HARIANGARUTNEWS.COM – PT Elva Primandiri dinilai gagal, wanprestasi dan merugikan pedagang selama 10 tahun. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut didesak segera mengambil keputusan dan kebijakan tegas terkait kerja sama pengelola Pasar Limbangan dengan PT Elva Primandiri. Selain itu, tuntutan untuk melakukan pembenahan dan perombakan total dalam tata kelola pasar.
Salah seorang tokoh juga pengurus pengelola Pasar Limbangan, Cecep Totoh, kepada hariangarutnews.com menyampaikan, bahwa tuntutan pemutusan kerja sama dengan PT Elva Primandiri ini bukan tanpa alasan. Para pedagang mengeluh, kerja sama yang telah berlangsung dinilai sudah dianggap gagal dalam membangun pasar, sesuai kontrak dengan Pemkab Garut, dan gagal dalam mengelola.
”Jadi dikatakan memang wanprestasi. Dari awal pun bila PT. Elva Primandiri wanprestasi, dan kita bukan saat ini saja menyerukan masalah ini sudah berkali-kali ke berbagai instansi dan termasuk ke dewan sendiri, masalah ini tidak ada penyelesaian,” ujar Cecep Totoh, Sabtu (08/10/2025).
Cecep menyebut, pengelolaan pasar sudah tidak profesional sejak awal karena diisi oleh orang-orang yang tidak kapabel/ahlinya, jadi asal-asalan. Keluh kesah dan aspirasi ini kata dia, sudah berulang kali disampaikan kepada DPRD, Pemkab Garut dalam hal ini Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disprindag) hingga kepada Bupati yang sudah berganti-ganti.
“Sampai hari ini, penyelesaian terkait Pasar Limbangan, baik itu masalah pemutusan kontrak PT Elva yang berlarut-larut, masalah pasar yang carut marut, artinya dari sisi ini pedagang banyak yang dirugikan,” ungkap Cecep.
Pelanggaran aturan oleh developer,
Cecep juga menyampaikan dampak negatif kongkret, mulai dari harga kios, penertiban dan intimidasi, hingga tata ruang. Menurutnya, sejak awal PT Elva Primandiri ditunjuk oleh Pemkab Garut sebagai developer Pasar Limbangan, penjualan sudah melanggar aturan yang disepakati.
Penjualan kios tidak mengacu pada aturan. Yang seharusnya menjadi prioritas adalah pedagang existence (yang punya surat izin), namun kenyataannya di lapangan, siapa yang punya uang duluan itulah yang mendapatkan kios, sehingga terjadi carut marut dan tumpang tindih kepemilikan. Kemudian masalah zonasi, penempatan pedagang di awal tidak membahas zonasi. Setelah pasar ditempati, tiba-tiba muncul aturan zonasi sesuai komoditas, yang akhirnya menimbulkan gejolak.
Cecep juga menyebut, para pedagang merasa Pemkab Garut yang seharusnya menjadi wasit antara pedagang dengan developer, seakan-akan diam membiarkan manuver PT Elva Primandiri. Seharusnya dicut (putuskan), karena ada aturan, dan ada Master Building Operation Transfer (MBOT), ada perjanjiannya. Kalau memang tidak sesuai kenapa tidak ada peringatan kesatu, kedua, dan ketiga.
Saat ini lanjut Cecep, tuntutan pemutusan kontrak dan feformasi pengelolaan
permasalahan sudah menginjak tahun kesepuluh sejak pasar ditempati, sejak dibangun tahun 2013. Ini memicu para pedagang merencanakan aksi untuk menuntut Pemkab Garut untuk segera memutus PT Elva Primandiri sebagai pemegang hak di OT Pasar Limbangan dan segera merestrukturisasi pengelolaan kepengurusan yang sekarang.
Cecep menilai, pengelolaan yang ditunjuk PT Elva saat ini sangat tidak produsen. Biaya ditarik, sementara pemeliharaan maintenance gedung diabaikan. Kemudian, dugaan pelanggaran hukum dan diskriminasi, Cecep juga membeberkan pelanggaran yang ia klaim dari sisi hukum dan kemanusiaan. Mengutip biaya pajak tidak disetor, mengutip biaya untuk kepemilikan sertifikat HGB dari pedagang Rp1-2 juta tapi tidak diproses, dan menjual fasilitas Fasos Fasum, seperti gudang dan sarana genset yang dirubah menjadi kios.
“Itu kan pidana. Ini sudah wanprestasi, sudah jelas pidana. Apa yang menjadi pertimbangan untuk dipertahankan. Kita akhirnya bersuuzon ke pihak Pemda, ke pihak dinas, ini ada apa? Artinya ada kongkalikong pihak pemerintah dengan developer pasar,” sebutnya.
Di Pasar Limbangan juga dianggap didiskriminasi karena harus membayar, sementara pasar lain seperti Wanaraja, Samarang, dan Leles, tidak membayar biaya APBD. Ia meminta Bupati Garut bertindak tegas dan rencana aksi lanjutan. Bupati segera membuka perjanjian antara Pemkab Garut dengan PT Elva Primandiri, dan mengambil langkah-langkah tegas tanpa toleransi.
”Bapak Bupati adalah mandat dari masyarakat Garut, dipilih masyarakat Garut termasuk kita pedagang Pasar Limbangan. Mohon segera dibuka perjanjian antara Pemda Garut dengan PT. Elva Primandiri. Dan lakukan dengan langkah-langkah yang tegas,” pintanya.
Cecep menegaskan, bahwa prioritas saat ini adalah memutus dulu kerja sama dengan PT Elva Primandiri. Setelah itu, duduk bersama anta pedagang dengan Pemkab Garut untuk menentukan skema pengelolaan ke depan yang tidak merugikan pedagang dan membuat pasar lebih maju.
“Jika tuntutan ini tidak dipenuhi, pedagang berencana akan melakukan aksi tutup pasar. Mereka juga akan melangkah lebih jauh ke tingkat provinsi dan menemui Gubernur Dedi Mulyadi yang dinilai responsif terhadap isu publik,” pungkasnya. (Ferdi)










Komentar