HARIANGARUTNEWS.COM – Ketua Assosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kecamatan Karangpawitan, Dedi Suryadi, didampingi Sekjen Apdesi Kabupaten Garut, Riki Ismail Barokah, melaporkan oknum wartawan ke Polres Garut terkait dugaan pencemaran nama baik dan pemberitaan yang dirilis salah satu media daring (online).
Menurut Ketua Apdesi Kecamatan Karangpawitan, Dedi Suryadi, terpaksa melaporkan oknum wartawan atau wartawan gadungan yang menuduh dirinya melakukan pungutan liar (Pungli), kemudian tuduhan tersebut disebarkan melalui media sosial. Munculnya pemberitaan itu, Dedi merasa dirugikan pencemaran nama baik lantaran berita yang disebarkan tidak ada konfirmasi.
“Saya merasa tulisannya bukan lagi merupakan karya jurnalistik, karena tidak mengindahkan kode etik jurnalistik dan tidak pernah wawancara, lalu menyebarkannya ke media sosial tanpa ada konfirmasi kepada saya. Maka dari itu yang kami laporkan terkait UU ITE. Kami sebenarnya fleksibel, sebagai Kades, saya telah terbiasa dengan kritik, dan di waktu tertentu, saya juga suka mendengarkan saran ataupun informasi yang disampaikan wartawan terkait kondisi, aspirasi dan harapan masyarakat saat ini. Pada kenyataanya, saya tetap butuh wartawan,” beber Dedi kepada hariangarutnews.com, Jumat (11/11/2022).
Ia mengungkapkan, perselisihan atau ketegangan antara Kades dengan wartawan, menurut Dedi jangan diartikan sebagai sebuah permusuhan. Selama perbedaan pendapat dalam batas koridor adalah hal yang wajar dalam berdemokrasi. Ia menyebut pihaknya tidak anti wartawan, bahkan dirinya banyak bersahabat dengan rekan-rekan wartawan. Karena, kata Dedi, siapapun juga ingin bermitra dengan wartawan, tentunya wartawan atau insan pers yang senantiasa menjalankan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.
“Kemudian terkait laporan polisi ini intinya kami ingin menghentikan polemik yang terjadi di pemberitaan-pemberitaan, ada kesan perang opini antara yang menuduh pungli dan juga ada yang menyatakan bahwa ini bukan pungli. Polemik ini harus segera dihentikan dan kami menyerahkannya kepada pihak kepolisian. Biarkan proses hukum yang menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar, agar semuanya mendapat keadilan baik pelapor dan juga terlapor,” ungkap Kades Situgede.
Menanggapi hal tersebut, salah seorang wartawan senior yang juga mantan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Garut dua periode, Aep Hendi mengatakan, sering mendapat keluhan oknum wartawan datang ke desa-desa. Bermodal kartu pers tanpa memiliki perusahaan pers yang berbadan hukum, datang mencari kesalahan lalu meminta uang. Akibat perbuatan mereka, wartawan di Garut yang sudah memiliki kartu UKW, berasal dari perusahaan media yang terdaftar di dewan pers terkena imbasnya.
“Kalau menghadapi mereka, kepala desa tidak perlu takut lagi, ada proses hukum. Harapannya setelah kejadian ini, ada keinginan kemauan harus melawan karena wartawan sebenarnya kena imbasnya. Jika ada oknum wartawan yang datang, lalu mengancam dan melakukan pemerasan, langsung dilaporkan ke kantor polisi. Kedua, bila ada pemberitaan yang dirasa kurang tepat, narasumber bisa meminta hak jawab 2×24 jam. Bila tidak digubris, bisa langsung melapor ke Dewan Pers,” jelasnya.
Aef menegaskan, wartawan merupakan orang yang melakukan tugas jurnalistik secara rutin di media yang berbadan hukum, dan menjalankan tugasnya sesuai dengan kode etik jurnalistik. Berkaitan dengan sertifikasi wartawan atau UKW, kata Dia, memang bagian dari program dewan pers, untuk mengkanalisasi dari wartawan-wartawan yang tidak serius dan hanya menjadikan profesi wartawan sebagai pelarian semata, pungkasnya. (Igie)
Komentar ditutup.