Aktivis Garut : Kinerja DPRD Segera Berakhir, Nilainya Buruk

FOKUS2,412 views

Sebagai Gambaran sederhana, kata Ia, pada Tahun Anggaran 2018 DPRD mendapatkan hak anggaran berdasarkan Perda No. 15 Tahun 2017 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2018 Sebesar Rp. 26.584.480.237 ditambah 15 Program Peningkatan Kapasitas Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebesar Rp. 21.803.974.600 serta Belanja Penunjang Oprational Pimpinan DPRD sebesar Rp. 393.120.000. Maka ababila di jumlahkan Anggota dan Pimpinan DPRD mendapatkan Anggaran Sebesar Rp. 48.781.574.837, apabila dibagi terhadap 50 anggota Dewan maka Rata-rata pendapat Anggota Dewan pertahun Sebesar Rp. 975.631.497, belum lagi anggran anggatan Pokir yang sedang ramai diperbincangkan.

“Anggaran tersebut semestinya harus menjadi tolak ukur tentang kinerja DPRD dalam melaksanakan Tugas, Fungsi dan Melaksanakan Kewenangannya. Namun demikian belakang ini berdasarkan berbagai pemberitaan muncul isu yang kurang baik tentang perilaku dan dugaan menyimpang tentang Pimpinan dan anggota DPRD, dari mulai jarang hadir acara rapat paripurna, main Games saat rapat, sampai dugaan Kasus hukum tentang BOP dan Pokir DPRD yang sekarang lagi ditangani oleh Kejaksaan.

“Kami berharap para Anggota Dewan segera melaporkan kinerjanya dan mempertanggungjawabkan kepada rakyat, agar rakyat mengetahui dan paham apa yang sudah dikerjakankan oleh wakil mereka selama ini. Jabatan mereka segera berakhir, nilainya sangat buruk,” cetusnya.

Dian juga mengaku, selama lima tahun mengamati kinerja DPRD Garut, belum ada kebijakan yang memang benar-benar membela rakyat. Melainkan mereka sekedar bersandiwara dalam setiap menjalan tufoksi sebagai wakil rakyat.

“Apa yang telah diperbuat selama lima tahun, belum dirasakan oleh masyarakat terutama dalam membuat payung hukum. Selama ini Perda yang disahkan banyak yang tidak terimplementasikan dengan baik,” ucapnya.

Ia menilai, produk hukum yang sudah di buat serta kebijakan yang telah dilakukan, memang sebuah skenario dalam melaksanakan tugasnya. Padahal, anggaran dan pasilitias yang di nikmati lebih besar.

“Heran kenapa tufoksi sebagai anggota dewan tidak kelihat. Banyaknya pembangunan yang mangkrak itu salah satu lemahnya peran pengawasan DPRD. Berbeda dengan membahasa Perda yang semangatnya karena ada biaya pansus dan SPPD,” tegas Dian. (Daus)

Komentar ditutup.