Upacara Siraman dan Ngalungsur Geni di Desa Dangiang Kecamatan Banjarwangi, Sebagai Warisan Budaya Leluhur

TOKOH DAN OPINI2,227 views

Oleh: Indra Sanjaya, ST

Upacara taradisional merupakan kegiatan upacara yang berhubungan dengan tradisi berbagai macam peristiwa pada masyarakat yang bersangkutan. Upacara tradisional juga merupakan bagian integral dari kebudayaan masyarakat pendukungnya. Oleh karena itu upacara tradisional dapat meningkatkan rasa solidaritas warga dan memiliki nilai-nilai penting sebagai pedoman perilaku masyarakat. Salah satu upacara upacara tradisional yang berlangsung adalah “Siraman dan Ngalungsur Geni” di Desa Dangiang Kecamatan Banjarwangi, Kabupaten Garut.

Prosesi ini bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur pada Tuhan YME dan untuk menghormati leluhur dengan melaksanakan ziarah ke makamnya dan memelihara tinggalan para leluhur berupa benda keramat milik leluhur berupa keris, golok, dan meriam. Pelaksanaan upacara Tradisional Siraman dan Ngalungsur Geni dilaksanakan setiap tahun pada hari dan bulan tertentu yakni pada tanggal 12 bulan Maulud.

Upacara Siraman dan Ngalungsur Geni yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Dangiang memiliki makana Siraman artinya mencuci, Ngalungsur berarti mewariskan atau meneruska, dan Geni adalah salah satu nama benda pusaka meriam bernama Guntur Geni yang merupakan senjata peninggalan dari Eyang Gusti Batara Turus Bawa, yakni salah satu pendiri Desa Dangiang. Dengan demikian upacara Siraman dan Ngalungsur Geni memiliki arti mencuci dan meneruskan (mewarisi) kesaktian benda-benda pusaka milik leluhur, sekaligus sebagai penghormatan pada leluhur sebagai cikal bakal pendiri desa.

Benda-benda pusaka tersebut disimpan di dalam peti khusus berukuran kurang lebih 1 x 2 meter, yang diletakkan di rumah Joglo yakni sebuah rumah khusus tempat menyimpan benda pusaka. Ngalungsur Geni kemudian diartikan menurunkan atau mengeluarkan benda-benda pusaka peninggalan leluhur yang disimpan di rumah Joglo maupun yang disimpan oleh perorangan di rumah-rumah warga, untuk kemudian dicuci atau dimandikan di setiap bulan Maulud.

“Ada lima tahapan dalam upacara Siraman dan Ngalungsur geni yaitu ngalirap, membuka sejarah desa, ziarah kubur, mencuci benda-benda pusaka, dan doa bersama”

Ngalirap adalah bergotong royong untuk membuat pagar baru di sekitar rumah joglo, membersihkan jalan, masjid, dan makam. Kegiatan ini dilakukan pagi hingga sore hari. Malamnya, dilaksanakan acara membuka sejarah desa yang dipimpin oleh kuncen di Joglo hingga dini hari. Usai menceritakan sejarah desa, dilanjutkan ziarah ke makam leluhur Eyang Batara Turus Bawa dan sekitar pukul 11.00 WIB masyarakat kembali ke Rumah Joglo untuk melaksanakan upacara mencuci benda pusaka.

“Prosesi Mencuci benda pusaka dilakukan di Sungai Cidangiang yang jaraknya sekitar 300 meter dari Joglo, air bekas cucian benda pusaka ini dipercaya masyarakat dapat memberi berkah keselamatan, kesehatan, dan keberhasilan”.
Setelah benda pusaka dicuci, kemudian dimasukan lagi kedalam peti dan disimpan kembali ke ruang khusus yang ada di Joglo. Kemudian dilanjutkan doa dan makan bersama, diikuti semua warga khususnya yang berasal dari desa dangiang. Tumpeng dan hasil bumi yang dibuat oleh ibu-ibu sebagai hantaran tuang untuk dimakan bersama keluarga sebagai rasa syukur guna memetik keberkahan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *