Dirikan Sekolah Sungai Cimanuk, Sekjen DPP GAS : Di Jepang Orang Mabuk Masih Cari Tempat Sampah

HARIANGARUTNEWS.COM – Masalah penanggulangan bencana bukanlah masalah sektoral, tetapi masalah multi sektor karena terkait dengan kemiskinan, disabilitas dan lingkungan hidup. Sementara di Kabupaten Garut, tidak ada tempat yang benar-benar aman dari bencana.

Untuk itu, Sekjen DPP Gabungan Anak Sunda (GAS), Mulyono Khadafi, mendirikan Sekolah Sungai Cimanuk di Jembatan Copong, Desa Haur Panggung, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut. Dengan sekolah ini diharapkan anak-anak sungai menjadi sehat dan tidak lagi menjadi tempat sampah bahkan banjir di musim penghujan.

Bangunan Sekolah Sungai Cimanuk di Jembatan Copong, Desa Haur Panggung, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut.

“Target yang kita cari dalam sekolah sampah ini semua kalangan, supaya masyarakat itu peduli akan lingkungan kita. Faktanya tidak ada satupun yang terbebas dari ancaman bencana. Jika tidak terkena banjir, kena gempa bumi. Kalau tidak gempa bumi, terkena longsor dan sebagainya,” ujar Mulyono di sela-sela kegiatannya, Sabtu (05/03/2021).

Mulyono menandaskan, kegiatan dalam Sekolah Sungai ini juga termasuk dalam membersihkan sungai yang sudah terkena sampah yang menumpuk. Biasanya sampah-sampah yang ada di sungai itu seperti plastik, ranting dan batang-batang kayu. Saat ini sungai banyak yang kotor, jadi tempat buang sampah, buang limbah, jadi sangat perlu masyarakat yang sadar, yang paling pas untuk tugas ini adalah generasi muda.

“Kita jadi paham tentang sungai, cinta lingkungan, menebarkan semangat cinta lingkungan, memberikan gagasan baru tentang penyelamatan lingkungan, pendeknya semua yang kita lakukan adalah untuk kelangsungan daerah ini yang bertumpu pada sungai, kitalah pahlawan Garut ini,” tuturnya.

Sampah yang menumpuk di anak sungai Babakan Ciparay, Kecamatan Karangpawitan masih sulit dikendalikan.

Menurut Dia, keberadaan sungai juga bisa dimanfaatkan sebagai tempat edukasi masyarakat dalam upaya meningkatkan kualitas hidup. Dengan demikian, diharapkan pengelolaan sungai tidak lagi hanya dibebankan pada pemerintah, namun semua masyarakat. Sebab, jika dibebankan pemerintah maka hasilnya seperti yang terjadi saat ini, begitu pemerintah pergi maka sungai kembali kotor dan penuh sampah lagi.

“Edukasi Sekolah Sungai adalah masalah kultur. Jadi, Sekolah Sungai itu kita tujukan bagaimana merubah budaya agar masyarakat menghargai sungai, menghargai air dan kita hidup karena air. Kita yakin mampu memelihara sungai, menjaga sungai dan sebagainya. Apalagi saat pandemi sekarang ini, anak-anak sekolah libur, jadi kita arahkan ke tempat ini,” jelasnya.

Menurutnya, penyelenggaraan Sekolah Sungai sudah sangat mendesak untuk dilakukan agar mampu menjawab kebutuhan masyarakat. Sungai itu, imbuh dia, air yang memberi kehidupan, sungai yang menyehatkan, sungai rapi indah dan lestari, jadi harus bebas dari semua macam gangguan salah satunya seperti sampah, tukasnya.

“Di Jepang, karena sudah membudaya dan menyepakati bahwa sampah itu musuh bersama, orang yang mabukpun masih memegang erat botol minumannya untuk dibuang ke tempat sampah. Sementara kita disini, orang yang mengendarai mobil dengan tanpa beban membuang sampah lewat jendela mobilnya. Jadi yang mabuk itu siapa?,” pungkasnya. (Igie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *