Catatan Redaksi : Nakes, Pasien Covid-19 dan Raibnya “Jatah Hidup” dari Pemkab Garut

FOKUS1,485 views

Oleh : Igie N. Rukmana, S.Kom

HARIANGARUTNEWS.COM – Pandemi Covid-19 telah membuat panik masyarakat. Akibatnya, timbul kerugian di sektor ekonomi, kesehatan, dan sosial kemasyarakatan. Ditambah lagi, munculnya stigma dan juga stereotipe negatif yang diarahkan oleh individu atau kelompok masyarakat terhadap tenaga kesehatan atau pasien Covid-19 sehingga berkontribusi terhadap tingginya angka kematian akibat virus corona.

Melihat fenomena pandemi yang berkembang dan seiring dengan pesatnya pasien Covid-19 di Kabupaten Garut, sudah sepatutnya Pemkab Garut memberikan perhatian lebih terhadap keselamatan diri para tenaga kesehatan, seperti menyediakan Alat Pelindung Diri (APD), tempat mandi di rumah sakit, layanan binatu, akses mendapat layanan kesehatan berkala yang ditanggung tempat kerja, vitamin, suplemen dan fasilitas lainnya yang bisa menjamin dan memberikan perlindungan kepada tim medis agar tidak terpapar. Jangan sekedar menuntut, sementara kebutuhan mereka tidak diperhatikan.

Kenapa demikian, karena kondisi ini seringkali melibatkan kecemasan, ketidakpastian, dan intensitas kerja yang meningkat. Keadaan ini membutuhkan kelenturan, daya tahan, keseimbangan batin, dan profesionalisme dari tenaga kesehatan. Sebab, merekalah yang biasanya merasa terancam keselamatannya di masa pandemi. Di saat banyak Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tutup dan Work From Home (WFH), para Nakes justru sibuk bekerja tanpa mengenal WFH.

Saat ini sedang terjadi di Puskesmas banyak merawat inap pasien Covid-19 yang berat padahal diluar kemampuannya, seharusnya dirawat di RSUD atau RS Darurat Covid yang wajib disediakan Pemda. Angka kematian di Garut tinggi karena banyak pasien Covid dengan keluhan sesak kemudian tidak tertangani dengan maksimal di puskesmas. Selain itu banyak pasien Covid yang isoman di rumah, jika tidak ada pengawasan dari Satgas, ini akan berdampak penyebaran penularan cluster antar warga atau kampung. Sudah selayaknya Pemda membuka RSUD Malangbong atau Klinik Jiwa di Karangpawitan untuk dioperasionalkan merawat pasien Covid-19.

Artinya, jika Pemkab Garut masih apatis, kebutuhan para tenaga medis tidak diperhatikan, sebentar lagi RSUD dr Slamet akan mirip seperti di RSUD Kudus Jawa Tengah, overload. Para Nakes terpapar sehingga Ruangan IGD di RSUD Kudus ditutup, bahkan saat ini di RSUD dr Slamet dikabarkan sudah ada 7 (tujuh) dokter yang terpapar Covid-19.

Ironisnya lagi, ditempat lain para Nakes diberi perlindungan kesejahteraan agar mampu mengurus pasien Covid-19 yang makin membludak, Pemkab Garut malah mau melakukan evaluasi remunesasi masalah tarif Nakes yang jelas memiliki resiko besar. Terang, ini akan menurunkan moril para Nakes padahal saat ini sangat diandalkan untuk percepatan penanganan masa pandemi.

Saat Bupati Garut, Rudy Gunawan, mengatakan bahwa pihaknya tidak akan melakukan refocusing dana, karena Pemerintah Kabupaten Garut masih memiliki dana Belanja Tidak Terduga (BTT) yang berkisar di angka Rp10-12 milyar, dan sebesar Rp2,5 milyar akan di distribusikan ke puskesmas-puskesmas, semoga saja ini akan menjadi “jubah” perlindungan para Nakes di Puskesmas yang kerap melakukan tracing, swab, menjemput KC, menjadi petugas vaksinasi meski tanpa pernah memperoleh Tunjangan Kinerja Daerah (TKD).

Alih-alih masalah Jatah Hidup (Jadup), sekarang tidak ada lagi bantuan dari Pemda untuk pasien yang isolasi mandiri. Sepertinya Pemda tidak serius membantu kesusahan warganya yang isolasi mandiri di rumah tanpa suplai sembako. Justru para tetangga yang akhirnya harus ikut membantu makan minum warga yang isolasi. Ada 2.530 pasien Covid yang isolasi mandiri di rumahnya masing-masing, sementara pasien Covid yang dirawat di rumah sakit hanya 557 orang.

Mungkin isolasi mandiri malah menyebabkan penyebaran kasus baru menjadi cluster keluarga, cluster kampung dan sebagainya. Karena, lima kali lipat jumlah pasien yang isolasi mandiri dibandingkan dengan yang dirawat di rumah sakit, artinya pasien Covid banyak betebaran di sekitar kita. Dan ini artinya secara tidak langsung Pemda seperti melakukan upaya pembiaran terhadap pasien Covid-19. Atau tidak mau merawat warganya yang sakit di Fasilitas Kesehatan (Faskes) yang bermartabat? Semoga pandemi ini cepat berlalu.

*) Penulis adalah Pemimpin Redaksi Harian Garut News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *