Kisah Wirdhanto Kapolres Garut, Mendapat Gelar Adhi Makayasa dan Berbagai Prestasi Berkat Seorang Ibu

FOKUS4,509 views

Wirdhanto mengaku, ia tak memiliki niat sama sekali untuk menjadi polisi, karena tak ada seorang pun dalam anggota keluarganya yang menjadi polisi atau bekerja di kemiliteran. Justru karena anggota keluarganya kebanyakan menjadi dokterlah yang membuat Wirdhanto turut ingin menjadi seorang dokter.

Tanpa pengetahuan dasar mengenai dunia kepolisian, Wirdhanto pun mendaftarkan diri di Akademi Kepolisian Semarang pada tahun 2000. Pria asal Semarang itu pun akhirnya dinyatakan lolos hingga ke tingkat pusat dan mendapat informasi untuk melaksanakan tes seleksi masuk di Jakarta.

Terdapat cerita lucu ketika Wirdhanto pergi ke Jakarta untuk melaksanakan tes masuk akademi kepolisian. Ia mengaku sempat berniat untuk melarikan diri dari tes seleksi masuk tersebut.

“Saya udah sempet cari tahu jalan keluar buat saya kabur, sampai akhirnya saya nemu gorong-gorong yang kira-kira bisa dijadikan jalan buat kabur. Niat saya kabur itu nanti di hari kedua, tapi belum apa-apa, di hari pertama temen saya udah ada yang kabur duluan, tapi ketangkep. Kita langsung dikumpulin di lapangan dan dimarahi sama provos polisi”, ungkapnya sambil tertawa. Saat Talkshow di Guar Garut, Selasa (18/10).

Sempat terjadi pergolakan batin dalam diri Wirdhanto, apalagi ketika mendengar ucapan provos polisi yang mengatakan upaya pelarian diri itu hanyalah tindakan yang merugikan karena telah menghamburkan biaya yang sudah dikeluarkan negara untuk tes seleksi masuk akademi kepolisian tersebut.

Di usianya yang masih labil, Wirdhanto dengan hati yang berat mencoba menelpon keluarga dan mengungkapkan bahwa dirinya sudah tak bisa mengundurkan diri dari kepolisian. Dengan sabar, Ibu Wirdhanto mengungkapkan dirinya siap menjemputnya ke Jakarta dan rela mengeluarkan biaya ganti rugi negara apabila hati Wirdhanto bukan di kepolisian. Mendengar hal tersebut, seketika hati Wirdhanto terenyuh, ia tak rela bila keluarganya harus mengeluarkan biaya hanya karena dirinya yang tak ingin masuk di kepolisian. Sejak saat itulah, Wirdhanto memantapkan hatinya untuk menjadi seorang polisi.

Berkat kegigihan dan kerja kerasnya, Wirdhanto dinyatakan lulus akademi kepolisian pada tahun 2003 dengan gelar “Adhi Makayasa” yang merupakan sebutan bagi lulusan terbaik di kepolisian. Hebatnya, anak kedua dari dua bersaudara itu mendapat kehormatan untuk dilantik menjadi lulusan terbaik secara langsung oleh presiden Republik Indonesia pada saat itu, yaitu Presiden Megawati Soekarnoputri di Istana Merdeka.

“Setelah lulus akademi kepolisian tahun 2003, sebagian besar masa dinas saya itu di Jakarta. Sempat juga ke Kota Makassar dan sekarang akhirnya di Garut,” ungkap Wirdhanto.

Di Jakarta, Wirdhanto sempat menjabat menjadi Kapolsek Tambora sekitar tahun 2015. Menurutnya, tantangan terbesar menjadi Kapolsek Tambora adalah masalah tawuran. “Tambora merupakan kecamatan terpadat se-Asia Tenggara, jadi tingkat kepadatan rumah dan warganya itu sangat luar biasa. Jadi konflik sosial gesekan antar kelompok sangat rentan, utamanya di kalangan remaja, ” tutur Wirdhanto.

Menanggapi konflik sosial tersebut, Wirdhanto membuat sebuah gerakan inisiasi yang disebut GMAT (Gerakan Masyarakat Anti Tawuran) yang melibatkan masyarakat umum, tokoh agama, tokoh muda, bahkan termasuk TNI/Polri untuk menyatakan sikap menolak tawuran di wilayah Tambora.

Dengan inisiasi GMAT yang dibuatnya, hanya dalam kurun waktu 1 tahun, Wirdhanto berhasil menumpas habis permasalahan tawuran yang berada di wilayah Tambora. Sebagai bentuk apresiasi atas keberhasilannya, Wirdhanto membuat sebuah tugu berbentuk 3 kepalan tangan yang dibangun di jalan Profesor Latumenten, Tambora, Jakarta Barat. “3 kepalan tangan itu maksudnya yang satu untuk pemerintah meliputi TNI/Polri dan sebagainya, yang satunya merupakan tokoh-tokoh agama, dan yang terakhir itu masyarakat. Ini adalah sebuah bentuk penyatuan komitmen diantara 3 elemen, kami menyebutnya Monumen GMAT,” terang Wirdhanto.

Uniknya, dibalik momen penandatanganan peresmian monumen GMAT, Wirdhanto mengungkapkan bahwa hari penandatanganan tersebut ia tepatkan dengan tanggal lahir ayahnya. Selain monumen GMAT, ternyata sebelumnya Wirdhanto juga sempat membuat sebuah prasasti yang ia bangun di Polsek Tambora yang mana penandatanganan resminya pun ia tepatkan dengan tanggal lahir ibunya. Wirdhanto mengaku, ia sangat menyayangi kedua orang tuanya, karena baginya do’a orang tua merupakan do’a paling mujarab yang tiada duanya.

Setelah menjabat sebagai Kapolsek Tambora, Wirdhanto juga sempat bertugas di polrestabes dan polda Makassar. Hingga akhirnya pada tahun 2021 kemarin, Wirdhanto dipindahtugaskan ke Garut. Terhitung sudah sekitar 1 tahun 5 bulan lamanya ia bertugas dan diberi kepercayaan menjadi Kapolres Garut. Selama bertugas di Garut, Wirdhanto mengungkapkan bahwa sebagian besar tugasnya bergerak di bidang hukum, seperti narkotika dan obat-obatan beserta kejahatan jalanan. Ia juga mengaku dirinya telah membentuk tim khusus “Sancang” Anti Premanisme dan Narkoba.

Selain bergerak di bidang hukum, Wirdhanto dan jajarannya juga terjun di bidang ekonomi kerakyatan. Contohnya seperti kasus tukang cukur Asgar (Asli Garut) yang sudah ia kumpulkan untuk bekerjasama dengan beberapa instansi dengan maksud mensejahterakan tukang cukur Asgar. Tak lupa, Wirdhanto juga membuatkan sebuah monumen khusus untuk tukang cukur Asgar yang dibangun di daerah Banyuresmi. Selain itu, Wirdhanto juga sempat membuatkan monumen lain di daerah Leles untuk pengrajin bendera merah putih.

Tak cukup sampai di situ, Wirdhanto ternyata memiliki prestasi lain yang sempat ia peroleh semasa duduk di bangku SMA. Tepatnya pada tahun 1998, Wirdhanto pernah terpilih menjadi anggota paskibra nasional mewakili Jawa Tengah.

Selain segudang prestasi yang berhasil ia raih, Wirdhanto ternyata memiliki sisi lembut dalam hatinya. Ia secara rutin sering melakukan kegiatan sosial membantu masyarakat yang sedang kesusahan. Seperti beberapa waktu yang lalu, ia membantu seorang penderita kanker kulit di daerah Cibatu. Di tahun lalu pun ia memberikan bantuan kepada kembar siam di daerah Wanaraja. “Untuk kegiatan sosial itu merupakan bagian dari program internal saya yang dalam penjabarannya itu melalui program Jum’at berkah. Dimana saya mengarahkan polres Garut untuk memberikan sumbangan secara cuma-cuma kepada yang membutuhkan yang kami agendakan setiap hari Jum’at”, jelas Wirdhanto.

“Semoga melalui program Jum’at berkah ini bisa menghindarkan kita dari segala marabahaya, malapetaka dan permasalahan serta kita bisa ditutupi aibnya sebagai seorang manusia,” pungkas Wirdhanto, lalu tersenyum. (Raisya)

Komentar ditutup.