Padahal, menurut Dudi, sebuah sistem pemerintahan dalam negara hanya akan berfungsi jika subsistem yang ada terintegrasi, saling mendukung, dan tidak berlawanan serta terkoordinasi dalam sistem pemerintahan berdasar UUD 1945. Pemahaman terhadap ini memberi landasan terhadap pentingnya penataan hubungan kewenangan dan kelembagaan antar level pemerintahan.
“Sejak dilantik pada 23 Januari lalu, sudah dua kali Pj. Bupati Garut memberikan instruksi kepada Sekda dalam pengisian kekosongan jabatan. Apa yang menjadi kendala TPK dalam melakukan penilaian PNS untuk pengisiaan dalam jabatan? Kalau memakai sistem Manajemen Talenta, sejauh mana kualitas dan validitas data yang ditampilkan dengan kemampuan dan kualitas PNS secara nyata dalam kinerja? Apakah sudah teruji?” tandas Dudi.
Ketua Laskar Indonesia menuturkan, kalau ada regulasi atau aturan yang menghambat masuk akal, tapi apa yang menghambatnya? Kepentingan kelompok-kah? Dengan kekosongan jabatan, kata Dudi, tentu akan menghambat target Kinerja. Hal ini juga bukan hanya soal mengisi kursi yang kosong, tetapi juga memastikan bahwa pejabat yang terpilih mampu menjadi pelayan kebijakan dan publik yang profesional.
“Kalau tidak menghambat, lalu kenapa tidak dilakukan reduksi kelembagaan? Toh dengan kondisi sekarang saja berjalan normal bahkan Pemkab mengatakan target tercapai dan melebihi, berarti ada penghamburan anggaran khususnya tunjangan bagi pegawai yang disinyalir masuk dalam jabatan tetapi tidak produktif,” ujarnya.
Bahkan, lanjut Dudi, ada SK pejabat Pemkab Garut dari Kemendagri yang keluar pada bulan Maret 2024 lalu namun belum juga dilaksanakan pelantikan. Belum lagi kekosongan eselon II pada jabatan Kepala Inspektorat, DPMPT, Damkar, Sekretaris Dewan, Camat Cibatu, Samarang, Mekarmukti, Cikelet dan para Kepala Bidang di SKPD-SKPD.
“Kemudian terkait merit sistem, apakah yang dbicarakan tersebut sudah disosialisasikan dan diumumkan kepada semua ASN yang sudah mengikuti assesment? Lalu pengkotakan yang selalu disebutkan, apakah semua sudah tahu dan memang sesuai? Ini semua menjadi bias,” tanya Dudi kepada hariangarutnews, Selasa (24/09/2024).
Dudi menambahkan bahwa mereka akan mengkaji secara ilmiah dan membawa persoalan tersebut ke ranah hukum jika belum dilakukan pelantikan.
“Bila pemerintah tidak mendengar tuntutan ini maka kami siap kaji secara ilmiah dan proses secara hukum. Jangan berkilah karena bupati berstatus sebagai pejabat sementara sehingga Sekda sulit mengambil keputusan atau kebijakan, toh wewenang Pj sebagaimana diatur dalam ketentuan diperbolehkan melantik PNS dalam jabatan,” pungkasnya. (Gie)