Umama yang meraih nilai CAT 105 dinyatakan tidak lulus, malah menjadi pengganti di rangking enam. Padahal Ia mengklaim nilai CAT nya terbilang tinggi di daerahnya.
“Saya tidak mengerti mekanisme penerimaan dari KPU ini seperti apa, saya ingin meminta klarifikasi dari KPU bagaimana kriteria yang terpilih dalam tahapan akhir wawancara, karena nilai saya tinggi tapi saya tidak lulus,” kesal Umama.
Peraih nilai tertinggi lain asal Kecamatan Kersamanah, Desa Girijaya, Wildan Saeful Rais juga mempertanyakan kriteria kelulusan pada penerimaan PPS dari KPU Garut. Ia menyebut hasil yang terjadi seperti angka-angka siluman yang tiba-tiba muncul tanpa ada pengumuman.
“Nilai saya tertinggi di Desa Girijaya, 90 namun yang nilai terendah dengan dibawah saya dinyatakan lulus, besar harapan saya KPU Kabupaten Garut dapat menjalankan tugasnya dengan adil, terbuka dan jujur,” jelas Wildan.
Ketidakpuasan peserta juga dirasakan peserta tes penerimaan PPS di Desa Mekarsari Kecamatan Cibatu. Hilman yang mendapat nilai CAT 69 dinyatakan tidak lulus. Pada saat tahapan wawancara pun Ia merasa seluruh pertanyaan yang diajukan dijawabnya dengan benar dan lancar.
“Memang nilai saya tidak tinggi tapi indikator seperti apa yang menyatakan peserta itu lulus pada saat wawancara. Kemudian ada juga di desa saya yang nilain CATnya lebih dari 100 tapi tidak lolos namun yang memperoleh nilai CAT terendah yakni 32 bisa lolos,” terangnya.
Ia menilai, tes seleksi baik CAT dan wawancara hanya sebatas seremonial untuk menggugurkan kewajiban perekrutan anggota PPS.
“Bukan jaminan memiliki nilai tinggi, bisa lolos seleksi anggota PPS. Buktinya, ada ratusan peserta yang mendapat peringkat tertinggi CAT, namun dinyatakan tidak lolos. Seleksi hanya sebagai kedok karena sudah ada setingan nama-nama yang akan ditetapkan oleh KPU,’’ singgungnya.
Saat dihubungi hariangarutnews.com, Ketua KPU Kabupaten Garut, Junaidin Basri, masih belum bisa dihubungi, sementara Ketua Bawaslu Garut, Asep Burhan, sedang melaksanakan pleno. (*)
Komentar ditutup.