Sekarang ini, masyarakat juga wakil rakyat, belum melihat kebijakan jelas pemerintah itu maunya seperti apa. Bolak balik diralat terus oleh orang berbeda-beda. Soal lockdown misalnya, DKI diralat presiden, bahwa itu kebijakan pusat, trus omongan presiden diralat jubir pemerintah soal covid, bahwa sudah otonomi daerah, ya terserah Gubernur DKI. Imbuh Toriq.
Belum selesai soal lockdown, tiba- tiba Kemenhan beli alat Rapid test dan Presiden akan melakukan Rapid test bukan lock down, padahal rapid test itu hanya menunjukkan antibodi dan bukan keberadaan virus, itu artinya inefisiensi anggaran. Perlu diketahui, bahwa hasil rapid test itu jika negatif harus ditunggu beberapa hari. Sedangkan jika positif harus dicek PCR (Polymerase Chain reaction),” tegasnya.
Himbauan untuk pemerintah jangan dibiarkan masyarakat tidak teredukasi, dengan tidak ada penyuluhan yang masif lewat media-media dari pemerintah, televisi-televisi tidak dimanfaatkan secara optimal. Sehingga masyarakat dibiarkan mudik dan berdesak-desakan di angkutan umum, menjadikan kemungkinan potensi terjadi penularan secara masif dan antar wilayah.
“Puncaknya, tidak jelas anggaran yang dialokasikan untuk menangani Covid-19, sampai saat ini hanya diberikan petunjuk realokasi dari dana desa dan BPJS,” pungkas Toriq. (Bulan)**
Komentar ditutup.