Angka Kematian Ibu dan Bayi di Garut, Tiga Besar di Jawa Barat

FOKUS5,215 views

Nanti, lanjut Rudy, dari Dirjen Kesmas Kemenkes RI dalam hal ini Projek Manager Offìcer (PMO) dr Nida Rohmawati yang akan menjelaskan bagaimana langkah yang harus dilakukan, memberikan guidance (panduan) langsung kepada dirinya selaku kepala daerah.

“Apa yang harus dilakukan dan diperbaiki dalam rangka menurunkan angka kematian anak dan angka kematian ibu yang di Garut itu masih tinggi,” katanya.

Menurutnya, hal ini juga ada beberapa faktor penyebab. Pertama jumlah penduduk yang banyak, kemudian infrastruktur kesehatan yang belum semua memadai atau belum lengkap, rasio tenaga medis/dokter spesialis dengan ibu dan anak dengan penanganan permasalahan masih jauh.

“Bad saja, seharusnya di Garut itu ada 2600 Bad dengan jumlah penduduk 0,01 persen itu, jumlah penduduk 2,6 juta. Harusnya di Garut itu, ada Bad rumah sakit dengan tempat perawat itu ada 2600. Sekarang ini kita baru ada 1200, itu pun dengan DTP Puskesmas, kita ini masih kurang di rumah sakit. Kita kan masih jauh, rumah sakit efektif 400, yang swasta paling 400, baru 800 Bad, terus puskesmas yang kita DTP-kan,” jelasnya.

Termasuk diantaranya, sambung Rudy, bagaimana Poned (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar) yang ada 30 di tiap kecamatan, bisa menjadi garda terdepan dalam penyelesaian masalah tersebut.

“Garut ini tiga besar (di Jawa Barat) angka kematian ibu dan bayi. Kita ketiga antara Bogor, Karawang dan Garut. Karena jumlah yang lahir di Garut itu 53 ribu (per tahun). Memang yang meninggal sedikit,” katanya.

Rudy menyebutkan, kemiskinan salah satu faktor penyebab, kurangnya komunikasi permasalahan memelihara kehamilan ibu, dan terlambatnya penanganan medis.

“Inilah yang disampaikan dari kemenkes, makanya Poned dulu ada di depan,” tandas Bupati Garut.

Sementara, PMO Dirjen Kesmas Kemenkes RI, dr Nida Rohmawati, mengatakan, bahwa Kabupaten Garut sebetulnya kalau dilihat dari akses dan masyarakatnya cukup edukasi. Namun ada beberapa hal yang harus ditingkatkan lagi.

“Ibu dan bayi itu adalah prioritas di kebijakan pembangunan nasional, kita mulai dari masyarakat. Bagaimana yang hamil ini sehat, yang belum hamil diperbaiki dulu. Setelah itu kan ada pemeriksaan kehamilan. Disaat pemeriksaan kehamilan sudah terscreening, mana ibu yang beresiko, mana yang sehat,” ujar Nida.

Menurutnya, ibu (hamil) yang beresiko yang harus mendapatkan pengawalan dengan baik, nanti kedepan akan melakukan bersalin dimana.

“Kalau memang ada resiko, ya jangan di FKTP atau di puskesmas, ditempat mandiri bidan. Yang harusnya memang di rumah sakit, ya direncanakan sejak awal lahir di rumah sakit, datang bukan dalam kondisi sudah komplikasi. Datang masih sehat, di rumah sakit dilakukan persalinan. Ibunya selamat, bayi lahir sehat, itu yang kita inginkan,” katanya.

Ia berharap, masyarakat harus teredukasi, jika memang ada masalah (resiko kehamilan). Direncanakan diawal, untuk persalinan, sebelum ada masalah komplikasi. Ia juga menyebutkan, darah tinggi menjadi dominan (terbanyak) pada komplikasi atau hipertensi ibu hamil. (Ndy)