“Mun euweuh ayeuna moal aya baheula, mun euweuh baheula, moal aya ayeuna (kalau tidak ada sekarang, tidak ada jaman dulu, dan kalau tidak ada dahulu, tidak ada sekarang),” ujar Iwan kepada wartawan.
Dalam kegiatan tersebut, lanjut Iwan, DKKG terus berupaya dan bekerjasama untuk memajukan kebudayaan di Kabupaten Garut, yang didukung oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Makara Art Center Universitas Indonesia. Ini sebagai bentuk nyata DKKG terus menggali dan mengupayakan agar budaya di Kabupaten Garut tetap menjadi budaya, menjadi akar bagi budaya di seluruh budaya di Nusantara. Menurutnya, di Kabupaten Garut ada 13 komunitas adat dan 6 kampung budaya di Garut.
“Alhamdulillah mulai tanggal 1, kita melaksanakan Anjangsana Budaya, kita membawa dari Jakarta dari Universitas Indonesia, BPIP dan Budayawan Kabupaten Garut ke Situ Ciburuy. Kita menggali disitu tentang keresikan dan keramahan,” katanya.
Di hari kedua, lanjut Iwan, dilaksanakan saresehan budaya dengan judul, Kabuyutan Budaya Sunda Sebagai Penguat Pancasila yang Berkebudayaan. Karena kita tahu bahwa Pancasila itu telah lahir sejak lama, terinspirasi dari nilai-nilai budaya kabuyutan,” katanya.
Harga ketiganya, kata Iwan, ada Festival Raksukan Sunda. Mengangkat semua pakaian adat Sunda, dipertontonkan dan diperlombakan. Dari hari pertama kata Iwan, ada tematik pencak silat yang merupakan salah satu dari penilaian IPSI.
“Kami bekerjasama dengan IPSI Kabupaten Garut, bahu-membahu untuk melaksanakan tematik pencak silat. Kemudian ada festival bambu, seperti angklung, karinding, kami perlombakan. Karena di Kabupaten Garut, banyak potensi-potensi suara bambu yang harus kita perdengarkan. Ini kreatif, inovatif dari masyarakat Kabupaten Garut. Kemudian menggambar dan melukis, juga ada pameran lukisan, pameran musieum dan lainnya,” papar Iwan. (Ndy)