Agresifitas Covid-19 Semakin Tak Terkendali, Nakes di Garut Mulai Kelelahan

FOKUS630 views

Oleh : Igie N. Rukmana, S.Kom (Pemimpin Redaksi Harian Garut News)

HARIANGARUTNEWS.COM – Tampak, salah seorang Tenaga Kesehatan (Nakes) tengah menikmati kopi hitamnya tepat saat setahun lebih pandemi Covid-19 melanda negeri ini. Selama satu tahun itu pula, ia harus berjibaku menangani pasien Covid-19.

Setelah UPT Puskesmas Cibatu, Kadungora, Cilawu dan Cisurupan ditunjuk menjadi Puskesmas rujukan pasien Covid-19, para Nakes di empat Puskesmas tersebut harus beradaptasi dengan pakaian “perang”nya, yaitu Hazmat dan masker N95 yang dilapisi masker bedah selama kurang lebih 8 jam dalam sehari.

Dehidrasi dan kekurangan oksigen dalam waktu kerja yang cukup lama sering mereka rasakan. Gerah sudah pasti, tapi demi keamanan dari paparan virus, ketidaknyamanan itu harus diabaikan. Dukungan dari masyarakat adalah obat kuat bagi mereka selama masa pandemi ini.

Setiap waktu para tenaga medis baik di rumah sakit maupun di Puskesmas harus mengurus ratusan pasien Covid-19, kondisi yang sangat memicu munculnya stres dalam kehidupan seseorang.

Sungguh sangat ironis sekali, mereka yang berada di garda depan malahan kerap menjadi korban. Kalau hal itu terjadi berlarut-larut, jumlah tenaga medis yang tersedia semakin berkurang, padahal agresifitas Covid-19 semakin tak terkendali. Prosentase yang tidak seimbang itu akan membayakan situasi negara pada kesehatan warganya.

Fenomena tersebut mendorong empati banyak pihak termasuk wilayah seni untuk memberikan stimulasi moral kepada para tenaga medis. Seni merupakan sebuah karya manusia yang merupakan ungkapan ekspresi dalam diri, dalam bentuk audio, visual, sastra, dan sebagainya. Seni yang memiliki tujuan dan fungsi dalam dukungan buat para nakes yang terus berjuang di garis depan, bukan menjadi obyek penganiayaan oleh oknum masyarakat tertentu.

Empati memang layak ditujukan kepada tenaga medis. Mengingat begitu banyaknya pasien yang mereka tangani dan semakin lama semakin bertambah. Nyawa pun akan menjadi taruhannya dari perjuangan mereka. Satu demi satu pejuang di garda depan itu mulai berguguran demi raga yang lain.

Tidak sedikit, demi menjaga keluarga yang dicintai banyak tenaga medis memilih meninggalkan rumah dalam berjuang melawan Covid-19. Mereka tidak ingin mengambil resiko pulang dengan membawa virus dan menulari orang-orang tercinta di rumah dan lingkungannya. Kita juga belum tahu, kapan pandemi ini akan berakhir. Hanya dengan doa, kesadaran bersama dan kerjasama, pandemi ini akan berakhir. Selama pandemi ini masih berlangsung, kita meyakini  para tenaga medis akan terus menangani  pasien-pasien yang terpapar Covid-19.

Bahkan sejumlah tenaga kesehatan di RSUD dr Slamet Garut, disebut menderita kelelahan menghadapi gelombang pasien yang terus berdatangan. Mereka telah mencapai titik puncak kemampuan dalam menangani pasien. Yang jadi perhatian adalah kelelahan kawan-kawan nakes. Begitu mereka kelelahan, imunnya turun dan akan mudah terinfeksi. Terbukti, puluhan dokter di RSUD dr Slamet terpapar Covid-19, bahkan ada yang meninggal.

Oleh karenanya, Pemkab Garut melalui Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 terus mengimbau semua pihak lebih taat dan ketat dalam menjalankan Protokol Kesehatan (Prokes), terutama 5M, yakni mencuci tangan, memakai masker, menghindari kerumunan, membatasi mobilitas, menjaga jarak, ditambah 1 M lagi yaitu menghindari makan bersama.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *