Hendro : Pelunasan ke Bank Emok Sangat Keliru, Ada Apa Bupati Garut dengan Rentenir?

SEPUTAR GARUT2,621 views

HARIANGARUTNEWS.COM – Setelah membuat surat terbuka yang ditujukan kepada Bupati Garut, terkait dengan surat edarannya Nomor 776/1041/rck, yang dimana menjadi substansi masalah dikalangan masyarakat adalah tentang akan dilunasinya hutang masyarakat kepada Bank Emok (Rentenir).

Ekonom Lulusan Magister Keuangan Mikro Terpadu UNPAD, Hendro Sugiarto, kini menegaskan kembali bahwa kebijakan yang diambil Bupati tersebut sangat keliru dan tidak relevan, karena tidak akan menjadi solusi dalam menyelesaikan akar permasalahan yang ada.

“Pemerintah harus mampu membuat kebijakan yang bermuara pada akar masalah, karena pengalokasian dana Rp 10 miliar untuk pelunasan hutang warga kepada bank Emok, bukan sebuah solusi yang tepat,” tegas Hendro saat berkunjung ke kantor redaksi Harian Garut News, Senin (13/04).

Dijelaskan Hendro, beberapa point yang menjadi konsideran dalam surat edaran tersebut sangat tidak relevan. Misal Point pertama, Perpu No 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi COVID-19. Dalam konteks ini tidak relevan, karena dalam konteks itu yang menjadi indikator keuangan makro yang saat ini terkena dampak ada empat sektor. Diantaranya UKM, di Garut sampai tanggal 11 April ada 300 UKM yang terkena dampak dan bisa bertambah.

Point kedua, Peraturan OJK no 11/POJK03/2020 tentang stimulus perekonomian nasional sebagai kebijkan countercyclical dampak penyebaran covid-19. Kebijakan OJK itu ditujukan kepada bank yang terdaftar seperti BPR, dan lain-lain. Jadi OJK saat ini justru sedang memberantas besar-besaran bisnis keuangan yang illegal / tidak memiliki ijin karena bertolak belakang dengan OJK.

“Point ketiga, Intruksi Presiden RI No 4 tahun 2020 tentang Refocussing kegiatan dalam rangka percepatan penanganan Covid-19. Akhirnya, seolah-olah dana Rp 10 miliar untuk bank Emok itu menjadi salah satu kegiatan dalam penanggulangan covid-19 ini. Itu sangat salah, karena ada yang lebih urgent daripada itu”, ujar Hendro.

Akar masalahnya ada dua, imbuh Hendro, pertama hadirnya bank Emok yang akhirnya berdampak pada sebuah keresahan masyarakat. Baik masyarakat sekitar maupun masyarakat yang secara langsung tercekik karena praktek-praktek yang tidak sehat tadi. Kedua adalah akses orang miskin yang sulit untuk melakukan proses pembiayaan pada Lembaga keuangan.

“Jadi Bupati harus mengeluarkan sebuah kebijakan yang bisa menciptakan solusi bagi akar masalah. Jika bupati membuat kebijakan uang Rp 10 miliar untuk melunasi hutang warga kepada bank emok, berarti seolah-olah bupati melegalkan praktek-praktek pembiayaan yang tidak berijin. Karena sudah jelas dalam surat edaran itu diperuntukan bagi lembaga keuangan yang tidak mempunyai ijin dari OJK / Dinas Koperasi dan UKM,” tegasnya lagi.

Dilanjutkan Hendro, jika Rp 10 miliar itu sudah digunakan untuk pelunasan, lalu masyarakat akan seperti apa, kemungkinan akan kembali pinjam lagi. Sebetulnya bisa dicek, kata Hendro, bahwa masyarakat yang meminjam uang ke bank Emok itu untuk kebutuhan konsumtif bukan produktif. Artinya, kebijakan ini adalah sesuatu yang sangat tidak tepat baik disaat kondisi pandemic saat ini maupun diluar kondisi pandemic.

“Solusinya menurut saya, pertama bupati membuat sebuah regulasi dalam pemberantasan praktek-praktek rentenir. Karena yang jadi akar masalah adalah hadirnya bank Emok, bukan pinjam meminjamnya. Kedua, dana yang disediakan sudah tepat, namun bukan untuk melunasi hutang warga ke Bank Emok. Tetapi Bupati bisa menggandeng Lembaga lain seperti UPK Dana Amanah Pemberdayaan Masyarakat (DAPM) yang sudah berjalan di tiap kecamatan atau memberdayakan Dewan Kemakmuran Mesjid (DKM), dengan alokasi dana Rp 10 miliar bisa dijadikan dana bergulir bagi masyarakat kecil. Sehingga masyarakat tidak meminjam kepada bank Emok tetapi meminjamnya kepada Lembaga yang telah dimediasi oleh pemerintah,” papar Hendro.

Jika dalam konteks ilmu kebijakan, terkonsolidasinya public private partnership. Yaitu tugas pemerintah ada dua, memberikan pelayanan dan memberikan sebuah regulasi. Contohnya pemerintah menjalin kemitraan dengan bank, bunganya dibayarkan oleh pemerintah (subsidi bunga) dari APBD. Jika hal itu bisa terwujud, berapa UKM yang akan terakomodir? Cara ini bisa meningkatkan skala pemulihan UKM, Recovery dengan Rp 10 miliar bisa menjadi loncatan UKM akan hidup Kembali.

Hendro menambahkan, agak sedikit aneh jika akhirnya masyarakat jadi beranggapan bupati ada sesuatu dengan bank Emok atau rentenir, karena kebijakannya tidak menembus pada kebijakan akar masalah. Yang ada hanya menjadi bola kusut, karena setelah masyarakat meminjam, kemudian dilunasi pemerintah, maka berikutnya pun masyarakat akan meminjam lagi. (Husni)**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *