HARIANGARUTNEWS.COM – Kabar dugaan perselingkuhan yang dilakukan oleh Oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Dinas Pemadam kebakaran (Damkar) Kabupaten Garut berinisial HS membuat malu Pemerintah Kabupaten Garut. Informasi mengenai dugaan perselingkuhan ini beredar luas dan telah menjadi perbincangan hangat dikalangan pemerintah dan masyarakat.
Pasalnya, ASN tersebut kepergok oleh istrinya KM saat sedang berduaan di dalam kantornya dengan salah seorang perempuan yang sudah bersuami berinisial WJ yang juga masih rekan KM. Skandal perselingkuhan diduga dilakukan oleh oknum ASN yang bertugas di UPT Damkar Kecamatan Bungbulang.
Menurut KM, oknum ASN yakni HS telah menceraikan dirinya sebagai istri sahnya secara sepihak dengan langsung menjatuhkan talak demi menikahi perempuan selingkuhannya. Padahal HS telah berkeluarga serta memiliki istri dan anak, sementara selingkuhannya JR itu juga memiliki suami dan anak.
Menanggapi kejadian itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Garut, Nurdin Yana, mengaku geram dan belum mengetahui secara pasti adanya dugaan perselingkuhan oknum ASN di Dinas Damkar.
“Saya belum mendengar tentang persoalan itu, tapi jika memang benar adanya, maka perkara ini harus ditindak sesuai dengan PP Nomor 94 tahun 2021 tentang kedisiplinan ASN,” ucapnya, Senin (02/12/2024).
Nurdin Yana menegaskan, pihaknya akan meminta keterangan dari dinas terkait untuk melakukan pendalaman atas mencuatnya dugaan perselingkuhan ini.
“Sangat disayangkan, tentunya Dinas terkait seperti BKD, Dinas Damkar dan Sat Pol PP juga akan melakukan pemanggilan terhadap oknum ASN itu, jika memang terbukti nanti tinggal melihat sanksi apa yang akan diberikan,” jelasnya.
Lantaran, lanjut Sekda, dalam kasus dugaan perselingkuhan ini dapat berdampak buruk dan berpotensi menimbulkan hukuman disiplin, seperti penurunan dan pembebasan dari jabatannya selama 12 bulan, hingga pemberhentian.
Dalam konteks penegakan aturan dan disiplin kepegawaian, kata Nurdin, tindakan ini perlu dilakukan agar yang terlibat mendapatkan sanksi administrasi yang sesuai, tergantung pada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh oknum tersebut.
“Tinggal melihat, pelanggaran kedisiplinan berat, sedang, dan ringan, sanksi baru yang akan dikenakan sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku,” tegasnya.
Sekda menambahkan, dalam situasi seperti ini, penegakan hukum dan penegakan disiplin menjadi kunci untuk menjaga integritas dan moralitas dalam lingkungan kerja serta masyarakat.
“Upaya penegakan hukum yang adil dan tegas diharapkan dapat memberikan efek preventif bagi pelanggar hukum di lingkungan ASN dan masyarakat pada umumnya,” pungkas Sekda Garut.
Sementara, menurut praktisi hukum sekaligus advokat di Kabupaten Garut, Budi Rahadian, SH mengatakan, tindakan perselingkuhan oleh ASN dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap kode perilaku dan etika profesi yang harus dijunjung tinggi.
“Dalam kasus yang melibatkan hubungan yang tidak pantas, sanksi yang mungkin diterapkan termasuk penonaktifan, penurunan pangkat, atau pemecatan dari jabatan ASN, sebagai bentuk disiplin yang tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan,” kata Budi Rahadian kepada hariangarutnews.com
Selain itu, menurutnya sanksi pemecatan menjadi pilihan yang tidak dikecualikan dalam penegakan aturan dan tata nilai yang berlaku di lingkungan pemerintahan. Semua itu, imbuh Budi, kode etik ASN diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
“Keputusan untuk memberlakukan sanksi berat seperti pemecatan harus melalui proses yang transparan, adil, dan berdasarkan hukum, dengan mempertimbangkan seluruh aspek yang terkait untuk memastikan keputusan yang tepat dan proporsional,” tuturnya
Dia berpendapat, sanksi berat yang menanti ASN yang berselingkuh juga sebagai bentuk peringatan bagi seluruh aparatur pemerintah untuk menjaga moralitas, integritas, dan profesionalisme dalam bertugas. Kata Budi, kasus perselingkuhan ASN kerap merebak mulai dari jabatan Camat, dokter, Guru, Kepala UPT, dan hal tersebut tentunya harus ada evaluasi di tubuh birokrasi itu sendiri.
“Setiap ASN diingatkan akan tanggung jawab moral dan etika yang harus dijunjung tinggi dalam menjalankan tugasnya sebagai abdi negara. Agar kejadian serupa tidak semakin meluas, tentunya perlu ada peningkatan pengawasan para pegawai, mulai dari atas sampai pada setiap tingkatan. Selain itu dilakukan evaluasi manajemen pegawai secara berkala karena ketika terlalu lama dalam hubungan kerja akan menimbulkan kedekatan yang terkadang melampau batas kewajaran,” pungkas Budi Rahadian. (*)