HARIANGARUTNEWS.COM – Serikat Petani Pasundan (SPP) melakukan audiensi dengan Bupati Garut, Abdusy Syakur Amin, di Aula Kantor Bupati, Komplek Setda, Jalan Pembangunan Kelurahan Sukagalih Tarogong Kidul, Jum’at, (11/4/2025).
Agenda utama yang dibahas dalam audiensi adalah pentingnya pengelolaan lahan pertanian yang terintegrasi dengan program pembangunan daerah.
Sekretaris Jenderal SPP, Agustiana, menyampaikan keprihatinannya atas banyaknya lahan subur yang dibiarkan terbengkalai, terutama di wilayah selatan Garut. Ia menekankan perlunya sinergi antara pemerintah daerah dan masyarakat tani dalam pengelolaan tanah.
“Sejak masa kolonial, sekitar 90 persen lahan di Garut dikuasai oleh korporasi. Tanpa integrasi pengelolaan lahan dalam pembangunan daerah, upaya peningkatan kesejahteraan hanya akan sia-sia,” ujar Agustiana, yang juga merupakan Dewan Pakar di Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA).
Dikatakannya, sejumlah wilayah dengan lahan terbengkalai, seperti di Kecamatan Cisompet seluas 4.000 hektare dan Miramare 2.000 hektare. Dengan tanah yang sangat subur, kata Agustiana, Garut seharusnya bisa menjadi lumbung pangan andalan, bukan justru meninggalkan lahan tidur.
Ia menyarankan agar Pemkab Garut memfasilitasi pertemuan antar pemangku kepentingan, mulai dari pihak perkebunan, petani, desa, hingga perangkat daerah.
“Kita harus duduk bersama menentukan mana lahan yang bisa dimanfaatkan bersama. Desa juga tak bisa hanya mengandalkan APBD atau APBN,” tambahnya.
Ia mengungkapkan optimismenya terhadap kepemimpinan Bupati Abdusy Syakur, karena dengan dukungan aparatur yang kompeten, Garut bisa bergerak cepat menuju kesejahteraan yang lebih merata.
Sementara, Bupati Abdusy Syakur mengapresiasi peran SPP sebagai mitra strategis dalam mewujudkan keadilan agraria. Ia menyoroti ketimpangan kepemilikan tanah secara nasional, di mana 70 persen lahan dikendalikan oleh hanya sekitar 2 persen warga.
“Lebih dari 10 juta keluarga petani hanya punya lahan di bawah setengah hektare. Ini masalah serius yang juga terjadi di Garut. Kita akan cari solusinya bersama SPP dan pihak lain,” kata Syakur.
Ia menegaskan bahwa penyelesaian persoalan agraria harus dilakukan dengan bijak dan legal. “Kita adalah negara hukum. Setiap langkah harus hati-hati, agar tak menimbulkan konflik kepemilikan,” pungkasnya. (Ndy)