Siap-siap Belajar Tatap Muka SMA SMK Tahun 2021, Ini Penjelasan KCD Pendidikan Wilayah XI Provinsi Jawa Barat

FOKUS3,075 views

HARIANGARUTNEWS.COM – Hadapi tahun baru 2021, sekolah-sekolah setingkat SMA, SMK sederajat di Kabupaten Garut, baik negeri maupun swasta sudah mempersiapkan pembelajaran tatap muka terbatas. Hal tersebut disampaikan Kepala Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat wilayah XI, Asep Sudarsono.

“Sesuai Pergub 70 tahun 2017, bahwa tufoksi Kepala Cabang Dinas (KCD) adalah melaksanakan sebagian kewenangan Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Provinsi Jawa Barat. Ketika Kadisdik mengatakan bahwa Januari tahun 2021 pembelajaran tatap muka akan dilaksanakan, itu juga sesuai intruksi Mendikbud dan SKB 4 Menteri, bahwa di segala zona akan dilaksanakan pembelajaran tatap muka,” ujar Asep, Rabu (30/12/2020).

Lanjut disampaikannya, Disdik Jawa Barat telah membuat juknis seperti apa pembelajaran tatap muka dimasa pandemi. Pihaknya, diberikan sosialisasi dan disosialisasikan kembali ke sekolah.

“Yang pertama, disana itu disebutkan semua zona, tapi khusus wilayah XI, kita melihat situasi dan kondisi dilapangan. Karena kami tidak ingin niat baik di sekolah itu jadi bumerang, jadi kluster baru penyebaran Covid-19,” ucap Asep.

Tapi lanjut Asep, pihaknya sudah mempersiapkan diri mulai dari sarana prasarana dan sudah disosialisasikan kepada seluruh SMA, SMK dan SLB, negeri maupun swasta, bahwa program Januari 2021 pembelajaran tatap muka, harus disiapkan sarana prasarana.

“Misalkan, nanti kan di sekolah itu pembelajaran maksimal 50% dari jumlah siswa. Maka, bagaimana sarana prasarananya, tempat cuci tangan cukup atau tidak, kemudian kelasnya, karena SMA satu kelas itu 36 siswa, dibagi dua berarti 18 siswa. Kalau seperti itu, tidak mungkin juga membuat kelas baru, paling pembelajarannya dilakukan, pekan pertama kelas X saja, misalkan ada 15 kelas disekolah terbagi tiga tingkatan kelas, maka pekan pertama kelas X saja, berarti kelas XI dan XII belajar dirumah atau daring, karena maksimalnya 50% dan pekan selanjutnya bergantian sesuai tingkat kelas. Jadi, ada kombinasi antara tatap muka dengan daring,” beber Asep.

Asep juga menjelaskan, untuk kurikulum ada tiga pilihan, bisa kurikulum 2013 yang dilaksankan sebelumnya, tapi ini tidak mungkin, karena dibatasi satu hari itu hanya 4 jam belajar. Kalau kurikulum biasa, sambung ia, satu hari itu dari jam 07.00 sampai 14.00 WIB, ini kemungkinan dari 07.30 sampai 11.30 WIB, hanya 4 jam dan mata pelajaran juga 10 tidak 17, jadi kurikulumnya disesuaikan.

Kalau kurikulum tadi tidak mungkin dilaksanakan, kata Asep, ada kurikulum esensial, artinya hanya diberikan materi-materi tertentu tetapi bukan yang lainnya tidak perlu, tetapi yang nyambung di kelas X, XI dan XII yang digunakan, atau juga kurikulum darurat disesuaikan dengan kondisi, ada juga beberapa mata pelajaran yang tidak bisa dilakukan secara tatap muka.

“Belajar tetap dilakukan, seperti olah raga kan tidak boleh anak-anak berkumpul dengan jarak dekat, seperti contohnya basket, jaraknya kan dekat. Jadi ada mata pelajaran tertentu yang tidak bisa dilakukan tatap muka. Ada juga yang harus tatap muka, di SMK seperti keterampilan, kalau tidak tatap muka itu tidak bisa, nah itu yang diutamakan,” jelas KCD.

Masih kata KCD Asep, untuk tenaga pendidik yang usianya 50 tahun keatas ini sangat rentan, maka jangan dulu beraktivitas mengajar. Kemudian juga untuk siswa yang tidak diijinkan orang tua, tidak bisa dipaksa dan ini termasuk kendala juga.

“Walaupun SMA, SMK ditangani oleh pemerintah provinsi, tapi kan kita tinggal di Garut, ini juga tergantung pada kebijakan Pemerintah Kabupaten Garut. Saya menginformasikan kepada seluruh kepala sekolah, kita melihat misalkan Kecamatan Garut Kota, posisinya seperti apa, sudah bisa belum pembelajaran tatap muka terbatas, kalau tidak bisa jangan memaksa,” tandasnya.

Asep Sudarsono berharap, di pembelajaran tatap muka terbatas ini, bisa diajarkan juga hidup sehat dalam upaya pencegahan Covid-19, melalui pendidikan, supaya kebiasaan setelah mendapatkan pembelajaran pengarahan dari gurunya dibawa ke rumah.

“Saat ini kan tidak ada yang mendidik. Terkadang bisa dirasakan semua orang tua, anak itu lebih nurut sama guru ketimbang orang tua,” ungkap KCD Asep. (Ndy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *