Dalam Sepekan Terakhir 700 Orang Warga Garut Terpapar Virus Corona, Ini Tanggapan Pendiri PISP

FOKUS492 views

HARIANGARUTNEWS.COM – Hari ini, positif Covid-19 di Kabupaten Garut sudah menembus angka 10.674 kasus. Hanya perlu waktu sepekan virus Corona telah menginfeksi hampir 700 orang warga Garut, setelah pada akhir Mei 2021 Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kabupaten Garut mengumumkan ada 10.000 warga yang terpapar sejak April 2020 lalu.

Pendiri Badan Pusat Informasi dan Studi Pembangunan (PISP), Hasanuddin mengatakan, terlewatinya angka psikologis 10.000 ini seharusnya menjadi alarm bagi semua pihak bahwa virus yang sudah membunuh kurang dari 500 orang di Kabupaten Garut ini belum berlalu dan masih terus mengancam. Semua pihak, terutama pemerintah perlu kembali melihat ke belakang, apakah langkah penanganan yang diambil selama ini sudah berjalan baik dan tepat? Jika sudah berada di rel yang benar, hal apa saja yang masih perlu diperbaiki agar bisa segera keluar dari situasi sulit akibat pandemi?

“Pemkab Garut tentu sudah berbuat banyak dalam menangani dampak pandemi ini, baik di bidang kesehatan, ekonomi, maupun sosial. Namun, jalan untuk keluar dari situasi sulit masih sangat terjal. Masih banyak tantangan yang harus dilalui,” ujar Hasanuddin, kepada hariangarutnews.com, Minggu (06/06/2021).

Pemerhati Sosial Garut ini juga mengungkapkan, salah satu persoalan utama yang menghambat penanganan Covid-19 kemungkinan adalah soal data. Data masih sering bervarisi. Padahal, akurasi data sangat penting karena itu akan menentukan begaimana cara penanganan.

“Kemampuan pemerintah mendeteksi orang yang terjangkit virus dinilai masih perlu diperbaiki. Saya tidak bisa pastikan selisihnya, tapi seringkali itu jauh dari kenyataan di lapangan. Pemerintah sejauh ini belum punya cara kerja atau sistem yang bersifat hulu, masih lebih banyak di hilir. Kemungkinan sistem ini belum berjalan baik itu,” tandasnya.

Hasanuddin mencontohkan, misalnya ketika ada pelaporan dari sistem surveillance bahwa ada orang yang positif. Pasti kan dilacak dengan siapa dia kontak, di-tracing, lalu dilakukan tes. Namun, banyak penolakan di lapangan. Orang takut dites. Mengapa ada yang menolak? Karena di lapangan belum punya sistem bagus.

“Pandemi adalah momentum untuk pemerintah memperbaiki sistem layanan kesehatan yang terbukti sangat rapuh. Rapuhnya sistem berdampak pada penanganan yang disebutnya masih jauh dari trek. Banyak masalah, mulai dari data yang under reporting, fasilitas kesehatan yang tidak kuat, pemeriksaan yang lambat, tenaga kesehatan yang bertumbangan. Itu satu kesatuan yang harus baik saat kita menangani kasus,” pungkasnya. (Igie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *