Catatan Redaksi : Sihir “Sang Petahana” di Debat Pertama Pilkada Garut

FOKUS1,993 views

Alih-alih jadi ajang adu gagasan besar dan segar, debat ini agak terasa hambar, mungkin hanya Calon Bupati Garut dari Paslon 01 yang sedikit berbeda. Bukan hanya karena teknisnya kurang mendukung, tapi juga karena kedua paslon tampak canggung dan terlihat gamang. Namun begitu, debat seperti ini tetap penting. Tidak hanya bagi paslon, tapi juga bagi pemilih yang masih ragu dan belum yakin siapa yang harus mereka pilih.

Di tengah dinamika demokrasi kita, debat bukan sekadar formalitas. Ia adalah tempat di mana kompetensi diuji dan visi dibedah. Apa yang disampaikan di panggung itu bisa memberi gambaran, mana calon yang benar-benar tahu persoalan dan mana yang hanya berbicara manis. Pemilih cerdas butuh bahan pertimbangan. Mereka tidak cukup dengan janji-janji di baliho, tapi ingin melihat siapa yang benar-benar siap memimpin.

Dibagi enam segment dengan durasi hanya sekitar 60 detik sampai 120 detik, mereka butuh struktur argumen yang padat dan ringkas. Dalam waktu sependek itu, butuh latihan agar pesan bisa disampaikan dengan tepat dan efektif. Debat pertama di Pilkada Garut 2024 ini tampak seperti tidak ada panelis ahli. Ini menyebabkan terasa berantakan karena tak ada penjelasan awal yang memberikan kerangka tentang tema besar “Peningkatan Kesejahteraan, Pelayanan, Memajukan Daerah dan Menyelesaikan Persoalan Berbasis Daerah”. Akhirnya, publik bisa melihat jelas, mana yang tampil sungguh-sungguh dan mana yang hanya retorika. Pemimpin tidak hanya soal bicara, tapi juga soal ketulusan dan kemampuan untuk memberi solusi.

Tidak bisa dipungkiri, debat tidak selalu menentukan kemenangan. Tapi, debat bisa jadi referensi penting bagi pemilih yang belum menentukan pilihan. Debat adalah kesempatan untuk membandingkan para kandidat secara langsung. Dari bahasa tubuh, gaya bicara, dan cara mereka menjawab pertanyaan, masyarakat bisa menilai mana calon yang punya kapasitas dan mana yang hanya bergantung pada gimmick atau pencitraan.

Bagi mereka yang masih ragu, debat memberikan wawasan tambahan. Dengan mendengar langsung, mereka bisa menimbang dengan lebih jernih. Apakah calon ini benar-benar memahami persoalan Garut? Apakah ia mampu menawarkan solusi yang masuk akal? Atau sekadar menyusun janji tanpa dasar? Tema “Peningkatan Kesejahteraan, Pelayanan, Memajukan Daerah dan Menyelesaikan Persoalan Berbasis Daerah” sebenarnya mengandung tantangan besar. Bagaimana pemimpin daerah bisa mempertahankan nilai-nilai lokal, sambil membawa inovasi agar bisa bersaing di kancah global? Ini tidak mudah. Pemimpin yang hanya pandai bicara tapi minim pemahaman dan pengalaman akan sulit menjalankan visi sebesar ini.

Tema debat “Peningkatan Kesejahteraan, Pelayanan, Memajukan Daerah dan Menyelesaikan Persoalan Berbasis Daerah”, aspek-aspek ini sangat penting. Memajukan daerah bukan hanya soal kesejahteraan atau pelayanan, tapi juga bagaimana budaya lokal dijaga dan dikembangkan. Pemimpin yang baik bukan hanya mampu membangun “brand image”, tapi juga memperkuat identitas masyarakatnya. Inilah yang akan menentukan sejauh mana Garut bisa bertahan menghadapi perubahan global.

Tapi, dari debat malam tadi, dari keenam segmen mulai pembukaan, pertanyaan panelis kepada calon Bupati, pertanyaan kepada Wakil Bupati, debat antar Bupati, debat antar wakil Bupati, dan segmen penutup, kedua paslon terlihat tampak saling menggali isu ini dengan serius, konkretnya saat menjelaskan tentang bagaimana budaya dan potensi lokal bisa dioptimalkan untuk bersaing secara global. Memang demikian, pemimpin daerah yang sukses harus punya kemampuan membaca peluang dan tantangan dengan tajam.

Meski banyak kekurangan, debat Pilkada tetap penting. Ia menjadi cermin bagi masyarakat untuk melihat siapa yang benar-benar siap dan siapa yang hanya berpura-pura. Pemilih tidak lagi sekadar melihat siapa yang paling populer, tapi siapa yang paling kompeten dan tulus. Dari sini, kita bisa berharap bahwa proses Pilkada Garut menjadi lebih bermakna, bukan sekadar rutinitas politik lima tahunan.

Ke depan, debat kedua yang akan digelar pada 20 November 2024 mendatang, harus diselenggarakan dengan lebih baik. Panelis ahli dan struktur debat yang jelas mutlak diperlukan agar diskusi lebih fokus. Paslon juga harus lebih serius mempersiapkan diri. Mereka harus paham, debat bukan soal menang atau kalah di panggung, tapi soal menyampaikan visi dan misi dengan jelas dan meyakinkan. Debat adalah bagian dari proses pendidikan politik. Masyarakat harus diberi ruang untuk melihat langsung siapa calon pemimpin mereka.

Secara singkat rumus untuk memenangkan ajang sebuah debat adalah tiga P; performance, performance, and performance. Penampilan, penampilan, dan penampilan. Dalam hal ini, sebagai incumbent mantan Wakil Bupati Garut Helmi Budiman jelas jauh lebih matang dan berpengalaman. Ia dikenal sebagai seorang politis flamboyan. Dia juga digilai oleh emak-emak. Dalam setiap kunjungannya ke berbagai daerah banyak yang termehek-mehek ketika bertemu Helmi. Penampilannya sangat percaya diri. Berpakaian formal mengenakan jas, tubuh bugar dengan kulit kecoklatan karena banyak berolahraga dan terbakar matahari, plus senyum yang menawan.

Sejumlah jajak pendapat menyimpulkan, ketika masyarakat Garut menyaksikan dan mendengarkan debat baik secara langsung maupun melalui televisi, mereka mengunggulkan Helmi. Sebagai incumbent penguasaannya atas materi yang berkaitan dengan pemerintahan sangat mantap. Ia matang di lembaga legislatif dan pemerintahan.

Pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Garut 2018 lalu, bersama Rudy Gunawan, Helmi memenangkan Pilkada. Saat itu dia tercatat sebagai Wakil Bupati dua periode sepanjang sejarah Garut. Sihir Rudy-Helmi yang dikenal dengan istilah “Gabrug” bekerja dengan sempurna.

Ya, penampilan sang petahana, Helmi Budiman tadi malam cukup meyakinkan. Sebagai politikus berpengalaman, dia tampil percaya diri. Seperti diperkirakan, Helmi akan mampu menjawab dan menguasai materi mulai penanganan sampah, stanting, obyek wisata Bagendit, pengangkatan P3K, akses data atau potensi lokal yang digencarkan dari kubu paslon 02. Pada saat penyampaian pernyataan penutup Helmi yang didampingi Wakilnya Yudi, dengan gagah menawarkan “Kartu Someah” sebagai solusi menjawab permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat.

Garut butuh pemimpin yang tidak hanya mampu bicara, tapi juga bisa bekerja nyata. Sebab, dalam demokrasi, suara pemilih adalah mandat yang harus dijalankan dengan tanggung jawab dan hati. Semoga kita bisa belajar dari debat ini untuk masa depan yang lebih baik.