Oleh : Igie N. Rukmana, S.Kom | Pimpinan Redaksi Harian Garut News
HARIANGARUTNEWS.COM- Sejak dilantik 20 Februari 2025 di Istana Negara oleh Presiden Prabowo, pasangan Bupati Garut Abdusy Syakur dan Wakil Bupati Putri Karlina, belum mulai pun, sudah dihadapkan dengan persoalan. APBD yang terkuras sebesar Rp78 Miliar, pemutusan hubungan kerja karyawan PT. Danbi Internasional, hingga persoalan kekosongan sejumlah jabatan di kabinet mereka.
Meski harus memulai dengan pelan, perlahan pasangan Hebat ini bertekad akan mulai menemukan ritmenya. Mereka berjanji akan memprioritaskan semua yang berhubungan dengan kepentingan rakyat, terutama masalah pelayanan publik.
Namun ada persoalan yang cukup pelik di birokrasi. Meski Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mempersilakan kepala daerah terpilih hasil Pilkada Serentak 2024 untuk mengganti pejabat di lingkungan pemerintahan yang dipimpinnya usai dilantik, tetap rupanya pasangan Syakur-Putri tidak akan begitu saja langsung mereformasi birokrasi atau mengutak atik komposisi pejabat baik setingkat kepala dinas, eselon III dan IV.
Diakhir masa jabatan Pj. Bupati Barnas, gerbong mutasi kekosongan eselon II belum juga bergerak, konon katanya harus sesuai “selera” bupati dan wakil bupati terpilih. Sejumlah jabatan strategis mulai BKD, Inspektorat, Dinas Damkar, DPMPT, Asda 2 belum juga terisi. Sepertinya, sengaja mutasi para pejabat tinggi pratama itu tidak dilakukan Barnas Adjidin karena tidak mau memantik kegaduhan.
Sejumlah spekulasi pun mulai berkembang. Salah satunya tudingan adanya “geng” dalam birokrasi yang mencoba memainkan perannya sendiri. Alih-alih membantu bupati terpilih menyusun kabinet, mereka justru menyiapkan orang orang yang se-visi dengan mereka.
Kenapa bisa? kan bupati pimpinan tertinggi di daerah? yah bisa saja. Kalau mantra-mantra aturan sudah diucapkan, maka mereka akan terlihat meyakinkan yang mereka buat sudah benar. Perkara, kabinet baru ini mampu mewujudkan visi dan misi bupati, itu urusan belakang, asalkan misi mereka tercapai.
Memang, secara normatif yang mereka lakukan tidak langgar aturan. Tapi secara politis, yang dibutuhkan Bupati dan Wakil Bupati dalam kabinet mereka, adalah orang orang yang mampu mendukung visi misi mereka, dan pastinya loyal bukan normatif.
Dalam pemerintahan, pembantu bupati itu harus loyal ke bupati, tidak ada kata normatif. Karena yang selalu bicara normatif biasanya pembangkang dengan aturan sebagai dalihnya. Tak usah jauh-jauh kita bercontoh, lihat saja pemerintahan Bupati Rudy, dua periode memimpin, semua birokrat harus bekerja secara taktis dan cepat, dibawah komando langsung Bupati.
Kalau ada yang neko-neko, pasti langsung diamputasi. Hasilnya, bisa dilihat. Mau program apa saja yang dilahirkan sang Bupati pasti jalan. Mau diterpa isu miring dari luar bagaimanapun, mesin birokrasi tidak akan terpengaruh. Dan paling penting, tidak ada aturan yang dilanggar.
Bagaimana dengan “Geng” yang tadi? nah itu, kelompok yang dimaksud tadi, kalau dibiarkan maka akan menjadi duri dalam daging. Mungkin tidak terlihat menghambat, namun yang mereka lakukan bisa merugikan bupati secara politis. Kalau tidak segera amputasi, layaknya penyakit kanker, ini akan mengerogoti terus dari dalam.
Bupati Syakur dan Wakil Bupati Putri Karlina, hanya punya waktu sampai 2029 untuk mewujudkan visi dan misinya di periode pertama. Dengan waktu sesingkat itu, mereka butuh kabinet yang mampu bekerja cepat dan loyal hanya ke bupati dan wakil bupati. Kalau perlu seperti pak Rudy, komando birokrasi dipegang langsung bupati.
Saat ini masih ada 6 jabatan eselon II yang belum terisi. Beberapa diantaranya adalah jabatan strategis yang terkait langsung dengan visi misi pasangan Hebat. Harus ada sikap, jangan sampai kelompok tadi itu kembali ambil peran. Kalau perlu, para pemerhati birokrasi segera ambil langkah antisipatif. Jangan lagi Bupati disandra kepentingan “geng” birokrasi.
Visi misi pasangan Hebat harus menjadi landasan untuk melakukan reformasi di dalam sistem birokrasi dengan memfokuskan upaya pada tiga sasaran guna menciptakan lingkungan birokrasi yang lebih transparan, efektif, efisien, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Dengan fokus mengupayakan pembuatan aturan kerja yang lebih ringkas, menyusutkan prosedur birokrasi yang berbelit-belit, serta menyederhanakan struktur hirarki dalam sistem administrasi.
Bupati dan Wakil Bupati Garut terpilih diharapkan mampu mengubah sistem birokrasi yang kaku, yang sering kali menjadi hambatan dalam banyak organisasi dan pemerintahan. Meskipun telah ada undang-undang yang menata reformasi, implementasinya masih terkendala oleh berbagai faktor internal dan eksternal. Budaya yang terlanjur terbentuk dalam struktur birokrasi yang kaku sulit diubah dengan cepat. Para ASN yang sudah terbiasa dengan sistem konvensional cenderung menemui kesulitan dalam mengadopsi perubahan, terutama dalam hal inovasi dan kreativitas.**