Adin mengaku, awalnya saya kurang optimis untuk mencalonkan diri. Permasalahan minim biaya menjadi hal klasik yang dihadapi saat itu. “ Namun warga meemberikan dukungan dan kepercayaan penuh sehingga membuat saya mantap maju untuk mencalonkan diri,” tandasnya.
Mantan Ketua BPD Desa Neglasari ini mengisahkan, sebelum menjadi kepala desa dirinya menekuni profesi sebagai penarik ojeg motor di lingkungan sekitar.
“Saya hanya punya modal kampanye sebesar Rp 11 juta. Biaya sebesar itupun dikeluarkan plus biaya sertijab kepala desa. Selain itu, kampanye pun dilakukan hanya tiga hari saja. Sementara saingan saya menghabiskan dana kampanye sampai Rp 300 juta,” kenang pria lulusan SMA PGRI Garut tahun 1988 ini.
Kini perlahan-lahan tapi pasti, kades yang dilantik 2015 lalu ini terus membenahi berbagai sarana dan prasarana desanya. Berbagai kegiatan pemerintahan desa yang kini tengah digenjotnya ialah membangun jalan desa, drainase serta pemberdayaan masyarakat adalah.
Suami dari Hayati ini dikenal amanah dalam merealisasikan anggran pemerintahannya, termasuk dalam pengguinaan dana desa.
Menurutnya, banyak suka maupun duka menjadi seorang kepala desa. Bijak dalam mensikapi setiap persoalan yang muncul serta selalu hadir di tengah-tengah masyarakat menjadi salah satu modal kuatnya untuk membangun kondusifitas desanya.
“Jangankan berbuat kesalahan, melakukan kebenaran pun kerap dipandang salah. Setiap gerak langkah kemanapun akan menjadi perhatian masyarakat tak hanya di satu desa tapi menjadi perhatian bagi tetangga desa-desa lainnya. Itulah konsekwensi menjadi seorang pemimpin,” tuturnya.
Komentar ditutup.