Mengaku “Digantung” dalam Posisi Hukum dan Administratif, Mantan Anggota DPRD dan Ketua Baznas Ini Berharap Bupati Garut Menjadi Fasilitator

FOKUS268 views

HARIANGARUTNEWS.COM – Mantan anggota DPRD dan mantan Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Garut, Rd. H. Aas Kosasih, S.Ag., M.Si., menyampaikan keprihatinannya terkait ketidakjelasan status dan hak-haknya sebagai Dewan Pengawas (Dewas) Baznas Kabupaten Garut.

Dalam pertemuan yang berlangsung di kediamannya, Rabu (06/08/2025), Aas membeberkan fakta bahwa hingga saat ini, dirinya belum menerima salinan Surat Keputusan (SK) resmi atas pengangkatan dirinya sebagai anggota Dewas yang baru. Sejak terjadinya perubahan susunan pada tahun 2024, hingga kini ia belum menerima salinan resmi SK terbaru yang menetapkan kedudukannya sebagai anggota pengawas.

Padahal, sebelumnya ia telah menjalankan tugas pengawasan sejak 2021 bersama dua unsur lainnya, yakni Ketua yang dijabat oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Garut dan Sekretaris yang berasal dari unsur Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Garut.

Menurutnya, ketidakpastian tersebut menghambat dirinya menjalankan peran sebagai pengawas secara maksimal, bahkan membuatnya merasa seolah-olah “digantung” dalam posisi hukum dan administratif. Sebagai Dewan Pengawas, kata Aas, tugasnya tidak hanya memantau pelaksanaan pengumpulan dan pendistribusian zakat, infak, dan sedekah, namun juga melaporkan setiap temuan langsung kepada Kepala Daerah sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014.

“Saya ini sudah pernah jadi anggota DPRD Kabupaten Garut, pernah memimpin Baznas Garut selama lima tahun, sekarang jadi Dewan Pengawas. Tapi saya tidak pernah menerima SK terbaru. Kalau seperti ini, bagaimana saya menjalankan tugas pengawasan yang sah dan profesional,” ungkapnya.

Keberadaan Dewan Pengawas Baznas, lanjut Aas, diatur dalam PP No. 14 Tahun 2014 dan bertugas membantu Kepala Daerah dalam mengawasi tata kelola zakat, mulai dari pengumpulan, pendistribusian, hingga pendayagunaan. Aas menegaskan bahwa jabatan tersebut bukan sekadar simbolik, melainkan tanggung jawab hukum dan moral yang harus didukung dengan administrasi yang jelas.

Aas juga mempertanyakan dasar hukum pemberian honorarium yang ia terima. Ia menyebutkan bahwa sejak Januari 2025 hingga April 2025, dirinya hanya menerima honor sebesar Rp5 juta tanpa kejelasan dasar regulasinya. Padahal, imbuhnya, pada masa sebelumnya honorarium Dewan Pengawas memiliki besaran yang proporsional mulai dari jabatan Ketua Rp7 juta, sekretaris Rp6 juta, dan anggota Rp5 juta.

“Saya sudah bicara dengan Pak Sekda, Ketua Baznas juga, tapi belum ada kejelasan. Bahkan hingga saat ini saya belum pernah menerima SK sebagai Dewas Baznas Kabupaten Garut yang diterbitkan oleh Bupati Garut melalui Bagian Kesra Setda Garut. Kalau saya tidak diakui, pecat saja secara resmi, jangan digantung begini,” tegasnya.

Ia juga mengungkapkan, berdasarkan data anggaran, terdapat dana Rp1 miliar untuk honorarium pimpinan Baznas dan Rp100 juta untuk operasional serta Dewan Pengawas. alokasi APBD Kabupaten Garut tahun 2025 terdiri dari Pimpinan Baznas sebesar Rp900 juta dan Dewas Rp100 juta jadi jumlah Rp1 Milyar. Namun pembagian honorarium tidak pernah dijelaskan secara transparan kepada dirinya. Aas menegaskan bahwa apa yang ia sampaikan bukan untuk mencari polemik, melainkan bentuk kepeduliannya terhadap transparansi dan tata kelola kelembagaan, mengingat peran strategis Baznas dalam membantu masyarakat melalui pendistribusian zakat dan bantuan sosial lainnya.

“Saya sudah dua kali mendatangi Bagian Kesra Pemkab Garut untuk mempertanyakan status SK, namun tidak mendapat kepastian. Kalau saya ilegal, ya beri tahu. Kalau saya masih dianggap ada, beri saya hak-hak saya. Jangan sampai ini menjadi preseden buruk bagi lembaga sekelas Baznas,” tandasnya.

Mantan anggota DPRD dan Ketua Baznas Garut ini menyampaikan harapannya kepada Bupati Garut agar memfasilitasi pertemuan semua pihak mulai Ketua Baznas, Kabag Kesra, dan seluruh Dewan Pengawas Baznas guna mengklarifikasi dan menyelesaikan permasalahan tersebut secara adil dan terbuka. Ia menekankan bahwa ketidakjelasan status pengawas tidak hanya berdampak pada dirinya pribadi, tetapi juga pada legitimasi pengawasan terhadap lembaga zakat yang menyangkut kepentingan umat.

“Biar terang benderang, saya berharap ada pemanggilan dari Bapak Bupati kepada Baznas, Kesra dan kami bertiga selaku pengawas, yakni Sekda Garut sebagai Ketua Dewas, Kepala Kemenag Kabupaten Garut sebagai sekretaris, dan saya sendiri sebagai anggota supaya ada kejelasan. Kalau ada yang kurang tepat, bisa diluruskan bersama-sama. Jangan sampai terjadi mis komunikasi,” pungkas Aas Kosasih.***

Komentar