
“Saya pastikan rekan media yang tergabung di organisasi HIPWI tidak ada yang ikut. Kalau kegiatan tersebut menyalahi aturan, saya harap Inspektorat Garut atau auditor jangan segan mengaudit keuangan desa. Apakah penggunaan anggaran tersebut sesuaikah dengan aturan yang berlaku di desa,” ujar Ridwan kepada awak media, Minggu (28/07).
Dia juga menambahkan, kalau dilihat dari Undang-undang Desa dan Permendagri, tidak ada yang namanya pendampingan oleh media, ada juga Fasilitator Pendamping Desa sesuai dengan aturan Peraturan Menteri Desa PDTT.
“Jurnalis punya kode etik tersendiri, punya undang-undang yang mengatur dan itu yang harus jadi pedoman, agar marwah kita tetap terjaga. Lembaga media atau organisasi media punya AD/ART yang mengatur mengenai kinerja kewartawanan baik dalam etika kerja, berkomunikasi, berorganisasi maupun penulisan pemberitaan,” tandas Sekretaris HIPWI Kabupaten Garut.
Hal senada di sampaikan pula oleh Ketua DPC Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI), Apen Supriadi, pihaknya menegaskan bahwa jajaran wartawan KWRI dipastikan tidak ada yang ikut dalam acara tersebut.
“Diatur dalam Permendesa Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pendamping Desa. Pendamping desa adalah sebuah jabatan di bawah Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Indonesia yang pembentukannya berdasarkan Undang-Undang Desa yang bertugas untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat di sebuah desa. Disana tidak disebutkan Jurnalis sebagai pendamping desa,” pungkas Apen Supriadi. (Ndy)
Komentar ditutup.