Catatan Redaksi : Ambyar, Putri Karlina Memecah Gelombang Pilkada Garut

FOKUS1,324 views

Oleh : Tata Ansorie, S.Kom | Pimpinan Umum Harian Garut News

HARIANGARUTNEWS.COM – Memasuki bulan Juni 2024, dunia perpolitikan di Garut masih berkutat di wacana saling klaim. Katanya telah melakukan kompromi dan kesepakatan antar pimpinan partai politik. Lalu bagaima situasi sebenarnya sekarang ini ?. Benarkah masing-masing partai sudah memastikan mendapatkan koalisinya ?. Berapa kandidat yang telah mendapat kepastian diusung parpolnya ?. Mari kita urai satu persatu.

Suasana politik pilkada Garut tahun 2024 ini, sangat jauh berbeda dengan pilkada 2018, bahkan ditarik mundur dengan pilkada 2013 pun tetap berbeda pula.

Pilkada sebelumnya, koalisi dibangun begitu praktis dan natural. Kesepakatan antara partai tak berliku, optimisme dan kepercayaan diri pengurus parpol di tingkat kabupaten terlihat jelas. Apalagi di Pilkada 2013, kendati kandidatnya cukup banyak tetapi kedinamisan berjalan dengan mulus.

Pilkada 2024 sekarang, sebetulnya hal biasa banyak bermunculan kandidat yang kurang dikenal publik, toh mereka pun memiliki hak kesempatan untuk mencalonkan diri. Seperti halnya di pilkada 2008, Aceng HM Fikri semula tak banyak yang mengenalnya. Karena berpasangan dengan artis Dicky Candra akhirnya dapat meraih suara tertinggi.

Halnya saat ini, semula munculnya baligo drg. Luthfianisa Putri Karlina, M.B.A dipandang lumrah turut meramaikan pesta pemilukada Garut.

Tapi sejalan waktu, Putri Karlina menjadi perbincangan publik. Politik Garut nyaris menjadi perlayaran Putri yang sedang memainkan kendali. Cantik, muda, tajir, melengkapi kesempurnaan seorang Putri sebagai pemecah gelombang politik Garut.

Namun persoalannya bukan disitu itu. Hadirnya Putri karena dibelakangnya seorang jendral perwira Polri. Tak lain adalah ayahandanya Kapolda DKI Jakarta
Irjen Pol Karyoto, S.IK, MH. Sang ayah yang semula sebagai Deputi Penindakan KPK, sesekali kerap ke Garut bertemu dengan sejumlah pimpinan partai.

Putri sendiri sudah didaftarkan oleh partai Nasdem sebagai bacalon. Demikian juga di Golkar, Gerindra dan PKB, dirinya turut mendaftar ke partai tersebut.

Tentu hal ini menghangat dan menjadi perbincangan publik. Tak sedikit yang menduga-duga, partai-partai akan canggung antara menerima dan menolak. Bayangan ayah Putri karena seorang jenderal cukup memberi warna bagi mereka. Sah-sah saja karena ada pertimbangan lain yang tak bisa diutarakan.

Sebagian pihak kehadiran Putri Karlina dikancah pilkada Garut ini biasa-biasa saja. Riuhnya hanya dipermukaan, sementara dikedalaman boleh dibilang masih sunyi. Suara untuk Putri masih berkutat di perkotaan saja, di pelosok daerah belum begitu terdengar. Seperti disebutkan hasil survey oleh Poltracking Indonesia, elektabilitas Putri Karlina masih cukup rendah.

Sebagaian publik pun memandang Putri krisis jam terbang. Usia yang masih relatif muda butuh pengalaman untuk lebih mendalami pemerintahan. Bagaimana pun juga Garut berbeda dengan daerah lain. Tidak hanya cukup bermodalkan cerdas atau kekuatan financial, memimpin Garut harus benar-benar mempersiapkan fisik dan mental kuat. Sekalipun memang dirinya tetap ingin maju, sebaiknya memilih wakil terlebih dahulu.

Sisi lain konsistensi partai pun nampak belum setabil. Semula partai Golkar menggagas membentuk Koalisi Garut Bersatu, inisiatif ini disambut baik oleh Gerindra, PAN dan Demokrat. Mereka langsung menyepakati dan melakukan kesepakatan.

Tetapi seminggu kemudian, Demokrat menyatakan diinternalnya kader mereka Ahmad Bajuri dinyatakan sebagai balon wakil bupati mendampingi Dudung Sudiana yang telah mendaftar ke Demokrat dan Golkar sebagai balon bupati.

Kemudian Gerindra pun menyepakati berkoalisi dengan PKS, melanjutkan koalisi yang telah terbangun sebelumnya selama sepuluh tahun. Sementara PKS sebelum itu, telah menandatangani koalisi dengan Nasdem. Artinya untuk sementara tiga partai kembali akan bersama-sama lagi.

Pilkada ini nampak sekali semua partai menunggu keputusan dari atas (top-down), tidak diberikan sepenuhnya berakselerasi dari bawah. Dari mulai koalisi partai hingga siapa bacalonnya, sepertinya mereka terkendalikan oleh pimpinan partai diatasnya.

Jika melihat demikian, akan terlihat jelas koalisi terbentuk resmi setelah pelantikan presiden Prabowo pada bulan September depan. Hanya untuk sementara, PKS dan Nasdem yang memastikan diri sudah mencukupi syarat jumlah kursi untuk maju, setelah mereka berkoalisi sesuai petunjuk pimpinannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *