Fikom Uniga Munculkan Gagasan Kearifan Lokal dalam Pencegahan Covid-19

MIMBAR EDUKASI1,458 views

Acara Webinar ini dibuka secara langsung oleh Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Prof Dr Hj Ummu Salamah, MS, serta dipandu oleh Moderator Dr Zikri Fachrul Nurhadi, M Si, yang sekaligus sebagai Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Garut.

Dalam sambutanya Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Prof Dr Hj Ummu Salamah, MS, mengungkapkan, pada masa sekarang Corona Virus Disease (Covid-19) yang telah ditetapkan sebagai pandemi global menuntut masyarakat untuk bekerjasama, saling bersinergi dengan pemerintah dalam mencegah dan juga menanggulangi virus tersebut.

“Berbagai cara bisa diterapkan dalam menghadapi hal tersebut salah satunya dengan menangkal corona dengan cara kearifan lokal,” ujarnya, Rabu (20/05).

Dengan diselenggarakanya Webinar ini, lanjut ia, diharapkan hendaknya kita sebagai masyarakat yang mempunyai kebudayaan sangat beraneka ragam, dapat menjalankan atau melakukan suatu tindakan dengan cara kearifan lokal, yang mampu menjalankan suatu kegiatan tanpa menyalahi aturan apapun.

“Penerapan kegiatan yang disesuaikan dengan kearifan lokal juga diharapkan dapat menjadi sesuatu yang memiliki nilai dari semua aspek baik dari segi ekonomi, sosial, agama dan lainnya” kata Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Prof Dr Hj Ummu Salamah, MS.

Prof Atie Rachmiatie menjelaskan bahwa Pandemi Covid-19 ini dilihat dari kearifan lokal memiliki potensi untuk membentuk budaya dan gaya hidup baru, menimbulkan perilaku/habit baru, saling berpengaruh dengan sistem politik, ekonomi, sosbud, serta menimbulkan perubahan sosial, menimbulkan perubahan individu, perubahan pada nilai-nilai (Values) kehidupan.

Narasumber selanjutnya, Dr Puji, yang menjelaskan bahwa kearifan lokal dibangun melalui beberapa sosialisasi: sosialisasi kearifan lokal seni, kearifan lokal makanan, kearifan lokal perilaku (gotong royong, gerakan jogo tonggo). Sementara Drs Bambang Subarna, M Sn, menjelaskan bahwa Pandemi Covid-19 ini disikapi oleh masyarakat Indonesia khususnya oleh Masyarakat Sunda.

Di dalam khasnah budaya sunda, penyakit atau sasalad dipandang sebagai bagian dari siklus alam untuk menemukan keseimbangannya, dimana manusia merupakan bagian dari siklus tersebut,” papar Bambang.

Ada 3 istilah yang dikemukakan Bambang mengenai Pandemi Covid-19 ini yaitu, Sasalad (bahasa Sunda), Pageblug (bahasa Jawa); Wabah (bahasa Indonesia). Tentunya dalam penanganan Covid-19, ini perlu adanya pendekatan kultur berbasis RT dan RW, jadi standardisasi utama dalam menangani Corona. Sehingga Rapid Test dan Swab Test harus dilakukan secara massif.

“Alat tesnya harus ada di kecamatan, sehingga setiap hari orang di kampung diperiksa, sedangkan orang dari luar dikunci dan jika ada diisolasi,” pungkasnya. (Ndy)

Komentar ditutup.