Relawan Pemulasara Jenazah Pasien Covid-19 di RSU dr. Slamet, Ustad Ajat : Kami Tak Berharap Imbalan

FOKUS934 views

HARIANGARUTNEWS.COM – Kurang lebih sudah lima belas bulan sejak kasus positif virus corona pertama kali muncul di Indonesia. Virus yang pertama kali merebak di Wuhan, China, itu, saat ini sudah menyebar hampir di seluruh wilayah yang ada di Indonesia.

Tak terkecuali di Kabupaten Garut. Hingga saat ini jumlah total kasus positif Covid-19 mencapai 20 ribu lebih kasus, dengan jumlah pasien sembuh sebanyak 17.015 orang, sebanyak 2.557 orang dirawat, dan sebanyak 923 orang dilaporkan meninggal dunia.

Penanganan untuk korban meninggal dunia akibat virus corona, harus menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Para relawan yang melakukan pemulasaran jenazah pasien konfirmasi positif Covid-19, juga harus menanggung risiko tinggi terpapar virus corona.

Ajat S. Kurnia utusan MUI kecamatan Pasirwangi bersama Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) dari Kecamatan Limbangan dan lainnya saat bertugas di RSUD dr. Slamet.

Adalah Ajat S. Kurnia (52) warga Kampung Legok RT03/05, Desa Padaasih, Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut, Ia seorang ustad yang menjadi relawan dalam menangani Covid-19 menceritakan proses pemulasaran jenazah. Ajat merupakan utusan dari Majelis Ulama (Indonesia) MUI Kabupaten Garut bersama sejumlah orang lainnya menjadi relawan untuk melakukan pemulasaran jenazah yang terpapar Covid-19 di RSUD dr Slamet.

Ajat merasa terpanggil untuk melaksanakan tugas kemanusiaan di tengah pandemi Covid-19 tersebut. Tugas untuk memandikan jenazah pasien positif memang sempat membuat khawatir diri dan keluarganya. Jika kondisi kesehatannya sedikit terganggu, saat itu dia langsung merasa cemas. Hatinya tergerak untuk maju karena ternyata relawan pemulasaran sangat dibutuhkan. Ia pun akhirnya bergabung dengan pengurus MUI dari Kecamatan lainnya. Sejak saat itulah, Ajat terlibat aktif dalam pemulasaran jenazah Covid-19.

Ajat di ruang pemulasaraan jenazah pasien Covid-19.

“Pasti takut, pada saat kita tidak enak badan, sudah panik. Jangan-jangan tertular. Kami terus melakukan rapid test, saya dan teman-teman lain tidak ada yang reaktif hingga saat ini. Dalam sehari saya bersama relawan lainnya bisa memandikan mayat sekitar 15 sampai 30 jenazah. Kita melakukan pemulasarannya di kamar isolasinya. Setiap proses itu selalu kita semprot dengan disinfektan, jadi pertama kain kafan, kemudian plastik, kemudian dimasukan kantong jenazah,” kata Ajat kepada hariangarutnews.com, Kamis (08/07/2021) malam, disela-sela tugasnya di di RSUD dr Slamet Garut.

Dalam melaksanakan prosesi pemulasaran jenazah, Ajat terus mengingatkan rekan-rekannya untuk tetap bersemangat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, meskipun tugas mereka itu memiliki risiko tinggi. Ia menegaskan, menjadi seorang relawan yang ikut terlibat dalam penanganan Covid-19 adalah sebuah kebanggaan tersendiri, dan itu tidak bisa diukur dengan materi.

“Ini darurat, dalam artian rumah sakit banyak kewalahan dan Pemerintah Daerah juga mencari tenaga-tenaga yang memang siap untuk keluar rumah ketika dibutuhkan. Kalau bukan kami para relawan, siapa lagi. Masyarakat sudah tidak berani. Saya juga ingin memastikan kepada keluarga pasien yang meninggal akibat Covid-19, bahwa dalam melakukan pemulasaraan jenazah tentunya kami melaksanakannya dengan syariat Islam dan protokol kesehatan,” ujarnya.

Apa yang dijalani Ajat S. Kurnia kurang lebih selama satu bulan terakhir, memaksanya untuk mengambil keputusan berat. Karena risiko terpapar virus corona pada saat memandikan jenazah Covid-19 sangat tinggi, Ajat memutuskan untuk tidak pulang ke rumah.

Bahkan, Ketua Da’i Kamtibmas Polres Garut tersebut kadang memutuskan untuk tidur di RSUD dr Slamet. Tinggal di RSU akan lebih memudahkan mobilitasnya pada saat akan melakukan pemandian jenazah pada malam hari. Dengan keikhlasan hati untuk melaksanakan tugas sebagai relawan, Ajat tidak pernah mengharapkan imbalan apapun.

Dari pengalaman yang dirasakannya selama memandikan jenazah pasien positif Covid-19, Ajat mengingat betul rasa sakit kehilangan dari keluarga yang ditinggalkan. Bahkan, tidak jarang Ajat menitikkan air mata karena merasakan kesedihan keluarga yang ditinggalkan.

“Pada saat memandikan pasien, dada saya merasa sesak. Saya mengingat hidup saya, terbayang anak dan istri saya,” kata Ajat.

Pengalaman demi pengalaman dalam melakukan pemulasaran jenazah pasien positif Covid-19 akan terus bertambah di benak Ajat dan rekan-rekannya. Meskipun terasa perih, Ajat berkomitmen untuk terus memberikan pengabdian kepada masyarakat.

“Saya berusaha menguatkan diri saja, meski harus keluar air mata. Proses memandikan ini seperti menidurkan orang untuk terakhir kalinya. Sedih sekali rasanya. Tugas kami cukup memandikan jenazah hingga masuk ke dalam mobil ambulans, selebihnya tugas dari petugas pemakaman,” ujar Ajat.

Berada di garda terdepan penanganan jenazah pasien positif Covid-19, Ajat mengharapkan masyarakat khususnya warga Garut untuk terus menerapkan protokol kesehatan secara ketat, terutama pada saat beraktivitas di luar rumah.

Jika memang tidak mendesak, masyarakat diharapkan bisa tetap berada di rumah dan tidak melakukan aktivitas luar. Memang, salah satu langkah untuk mencegah penyebaran virus corona adalah dengan disiplin tinggi.

“Warga masih banyak yang tidak percaya adanya Covid-19. Saya sampaikan, Covid-19 itu ada, dan luar biasa dampaknya jika terpapar. Saya meminta masyarakat Garut patuh, dan disiplin menerapkan protokol kesehatan. Kasihan pemerintah, TNI/Polri dan para Tenaga Kesehatan (Nakes) yang telah berjibaku menangani Covid-19,” pungkas Ajat S Kurnia. (Igie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *