,
1. Menyediakan sarana prasarana kesehatan yang memadai, antara lain kamar isolasi, jumlah ventilator, aat uji deteksi COVID-19, APD (Alat Pelindung Diri) untuk tenaga medis, di setiap fasilitas keehatan yang menjadi rujukan penanganan COVID-19.
2. Merekrut tenaga medis yang potensiial (dotkter dan tenaga perawat yang baru lulus pendididkan), untuk menjadi relawan dan memberikan pelatihan singkat serta SOP penanganan pasienn COVID-19.
3. Memastkan ketersediaan bahan pangan dan kebutuhan pokok dengan melakukan langkah2 strategis antara lain, dengan menugaskan BUMD yang bergerak di bidang pangan untuk melakukan operasi pasar.
4. Menyediakan bantuan kepada pekerja di bidang sektor informal/harian/pelaku ekonomi tingkat bawah yang terkena dampak ekonomi untuk mencukupi kebutuhan pokok dengan skema bantuan langsung tunai.
5. Penyusunan SOP penanganan COVID-19 yang melibatkan perangkat kelurahan hingga pengurus RT/RW.
6. Pengadaan tenaga relawan per RT/RW untuk memudahkan kesadaran hidup bersih dan memudahkan pendataan warga yang rentan terpapar COVID-19.
7. Pemberian insentif bagi tenaga kesehatan, tenaga tracking kasus COVID-19, tenaga realawan, dan tenaga lainnya yang terlibat dalam penanganan COVI-19, dan
8. Pengadaan sarana prasarana kesehatan bagi masyarakat di wilayah padat penduduk.
Hasanuddin menjelaskan. PISP khawatir Pemda tidak mengalokasikan dengan tepat anggaran tersebut untuk penanganan pandemi COVID-19. Akibatnya, pandemi tidak bisa teratasi dan keselamatan warga terancam, pengalokasian yang tidak tepat pun akan menimbulkan persoalan hukum sebab tidak mengacu pada pedoman yang telah ditetapkan Kementrian Dalam Negeri.

(B_Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *