Beredar Isi Rekaman Diduga Ketua Apdesi Garut Kampanye di Pilkada 2024, Ketum FPPG : Bawaslu Jangan Ngoyo, Libatkan Sentra Gakkumdu

FOKUS2,912 views

HARIANGARUTNEWS.COM – Ketua Umum DPP Forum Pemuda Peduli Garut (FPPG), Asep Nurjaman berharap kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Garut untuk menegakan keadilan apabila ada pelanggaran terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Kepala Desa dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tahun 2024.

Hal tersebut diutarakan Ketum FPPG terkait beredarnya dan viralnya rekaman, diduga Ketua Apdesi Kabupaten Garut berinisial OS yang terlibat dalam kegiatan kampanye dan mengorganisir salah satu Pasangan Calon (Paslon) di Pilkada Garut.

“Jadi bagi Bawaslu kalau ada ASN atau Kepala Desa yang berkampanye, maka tegakkan keadilan dan harus diproses, Bawaslu jangan ngoyo, gunakan aplikasi Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk menginput berita acara pelanggaran, lalu BKN menyurati pejabat pembina kepegawaian. Bupati atau Gubernur tinggal mengeksekusi pelanggaran tersebut berupa pemberhentian. Kalau Kepala Desa melanggar yang akan menindaknya bagian Sentra Penegakan Hukum Terpadu, ada Reskrim, dan Kejaksaan,” ungkap Asep, Jumat (25/10/2024).

Karena, lanjut Ketum FPPG, semua itu jelas tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 94 tahun 2021 pasal 15 jelaskan larangan larangan ASN sebelum kampanye, selama kampanye, sesudah kampanye. Dan larangan Kepala Desa terlibat mendukung salah satu calon tertentu juga tertuang dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Hal itu bisa dilihat pada pasal 29 huruf J dan pasal 51 huruf J.

“Dalam UU Nomor 10 Tahun 2016, pasal 71 ditegaskan bahwa pejabat negara, pejabat daerah, ASN, TNI-Polri, Kepala Desa/Lurah, dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan maupun merugikan pasangan calon. Jika nantinya ada oknum Kepala Desa atau Perangkat Desa ketahuan terlibat kampanye salah satu Paslon maka terancam sanksi, termasuk sanksi pidana. Dikatakan dalam pasal 188, kalau ada Kepala Desa atau Perangkat Desa ikut kampanye maka diancam pidana 1 bulan paling lama 6 bulan, atau denda paling sedikit 600 ribu, paling banyak 6 juta,” pungkas Asep Nurjaman. (*)