Menurutnya, walapun belum ditetapkan, tetapi saat rapat di provinsi dari kisaran tidak lebih dari 1%, sedangkan UMK Garut yakni, Rp1.961.000. Dan ini berarti kenaikannya hanya Rp11 ribu, dan ini ada ketidakadilan.
“Menurut peraturan yang dulu Undang-Undang Ketenagakerjaan maupun di PP 78, itu ada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) ada 60 komponen kebutuhan, sekarang untuk kenaikan itu sudah di kebiri. Seharusnya sekarang-sekarang itu bukan mengacu ke peraturan-peraturan baru, harus kelanjutan dari pelaksanaan Undang-Undang 13 tentang komponen hidup rakyat. Kalau mengikuti komponen hidup rakyat, pasti lebih dari 15% kenaikannya,” ujar Budi.
Budi menyebutkan, tidak adil disaat situasi pandemi ini, jika UMK Garut tidak dinaikan, karena para pekerja kegiatanya dibatasi dan otomatis mengurangi pendapatan-pendapatan pekerja, walaupun ada subsidi tetapi tidak semua pekerja diberikan subsidi.
“Harapanya Bupati Garut menggunakan wewenangnya selaku kepala daerah, walaupun sudah dikekang dengan intruksi gubernur, peraturan gubernur atau intruksi menteri. Tapi bupati punya hak ekonomi daerah. Jadi wewenang seorang bupati itu lebih kuat dari sekedar intruksi dari gubernur atau pun dari Menteri Tenaga Kerja, karena ada undang-undang ekonomi daerah. Kewenangan bupati itu cukup besar disitu, tinggal keberaniannya bupati,” ungkapnya. (Don)
Komentar ditutup.