Miris, Seorang Kepala Desa beserta Ketua PKK di Tarogong Garut Kompak Hina Warganya Miskin dan Bau Badan

FOKUS25,994 views

HARIANGARUTNEWS.COM – Beredar dan membuat gaduh di warga masyarakat, status whatsapp pribadi istri kepala desa, inisial DDS, yang memposting screenshot percakapan dirinya dengan suami yang tiada lain adalah Kepala Desa Mekargalih, Kecamatan Tarogong Kidul berinisial BP.

Sontak hal tersebut mendapatkan sorotan para tokoh dan warga setempat yang melihat status istri kades tersebut dan melontarkan komentar beragam, karena hal itu tak patut dilakukan oleh seorang pemimpin. Kemudian yang lebih miris lagi, postingan status tersebut berisi screenshot percakapan yang seolah merendahkan derajat sosial atau harkat dan martabat warganya sendiri dengan menyebut bau badan dan tidak mampu atau miskin.

Inilah isi potongan percakapan kepala desa dan istrinya melalui aplikasi whatsapp yang di screenshot dan dibuat status whatsapp oleh istrinya.

Pesan whatsapp dari kepala desa,
“Karek plg ti kcmtan”
“Langsung liat Bpnt hla..”
“Duhh jiga aya pameran”
“Pinuh jaba barau kelek ampuuunnn,”

Dijawab istri sang kepala desa,
“Ya mereka biasa susah makana panas pun di serbu”
“Boboraah beli nu harararum”
“Kecantikan ibu perbulan teh seharga bpnt 4 blnan”
“Ya Allah jangan biar kn hamba miskin…”
“Teu sanggup ?”
“Teu aya kuota ge asa kiamat…tak ada hiburan?”

Tak cukup itu, ibu kepala desa juga dalam voice note whatsapp group desa, mengucapkan kata-kata kasar yang tentunya tak layak bagi seorang ibu kepala desa yang notabene istri seorang pemimpin tingkat desa dan juga ia selaku ketua tim penggerak PKK desa.

Dengan voice note menggunakan bahasa sunda, mengucap lantang dan sangat kasar, entah kemarahan apa yang dirasakannya, namun ini sangat disayangkan. Seyogyanya tutur kata dan perbuatan pemimpin harus menjadi contoh bagi warga masyarakat yang dipimpinnya.

Berikut salah satu terjemahan voice note, ibu kepala desa DDS, sebagai berikut,

“Tadi teh poho, barang datang ka desa teh urang teh keur solehah keneh bu Dedeh. Ari bieu dirasa-rasa, heueuh nya aing teh kamari dibobodo heueuh. Jadi we aing teh ayeuna edan deui. Sok buru ditungguan di desa. (Tadi lupa, saat datang ke kantor desa saya sedang Sholehah Bu Dedeh. Namun setelah dirasakan, saya merasa dibodohin. Sekarang saya murka lagi. Cepat saya tunggu di desa) ,” cetus DDS, dalam voice note whatsapp group.

Sontak ini membuat warganya geram dan tersinggung atas sikap dan ucapan pemimpin yang seperti itu. Seharusnya justru pemimpin itu bisa mengayomi, membawa warganya ke arah lebih baik, bukan menghinakan derajat sosialnya, tetapi mengangkat harkat dan martabat masyarakat dalam segala bidang untuk kemajuan.

Sementara Ketua LPM Desa Mekargalih, Budi Budiawan, saat dikonfirmasi membenarkan hal ini, bahkan kata Budi, selaku Ketua LPM sudah menyampaikan surat kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk menindaklanjuti masalah tersebut.

Surat dari Ketua LPM Desa Mekargalih yang ditujukan kepada BPD nya.

“Tidak pantas, etika, atitude tidak dipakai. Saya juga mau koorsinasi lagi karena ada pengaduan juga dari RW delapan, enam, lima tiga dan dua,” kata Budi, Rabu (18/11/2020).

Surat dilayangkan ke BPD, tambah Budi, dengan banyaknya aduan masyarakat dari masing-masing RW di Mekargalih atas tindak tanduk, prilaku pemimpin yang memberikan contoh kurang baik tersebut. (TIM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

5 komentar

  1. Disana mah emang kayak gitu. Para calon kades berlomba menang dengan berbagai cara agar bisa memperkaya diri saat sudah terpilih. Bayangkan,guys…dana desa Ajja dikorupsi,apalagi dana UMKM, bantuan gubernur,dll.mereka bilang dengan entengnya” Bae we dipotong sajuta ge da eta mah duit manggih” katanya. Warga yang seharusnya makmur, diperdaya para orang pintar yang duduk di pemerintahan.miris sayah

  2. Sudah banyak mendengar,malah bu Kades yg lebih dominan dr pak Kades,saya selaku warga asli yg hidup di perantauan sangat sedih dg kejadian ini,mohon aparat yg berwenang agar di beri sangsi Kades ini walau saya masih ada kaitan famili

  3. Saya kira itu mah bukan kasar, klo dlm istilah sunda itu conggah. Memang klo terjemahkan ke bhs indonesia seperti kasar padahal tdk seperti itu. Justru bahasa conggah lebih mendekatkan antara peminpin dan warganya. Jd tdk ada jarak lg. Contohnya mang ade londok dgn odading yg udah viral.