Imbas Wabah PMK, Produksi Susu Sapi di Koperasi Peternak Garut Selatan Alami Penurunan 2 Ton Perhari

HARIANGARUTNEWS.COM – Koperasi yang menerima setoran susu dari beberapa kecamatan di Garut Selatan ini mengalami penurunan sekitar 2 ton per hari. Hal ini dihitung berdasarkan penerimaan susu sebelum dan ketika wabah PMK melanda.

“Kantenan seueur, tinu sateuacan aya wabah mah 17 ton per hari ayeuna mah mung aya 15 ton ge kirang, 14 ton kirang langkung. Kamari oge 17 ton oge kirang. pabrik nyungkeunna seueur, teu terpenuhi, (Tentu saja banyak (berpengaruh), dari sebelum ada wabah 17 ton per hari. Sekarang hanya ada 15 ton dan itu pun kurang atau ada 14 ton lebih kurang. Kemarin juga 17 ton kurang untuk memenuhi kebutuhan pabrik. Pabrik yang meminta banyak tidak terpenuh,” tutur Kepala Bagian Milk Treatment KPGS, Dudung Abdullah, Sabtu (16/07/2022).

Dudung menjelaskan, penurunan produksi susu ini berlangsung sejak dimulainya wabah PMK dan penemuan kasus PMK di daerah penyetor susu ke KPGS. Namun kata dia, penurunan produksi susu tidak berpengaruh terhadap kualitas dan harga jual. Ia menegaskan bahwa susu yang diterima dari peternak dalam kondisi baik karena diperoleh dari sapi yang sehat.

Selain itu, imbuh Dudung, harga susu akan turun jika kualitas susu menurun. Namun pengaruh wabah PMK terhadap kualitas susu belum ditemukan oleh laboratorium KPGS.

“Ari kualitas susu mah kan anu sakit mah teu diperes jadi sapi anu diperes mah anu jaragjag sehat. janten anu dicandak anu kadieu mah sae, (Perihal kualitas susu, karena yang sakit tidak diperas jadi yang diperas adalah yang sehat. Jadi yang dibawa adalah yang baik),” katanya.

“Harga jual susu mah teu terpengaruh, da tergantung kualitas, kualitas awon nembe lungsur ti laboratorium. Tina susu mah teu aya pangaruh kana susu mah. sae wae susu mah. da anu terjangkit mah teu disaletorkeun susu na,” (Harga jual susu tidak terpangaruh karena tergantung kualitas. Kualitas buruk baru turun. Dari laboratorium belum ditemukan pengaruhnya. Susu selalu dalam keadaan baik),” imbuhnya.

Bagian Keswan (Kesehatan Hewan) KPGS menghimpun data sapi perah yang terjangkit PMK mulai dari 8 Mei sampai 11 Juli 2022. Data tersebut menunjukkan sebanyak 907 ekor yang terjangkit, 890 ekor yang menimbulkan gejala, 111 ekor yang dipotong paksa, 65 ekor kematian anak, 16 ekor kematian induk, dan 418 ekor yang membaik. Data ini diambil dari kelompok peternak sapi perah yang biasa menyetor susu ke KPGS atau disebut anggota KPGS.

Kelompok peternak yang sapinya terjangkit PMK ini berasal dari Desa Cidatar, Simpang, Cigedug, Sukatani, Sukawargi, Cikandang, Karamatwangi, Cibodas, Mekarjaya, dan Padasuka. Adapun anggota KPGS berasal dari 6 kecamatan yaitu Cikajang, Cisurupan, Cigedug, Cihurip, Banjarwangi, dan Pamulihan.

Daerah daerah penyetor susu tersebut dikelompokkan berdasarkan zona merah (zona yang banyak terjangkit) dan zona hijau (sebaliknya/aman). Zona merah terdiri dari desa Sukatani, Cibolang, Ciroyom, Lenteng, Cikandang (sebagian), Kebon Cau (Badega), dan Pamegatan (sebagian). Jumlah zona merah tersebut terhitung masih sedikit dibandingkan dengan jumlah zona hijau. Artinya masih banyak zona hijau.

Penanganan terhadap sapi perah yang terjangkit PMK dilakukan melalui dua cara upaya pencegahan yang dilakukan pada sapi perah yang tidak terjangkit dan upaya penanganan pada sapi yang sudah terjangkit. Kepala bagian populasi sapi, kesehatan hewan, dan reproduksi yaitu drh. Yusep Saeful Hidayat memaparkan upaya penanganan tersebut pada Jumat 15 Juli 2022.

“Pencegahan supaya virus tidak masuk seperti penyemprotan disinfektan, mengurangi mobilisasi baik ternak maupun peternak dari zona merah ke zona hijau, mobilisasi peternak dari kandang ke kandang lain (saling kunjung), peningkatan daya tahan tubuh, ternak diberi makanan bagus, vitamin, dan mineral yang disediakan KPGS. Selain itu, upaya penyuluhan juga dilakukan. Penyuluhan iya dan penyemprotan disinfektan mulai dari klorin, sitrun, lemon, dan lain lain sudah didistribusikan,” terang drh. Yusep Saeful Hidayat.

Adapun untuk sapi yang tertular, sambung Yusep, dilakukan upaya penanganan seperti injeksi, pemberian makan secara oral (dicekok), dan pemberian obat luka.

“Untuk sapi yang tertular melakukan penanganan sesuai anjuran baik vitamin, antibiotik, dan obat luka. Untuk ternak yang tidak mau makan diberi secara oral (obat cekokan) tiap daerah berbeda ada yang pakai kunyit dan ada yang sudah jadi. Ada bawang putih, lemon, ketela (dipotong kecil atau diparut). Upaya penanganan dan pencegahan ini dilakukan KPGS dengan menjalin kerja sama. Pihak pihak yang terlibat seperti GKSI, dinas peternakan, dan kepolisian,” katanya.

Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk keperluan penanganan tersebut, kata Yusep, didapat dari berbagai pihak seperti dinas peternakan, GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia), IPS (Industri Pengolahan Susu), perusahaan pembeli susu dari KPGS, dan swadaya mandiri.

Yusep menjelaskan, Vaksin PMK pertama kali diterima KPGS sebanyak 200 dosis pada tanggal 19 dan 20 Juni 2022. Satu minggu kemudian vaksin sebanyak 2500 dosis diterima dan disuntikkan sebanyak 2000 dosis. Penyuntikkan vaksin 2000 dosis ini terealisasi pada tanggal 25 sampai 30 Juni 2022.

“Mengapa 2.000 dosis terealisasi? Yang didapat 2500 tetapi pas direalisasikan ada yang tertular jadi tidak jadi divaksinansi ada yang menolak. Yang menolak tidak tahu ya, ada yang ketakutan, ada yang bilang sapi saya tidak apa apa, referensinya ke vaksin covid kemarin. Ada keluhan sedikit tapi belum tentu dari vaksin. Setelah vaksin relatif menurun. Tetapi ada daerah yang tadinya tidak terkena akhirnya terkena tetapi belum bisa dipastikan apakah sebab dari vaksin atau bukan,” papar Yusep.

drh. Yusep juga menerangkan pengaruh keterjangkitan sapi perah terhadap produksi susu, bedasarkan penuturannya, sapi yang terjangkit masih bisa menghasilkan susu tetapi jumlahnya menurun secara drastis. Misalkan ada beberapa kasus yang sapinya tidak menghasilkan susu sama sekali, ada yang menghasilkan 15 liter turun ke angka 2 liter, dan ada yang menghasilkan 17 liter turun ke angka 12 liter per hari. Hal ini belum bisa kembali normal.

Gejala yang ditemukan, kata dia, seperti adanya pengerasan pada bagian dalam ambing dan puting susu seperti terbakar. Ia juga menerangkan bahwa hal yang paling utama dalam penanganan adalah kedisiplinan petugas dan peternak melakukan penyemprotan rutin minimal dua kali dalam satu minggu meskipun sudah divaksin.

“Kebersihan juga perlu diperhatikan agar penularan atau penyebaran virus tidak meluas. Sampai tanggal 18 Juli 2022 jumlah produksi susu dari peternak KPGS belum mengalami kenaikan. Hal ini dapat dilihat dari pergerakan data berikut. (Leni/UPI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *