Kondisi Tidak Ideal, Demokrasi Garut Seperti Dibungkam dan Dikebiri

FOKUS1,758 views

Saya sampaikan, tak perlu muncul kecurigaan bahwa mendorongnya banyak calon/kalimat di awal tadi hanya “akal – akalan” untuk memuluskan kandidat tertentu, saya punya pendapat yang sederhana, jika terdapat kandidat yang diasumsikan dengan pemerintahan sebelumnya, memiliki rekam jejak yang buruk, tidak memuaskan dan dianggap tidak berhasil, maka masyarakat punya kesempatan menghukum kandidat tersebut dengan tidak memilihnya kembali, sederhana bukan?

Bukankah Pilkada adalah ajang evaluasi, jika memuaskan maka lanjutkan, jika tidak barangkali hal tersebut berpotensi membuka ruang bagi figur lain yang punya tawaran solusi.

Saya sedang bicara tentang bagaimana Pilkada harusnya merupakan kesempatan untuk kita terus memperbaiki kualitas dari demokrasi itu sendiri, bukan malah Pilkada-lah yang membuat demokrasi kita menjadi terkebiri.

Berangkat dari kondisi awal, dimana bisa kita saksikan Kabupaten Garut tak pernah kekurangan stok figur, partai yang sejak awal bersemangat mendorong kader serta figur terbaiknya mendadak hilang dari peredaran.

Padahal kita tahu bersama, Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai pengawal norma hukum tertinggi di Indonesia telah menyatakan bahwa pelaksanaan Pemilu yang lalu dengan peraturan hukumnya tidak sesuai dengan UUD 1945 dan nilai-nilai pancasila, maka dirubahlah aturannya agak pelaksanaan hari ini bisa lebih baik dan tentu sesuai dengan amanat konstitusi.

Sehingga akibat dari putusan MK tersebut, semua pihak tanpa terkecuali, partai yang belum berkesempatan duduk di parlemen, bisa secara bersama – sama selama memenuhi syarat minimal ambang batas bisa mendorong kader/figur terbaiknya.

Lalu kita lihat bagaimana Kabupaten Garut merespon hal tersebut, yang kita saksikan malah kebalikannya, semangat para partai yang meski didukung keputusan MK, tetapi hasil akhir bisa kita saksikan ber”tumbang”an-nya semangat para partai untuk berkompetisi dan mendorong kader dan figur terbaik dari partai masing-masing untuk bisa “unjuk gigi”, ada apa ini?

Tentu saya akhirnya menilai, ini merupakan kemunduran dari demokrasi yang di idam – idamkan oleh kita semua, yang awalnya saya menganggap akan ada “perang” gagasan, mengurangnya praktik money politik, dan kecenderungan aktivitas politik di level elit saja, hari ini rasanya hanya angan-angan, dan belum bisa terwujud. Dan oleh karena itulah tulisan ini saya buat.

Saya menyaksikan, tidak banyak yang berani berbicara terkait kondisi yang tidak ideal ini, bahkan ketika kemarin ramai dalam pemberitaan, hal yang menurut saya pribadi menyinggung tanah kelahiran saya dan tentu kita semua sebagai penduduk Garut tanpa terkecuali, tidak banyak yang secara terang-terangan menyatakan keberatannya atas hal tersebut, saya rasa kita telah di bungkam, ini bukan hanya soal dukung mendukung, tetapi jauh lebih daripada itu, tentang prinsip kebebasan berpendapat yang ada pada diri kita tidak boleh berkurang, apalagi hilang.

Lalu juga hari ini saya melihat praktik-praktik yang saya anggap mencederai demokrasi itu sendiri, aparatur desa yang seharusnya bekerja untuk seluruh masyarakat, “diduga” telah menjadi bagian dari pemenangan kandidat tertentu.

Berdasarkan foto yang beredar, fasilitas desa digunakan untuk aktivitas politik praktis, lalu aparat pemerintah desa terlibat didalamnya, dan menjadi “kaki – tangan” yang nantinya ikut bergerak di lapangan, dengan menggiring pemilih yang ada, bukan bertindak untuk mengedukasi masyarakat desanya, agar tak di exploitasi suaranya dan berakhir “rugi” atas pilihan yang tidak sesuai, tapi malah “mengexploitasi suara yang ada, dan bertransaksi dengan kandidat” apakah diamnya kita melihat fenomena itu berarti “Matinya Demokrasi di Kabupaten Garut?”

Hanya kepada Allah SWT lah saya berharap Kabupaten Garut bisa terjaga. Karena saya masih menunggu bagaimana dengan pihak penyelenggara melihat kondisi ini? Bawaslu, KPU, juga pihak-pihak lain seperti Polri, ASN, dan pejabat negara lainnya.

Bisakah kita mengandalkan mereka, dalam menjaga hak – hak kita sebagai pemilih. Tanya pada hati nuranimu kawan, apakah kondisi ini akan kita biarkan?