“Alhamdulillah ada angin segar, setidaknya kami cukup puas karena melahirkan keputusan yang tertuang di berita acara cukup adil. Kami akan melihat sikap selanjutnya”, ujar Ateng Surjana, S.IP salah satu koordinator aksi.
Adapun keputusan yang dihasilkan ada tujuh poin, diantaranya DPRD Garut dan GTRA menyatakan bahwa kasus yang terjadi di PTPN VIII Cisaruni termasuk kategori konflik agraria. Lalu, DPRD Garut bersedia menyampaikan aspirasi kepada bupati Garut selaku ketua Gugus Tugas Reformasi Agraria (GTRA) untuk menyelesaikan sengketa dan konflik agraria ini dalam ruang lingkup tugas GTRA. Ketiga, mendorong hak petani atas tanah Cisaruni. Keempat, menyepakati untuk menghentikan kriminalisasi petani yang berjuang menuntut keadilan atas hak tanah. Lalu akan mendorong dilakukannya audit investigatif terhadap PTPN VIII perkebunan Cisaruni. Lahan perkebunan PTPN VIII Cisaruni menjadi prioritas pelaksanaan Tanah Objek Reformasi Agraria (TORA). Dan ketujuh, GTRA siap ke lapangan tinjau lokasi.
“Berita acara itu ditandatangani komisi 1 dan 2 DPRD Garut, Sekretaris Daerah, asisten pemerintahan dan kesejahteraan rakyat, BPKAD, Bappeda, Disnaker, Dinas Perkim, Disperindag ESDM, Dinas PUPR, Dinas Koperasi dan UKM, DPMD, BPN, solidaritas aktivis dan organisasi tani untuk petani Cisaruni Garut”, jelasnya.
Sementara Juju Hartati, S.Sos Anggota DPRD Fraksi menyebut kondisi masyarakat Garut termiskin di Jawa Barat. Hanya karena menggunakan lahan untuk kebutuhan perut keluarganya, tetapi harus dikriminalkan dan berurusan dengan hukum. Juju berjanji akan membantu petani yang ditahan dan ia pun segera meminta bupati untuk menyelesaikan persoalan ini.
“Akan saya angkat di fraksi. Kami tentunya di DPRD harus memperjuangkan hak-hak rakyat Garut. Kita siap turun ke lokasi untuk melihat situasi tanah perkebunan PTPN VIII agar jelas dan objektif”, kata Juju yang mendapat tepuk tangan ratusan petani. (Doni)**
Komentar ditutup.