Dalam audiensi tersebut, Yudi Citra, ketua FHTK menyampaikan beberapa point yang cukup krusial yakni meminta kepada Komisi 1 dan Pemkab Garut melakukan langkah konkrit dalam penyelesaian nasib honorer dengan dasar pertimbangan yang rasional. Diantaranya jumlah ASN hampir sebanding dengan jumlah honorer yang ada, luas wilayah kabupaten Garut dan jumlah penduduk yang harus dilayani oleh pemerintah serta rencana pemekaran DOB Garut Utara dan Garut Selatan.
“Dengan beberapa pertimbangan yang menjadi dasar cukup rasional, kabupaten Garut layak mendapatkan prioritas dan mendapatkan afirmasi atau perhatian khusus. Jangan sampai kita (honorer) tidak lebih berharga jika dibandingkan dengan para koruptor yang dipenjara yang selalu mendapatkan remisi, “ tegas Yudi.
Untuk itu, lanjut Yudi, kita memohon DPRD dapat membantu atau memfasilitasi kami agar dapat menyampaikan aspirasi kami kepada pemerintah pusat atau DPR RI sebelum cut off data (pendataan) yang dilakukan oleh BKN (Badan Kepegawaian Negara) ditutup tanggal 30 September nanti. Karena harapan kami, setelah pendataan itu ditutup aspirasi kami bisa menjadi pertimbangan dalam membuat kebijakan atau regulasi pemerintah pusat jika aspirasi kami sudah tersampaikan.
Sementara, dalam kesempatan itu, Ari Sugianto, Ketua FHKG lebih menyoroti hal-hal yang berkenaan dengan akurasi dan transparansi data honorer yang dilakukan oleh pihak BKD Garut sebelum data tersebut dikirim ke pusat atau BKN.
“Keakuratan data itu sangat penting karena akan menjadi bahan pertimbangan oleh Pemerintah Pusat, untuk itu kami memohon kepada pihak BKD agar kami diijinkan melakukan pengawalan data yang ada. Jangan sampai ada data honorer yang tiba-tiba muncul dalam data base atau ada oknum honorer yang tiba-tiba muncul, “ tutur Ari.
Lanjut dikatakan Ari, kami akan membentuk regu kawal data yang bisa membantu dan bersinergi dengan BKD serta kami meminta pihak BKD melaksanakan Uji Publik data tersebut sebelum dikirim ke pusat atau BKN.
“ Selain data yang harus akurat, kami juga memohon kepada pemerintah daerah untuk membantu kami dalam melakukan langkah-langkah strategis terhadap pemerintah pusat agar dapat membuat atau merevisi regulasi yang dapat mengakomodir tenaga teknis dan administrasi, “ ujarnya.
Ditambahkan Mimah, Ketua Fatas, dirinya meminta kepada pihak pemerintah harus dapat membuat regulasi yang berkeadilan, jangan menjadikan kualifikasi pendidikan sebagai sarat pengangkatan ASN.
“Diantara banyaknya honorer saat ini, banyak yang ijazahnya hanya lulusan SMA atau mungkin dibawah SMA.
untuk itu kami mohon pemerintah dapat tetap mengakomodirnya, karena meskipun ijazahnya hanya lulusan SMA, tapi kami sudah bisa membuktikan bahwa kami mampu bekerja. Dengan masa kerja kami yang sudah belasan dan puluhan tahun, ditambah usia kami banyak yang sudah diatas 50 tahun namun mampu menyelesaikan semua pekerjaan yang ditugaskan kepada kami. Itu tandanya kami layak diangkat menjadi ASN. Terlebih masih ada honorer kategori 2 (K2) yang sampai saat ini belum selesai terakomodir, “ terang Mimah.
Diketahui, pihak Legislatif (Komisi 1 DPRD Garut) dan perwakilan Eksekutif (BKD dan BPKAD) sangat menyambut baik kehadiran para honorer dalam menyampaikan aspirasinya. Adapun hasil dari audiensi tersebut diantaranya Komisi 1 DPRD Garut meminta Pemerintah Daerah agar melakukan pendataan tenaga honorer secara transparan dan segera menyiapkan Langkah strategis penyelesaian tenaga honorer sesuai amanat surat edaran Kemenpanrb. Kemudian Komisi 1 DPRD Garut akan mengagendakan konsultasi/koordinasi mengenai penyelesaian tenaga honorer ini ke pemerintah pusat. (Husni)
Komentar ditutup.