Pesta Rakyat Berujung Duka, Ini Kata Ketua Dewan Adat Garut

FOKUS5,344 views

HARIANGARUTNEWS.COM – Keluarga Besar Dewan Adat Kabupaten Garut, menyampaikan ucapan belasungkawa atas insiden meninggalnya dua warga dan satu anggota petugas kepolisian dalam acara pesta rakyat, yang merupakan rangkaian resepsi pernikahan Wakil Bupati Garut drg Putri Karlina dan Putra Gubernur Jawa Barat, Maula Akbar, di Alun-alun Garut, Jum’at (18/07/2025)

“Kami segenap keluarga Besar Dewan Adat Garut mengucapkan belasungkawa yang sedalam dalamnya atas insiden kecelakaan di acara pesta rakyat dalam rangka memeriahkan pernikahan Wakil Bupati Garut dengan Putra Pertama Gubernur Jawa Barat barat yang mengakibatkan meninggalnya 3 warga Garut dan salah satunya anggota Polri. Semoga mereka Husnul Khatimah, diterima amal ibadahnya ditempatkan di tempat yang mulia dan semoga keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan kesabaran juga keikhlasan,” ungkap Ketua Dewan Adat Kabupaten Garut, Cepi Kusuma, Sabtu (19/07/2025).

Cepi menuturkan, kejadian ini merupakan sebuah peristiwa duka yang mendalam bagi warga Garut. Meskipun, lanjut Cepi, disadari bahwa tidak ada kejadian yang tidak lepas dari kehendak Yang Maha Kuasa.

“Kami, Dewan Adat Kabupaten Garut tidak menyalahkan siapapun dalam hal ini, tetapi ada yang harus kami sampaikan tentang nilai-nilai tradisi luhur di Garut yang harus diketahui oleh para Pengagung Negeri agar hal serupa tidak terjadi lagi,” ujarnya.

Lanjut Cepi, Garut merupakan wilayah Kabataraan atau Keramaan Pusat spiritual yang ditandai dengan berdiri kokohnya Gunung Cikurai atau Srimanganti sebagai puseur juga gunung-gunung yang mengelilingi Kota Garut sebagai kemandalaan, sejarah panjang tentang Kerajaan Timbanganten, Kerajaan Kertarahayu, Galih Pakuan, Galuh Pakuan sebagai Pajajaran terakhir.

Cepi memaparkan, di dalam tradisi luhur Garut yang sekarang masih terjaga salah satunya yaitu mensakralkan Bulan Muharam yaitu bulan yang disucikan sebagai awal pembuka tahun. Dimana Bulan Muharam ditidakbolehkan atau pamali oleh Pengagung Negeri, baik itu Adipati, Tumenggung atau pun Demang untuk melaksanakan keriaan atau hajat pribadi karena Bulan Muharam difokuskan untuk Seba Nagara, yaitu Panglokatan/Ruwat wilayah.

“Bentuk rasa syukur atas kebaikan yang diraih di tahun kebelakang serta berdoa tolak bala agar tahun kedepan lebih baik makmur tentram kerta raharja. Tradisi ini masih terjaga di Kemandalaan Panembong atau Ciburuy serta Ciela yang mana acara di dua tempat ini terjaga turun temurun dari ribuan tahun kebelakang,” papar Cepi Kusuma.

Masih kata Ketua Dewan Adat Garut, di Ciela, acara nyekar ke Batara Panembong Kecamatan Bayongbong diakhiri dengan syukuran juga membuka pusaka serta Peta Ciela yang dibuat 300 tahun sebelum tahun 1640 Masehi. Di Ciburuy, kata Cepi, acara Seba diawali dengan ngikis dan ritual doa untuk keselamatan negeri diakhiri dengan dibukanya Naskah Kuno yang pada jaman dahulu pemuka negeri atau gubernur, bupati pada saat ini, yang membacakan tentang naskah-naskah hidup sebagai petuah agar rakyatnya tetap di dalam jalan kemanusiaan.

“Adapun naskah yang dikupas pada masa itu adalah, Naskah Jati Raga yang ditulis oleh Prabu Darmasiksa, Naskah Sanghyang Hayu, Naskah Siksa Kandang Karesian, Naskah Darma Patanjala dan yang lainnya. Tradisi luhur ini dilakukan di Bulan Muharam, waktu khusus yang harus dilakukan oleh pemimpin negeri sebagai bukti pengabdian kepada tanah dan airnya,” katanya.

Kejadian musibah hari Jum’at kemarin, lanjut Cepi, merupakan Jum’at Legi Wekasan atau penutup Jum’at di Bulan Muharam, bertepatan dengan acara ritual khusus adat Ciela yaitu Lungsur Pusaka dan membuka Peta Kerajaan Timbanganten. Kemudian tujuh hari setelah hari Jum’at akan dilaksanakan acara Seba di Ciburuy Rebo Wekasan, Rabu penutup akhir Muharam juga bertepatan dengan 7 harinya kejadian yang mengakibatkan warga Garut meninggal dunia.

“Tidak ada hal yang kebetulan, justru dengan ini para petinggi negri seyogyanya memperhatikan tradisi luhur ini agar tidak terjadi hal serupa. Bukan halnya sepele, perlu kita semua renungkan dan petik pelajaran dari hal buruk ini,” tandasnya.

Ia menambahkan, dalam tradisi leluhur Garut ketika ada balai/musibah yang terjadi kepada masyarakat, maka pemimpin harus secepatnya membuat sebuah lokatan atau permohonan maaf terhadap lemah cai (tanah air) juga seisinya atas kekurangan serta kesalahan dalam menempatkan waktu sehingga terjadi balai/musibah dengan cara berdoa sedekah bumi dan mengikuti acara Seba agar kedepan semua terselamatkan.

“Ini ungkapan kami sebagai warga Garut yang masih memegang adat dan tradisi Garut, tanda menghormati para pemimpin kami. Karena kami punya kewajiban menerangkan dan memberi saran kepada para pemimpin agar kejadian serupa tidak terjadi juga pemimpin beserta masyarakatnya selamat sehat sejahtera. Ada pepatah larangan, teu menang dirampak Bubuyut teu menang dirubah bisi kena Mamala (Jangan dilanggar nanti ada akibatnya),” pungkasnya. ***

Komentar