Oleh : Andrian Zanzu | Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB
Krisis ekonomi yang sedang melanda Indonesia membuat banyak orang merasa dampaknya, terutama dalam hal kesejahteraan. Salah satu masalah utama yang memperburuk situasi ini adalah ketergantungan kita yang tinggi pada impor. Ketika harga komoditas global naik dan nilai tukar rupiah fluktuatif, biaya impor pun semakin tinggi, dan hal itu berimbas langsung pada ekonomi domestik kita.
Harga barang-barang jadi naik, sementara daya beli masyarakat semakin menurun. Coba lihat data terbaru, seperti Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Juli 2024 yang menurun ke angka 49,7, lebih rendah dari bulan sebelumnya yang berada di angka 50,7.
Itu menandakan bahwa sektor manufaktur sedang mengalami penurunan. Selain itu, angka Indeks Harga Konsumen (IHK) yang mencatatkan deflasi 0,18% pada Juli 2024 juga menunjukkan rendahnya permintaan pasar. Artinya, daya beli masyarakat semakin tertekan.
Penyebab utama penurunan daya beli ini adalah harga-harga yang terus naik, sementara banyak orang yang kesulitan untuk mencapainya. Di samping itu, masalah ketenagakerjaan juga makin terasa, dengan banyaknya pengangguran yang tidak memiliki keterampilan yang
dibutuhkan di pasar kerja.
Hal ini tentu saja semakin memperburuk situasi ekonomi kita. Krisis ini tidak hanya berakibat pada inflasi yang terus menerus meningkat, tetapi juga pada pengurangan konsumsi masyarakat. Jika kualitas SDM kita tidak diperbaiki dan daya beli tidak ditingkatkan, kita akan terus terjebak dalam situasi ini.
Indikator-indikator ekonomi Indonesia juga menunjukkan tanda-tanda ketidakstabilan. Misalnya, Data Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Juli 2024 tercatat mengalami penurunan ke level 49,7, sementara pada bulan Juni 2024 berada di level 50,7.
Penurunan ini menunjukkan adanya kontraksi dalam sektor manufaktur, yang berpengaruh terhadap berkurangnya lapangan pekerjaan dan daya saing produk dalam negeri. Selain itu, Indeks Harga Konsumen (IHK) mencatatkan deflasi sebesar 0,18% pada Juli 2024, yang mencerminkan rendahnya permintaan barang dan jasa akibat keterbatasan daya beli masyarakat.
Penurunan daya beli masyarakat ini menjadi salah satu faktor utama yang memperburuk kondisi ekonomi. Kenaikan harga barang dan bahan pokok membuat banyak keluarga kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini diperburuk dengan kurangnya ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang unggul di berbagai bidang, sehingga tingkat pengangguran semakin meningkat.
Ketidakmampuan untuk meningkatkan kualitas SDM menyebabkan banyak individu tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan di pasar kerja, yang pada gilirannya memperburuk angka pengangguran di Indonesia. Krisis ekonomi ini juga menimbulkan inflasi, karena tingginya biaya hidup yang tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan masyarakat.
Dalam situasi ini, banyak masyarakat yang terpaksa mengurangi pengeluaran, yang pada gilirannya memperlambat laju pertumbuhan ekonomi. Tanpa adanya peningkatan kualitas SDM dan penguatan daya beli, krisis ini bisa terus berlarut-larut, mengancam kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang.
Secara keseluruhan, krisis ekonomi yang melanda Indonesia saat ini sangat dipengaruhi oleh ketergantungan yang tinggi pada impor dan lemahnya daya beli masyarakat. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan kemandirian ekonomi dan meningkatkan kualitas SDM harus menjadi prioritas agar negara ini dapat keluar dari krisis dan mencapai kestabilan ekonomi yang lebih baik di masa depan.
Jadi, solusi untuk keluar dari krisis ini adalah dengan mengurangi ketergantungan pada impor dan fokus pada peningkatan kualitas SDM.
Hanya dengan cara itu kita bisa mencapai kestabilan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di masa depan. (*)