Terkait Jalan Poros di Garut, DPRD Sejak Awal Sudah Peringatkan Dinas PUPR

HARIANGARUTNEWS.COM – Pembangunan jalan poros Cilawu – Banjarwangi yang dilakukan pemerintah daerah kabupaten Garut, akhirnya mendapat penolakan masyarakat dan sejumlah aktifis lingkungan. Penolakan tersebut dibuktikan dengan aksi unjuk rasa ratusan massa yang tergabung Konsorsium Penyelematan Cikuray ke gedung DPRD Jl. Patriot Garut, Selasa (3/3).

Anggota Komisi II DPRD Garut Fraksi Gerindra, Dedi Suryadi saat dihubungi melalui telepon selularnya menyampaikan jauh hari tepatnya tanggal 10 Januari di rapat komisi telah memanggil dinas PUPR untuk menghentikan proyek pembangunan jalan tersebut, sebelum mengantongi perizinan terutama penggunaan tanah lahan Perhutani. Selain itu belum jelasnya Detail Engineering Design (DED) atau produk perencanaan yang belum selesai Analisi Dampak Lingkungan (AMDAL)-nya.

“Riak penolakan jauh hari sudah muncul, sehingga kami memanggil dinas PUPR untuk menghentikannya. Apalagi izin amdal dan perhutani belum kelar. Pihak PUPR pun menyadari itu, sehingga bersedia menghentikan, tetapi entah apa proyek malah dilanjutkan”, ujar mantan ketua DPRD periode 2004 – 2009 tersebut.

Imbuh Dedi, semua yang baik itu belum tentu benar. Membuat jalan itu baik, tetapi kalau tidak tepat bisa saja menjadi negatif. Pembangunan jalan poros itu tidak terlalu urgen, bisa saja dialihkan seperti memperbesar ruas jalan antara Cikajang – Banjarwangi. “Ya, usulan kita itu karena tidak terlalu urgen”, katanya.

Terkait pembangunan jalan poros dengan anggaran Rp. 3,2 miliar itu di swakelola-kan, Dedi membenarkan sesuai keterangan dinas PUPR, tetapi dirinya belum melihat boleh atau tidaknya di swakelola-kan secara aturan.

Sementara, para pengunjuk rasa yang tergabung dengan nama Konsorsium Penyelematan Cikuray melakukan penolakan karena berpotensi pada kerusakan alam dan ekosistem. Lagi pula pemkab Garut tidak menempuh prosedur perijinan pinjam pakai hutan dan Amdal.

Koordinator aksi, Aa Usep Ebit Mulyana menyebutkan, krisis ekologis di kabupaten Garut semakin memuncak, ditandai dengan kekeringan, longsor, banjir bandang, yang terjadi secara massif dalam beberapa tahun terakhir.

“Kerusakan sumber daya alam yang menimbulkan dampak penurunan daya dukung kehidupan, semakin terbatasnya suplai air bersih bagi kebutuhan rumah tangga, pertanian, perikanan, peternakan dan industri, serta dampak lanjutan munculnya krisis ekonomi dan moral bangsa,” kata Ebit.

Tambahnya lagi, penyumbang terbesar kerusakan lingkungan hidup di kabupaten Garut adalah produk-produk kebijakan pemerintah daerah dan pelaksanaan pembangunan yang mengabaikan kaidah-kaidah lingkungan hidup. Padahal dalam Rencana Tata Ruang Provinsi Jawa Barat, wilayah kabupaten Garut diposisikan sebagai kawasan lindung yang merupakan daerah penyangga Ibu kota Provinsi Jawa Barat. (Bulan**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *