Baru Diresmikan Gubernur Jawa Barat, Karyawati PT Ultimate Noble di Congkang Cibatu Garut Ini Memilih Resign Karena Dilempar Sepatu

FOKUS20,240 views

HARIANGARUTNEWS.COM – Dalam bekerja, memiliki atasan yang menyenangkan dan kooperatif tentunya menjadi keuntungan tersendiri bagi karyawan. Namun ada pula atasan yang justru bersikap menyebalkan dan kurang bisa diajak bekerja sama dengan para anak buahnya.

Tidak sedikit para pekerja profesional berhenti bekerja karena bad boss. Definisi bad boss dapat diartikan sebagai bos yang galak, memiliki perilaku yang kurang menyenangkan, atau bos yang membuat karyawannya merasa tidak berharga.

Seperti yang dialami oleh salah seorang karyawati, Widi Astuti, warga Kampung Babakan Cau, RT02/08, Desa Wanakerta, Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut. Ia bekerja di PT. Ultimate Noble Indonesia, sebuah perusahaan di bidang produksi sepatu yang dimana pabriknya baru saja diresmikan oleh Wakil Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Immanuel Ebenezer Gerungan, didampingi Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, Bupati Garut, Abdusy Syakur Amin, serta pejabat lainnya, pada Senin (03/03/2025) lalu.

Wakil Menteri Ketenagakerjaan RI, Immanuel Ebenezer Gerungan, didampingi Bupati Garut, Abdusy Syakur, saat wawancara Grand Opening PT Ultimate Noble Indonesia.

Belum genap satu bulan Widi bekerja di pabrik yang berada di kawasan Congkang, Jalan Cibatu-Sasak Besi, Desa Mekarsari, Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut tersebut. Sehari-harinya wanita 31 tahun ini harus berhadapan langsung dengan atasannya yang katanya berasal dari Cina namun sudah fasih berbahasa Indonesia. Widi menilai atasannya itu tidak menyenangkan bahkan cenderung galak.

“Kalau dilihat, kerjaanku sebenarnya gampang. Tapi dari awal aku belum diajari apa-apa dan mereka bilang aku nggak bisa kerja. Akhirnya aku dimarahi oleh bosku sampai dilempar pakai sepatu meski tidak langsung ke badan aku,” cerita Widi kepada hariangarutnews.com, Sabtu (08/03/2025).

Jam kerjanya dari pukul 7.30 pagi hingga jam 16.30 sore. Tetapi Widi mengaku ia terpaksa lembur secara sukarela padahal aturan jam kerja hanya 8 jam. Widi mengatakan, bos yang suka marah-marah dan melempar sepatu itu bukan saja kepada dirinya saja namun juga kepada karyawan lainnya.

“Pada saat masuk tanggal 5 Februari 2025, dan resign tanggal 18 Februari lalu, waktu itu lamaran diurus oleh pihak desa. Sementara aku kerja baru tiga mingguan dan ditempatkan dibagian pola. Namun karena atasanku galak aku lebih memilih resign,” lanjut wanita yang sempat punya usaha pangkalan LPG 3 Kg itu.

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, saat memberikan sambutan dan arahan di acara Grand Opening PT Ultimate Noble Indonesia.

Widi mengaku, selama bekerja, dirinya kerap kali mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan saat melaksanakan tugasnya.

“Namanya juga karyawan baru ya, wajar kalau masih dalam proses adaptasi. Tapi atasanku suka bilang gak becus kerja dan kerap melempar sepatu saat sedang marah-marah,” ujar Widi.

Sebenarnya wanita yang sudah memiliki dua anak itu tidak mempermasalahkan sikap bosnya yang sering memaki-maki. Namun perkataan kasarlah yang membuatnya terluka. Widi mengatakan bahwa ia tidak ingin diperlakukan demikian.

“Cara memaki-makinya kasar sekali, saya dan karyawan lainnya pun tentu kaget. Saya pikir lebih baik keluar kerja aja daripada direndahin oleh orang lain,” tandasnya.

Menanggapi hal tersebut, Aktivis Perempuan Kabupaten Garut, Felicia Sanny mengatakan, karakter bos yang tidak suportif terbukti bisa menjadi salah satu alasan karyawan resign dari tempat kerja, bahkan banyak pula yang beranggapan memiliki bos yang galak artinya masyarakat sedang berada di lingkungan kerja yang toxic.

“Lingkungan kerja yang toxic artinya lingkungan kerja yang beracun dan jelas tidak sehat. Lingkungan kerja yang seperti ini bisa menimbulkan dampak negatif, seperti risiko serangan jantung, kesehatan mental terganggu, karyawan jadi lebih mudah tertekan, merasa stres, dan depresi, serta masih banyak efek negatif lainnya,” ungkap Sanny.

Aktivis Perempuan Garut, Felicia Sanny.

Dirinya menuturkan, namun sebaiknya karyawan terlebih dahulu mengetahui penyebabnya, coba cari solusi dulu, misalnya dengan melakukan pendekatan, menjalin komunikasi demi membangun hubungan yang baik, menempatkan diri sebagai jembatan yang bisa menghubungkan atasan dengan orang lain, termasuk dengan karyawannya itu sendiri. Fokus pada solusi serta percaya diri untuk bertindak karena benar.

“Jika telah berusaha dengan sepenuh hati, tetapi hasilnya tetap tak sesuai dengan yang diharapkan, bahkan hubungan dengan atasan semakin kurang harmonis, maka pertimbangan untuk resign atau mengundurkan diri dari perusahaan tetap boleh dilakukan,” pungkas Felicia.

Pantauan media, perusahaan yang rencananya akan menampung 10 ribu pekerja itu menuai banyak polemik. Mulai dari perizinan yang belum selesai, perekrutan tenaga kerja, hingga ambruknya benteng dan lainnya. Hingga berita ini diturunkan, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Garut, H. Muksin, S.Sos, M.Si, belum bisa dihubungi.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *