Pro Kontra Bank Emok, Wakil Ketua SAPMA Garut : Harus Bersandar pada Kajian Objektif dan Komprehensif

HARIANGARUTNEWS.COM – Langkah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut, yang berencana melunasi utang warga ke rentenir berkedok Koperasi atau viral istilah Bank Emok menuai banyak kontroversi. Pernyataan Bupati, Kamis (09/04), bahwa warga yang akan dibantu pembayarannya, yang memiliki hutang dibawah Rp1 juta, setelah ada laporan dari Rukun Tetangga (RT) atau Rukun Warga (RW) nanti pihak kecamatan akan memeriksa. Namun saat ini, Pro dan Kontra pasca statement tersebut mulai bermunculan dan sangat disayangkan, beberapa pernyataan yang muncul ke permukaan cenderung bersifat terlalu subjektif dan destruktif.

Ketua Komite Tetap Perundang-undangan KADIN Garut yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua SAPMA Pemuda Pancasila Kabupaten Garut, Febbie A Zam Zami M Hum, turut memberikan pandangan.

“Sebetulnya Langkah Pemkab dalam hal ini perlu ditinjau dari berbagai perspektif, bukan hanya dari satu sudut pandang saja,” ucap Febbie, melalu sambungan telponnya, Kamis (09/04) malam.

Menurut Febbie, bahwa Langkah Pemkab untuk melunasi hutang warga ke rentenir harusnya menjadi kajian bersama, jangan hanya menjadi ajang “saling menyalahkan”, tetapi harus sama-sama mengkaji dan memproduksi wacana konstruktif untuk konsumsi masyarakat di tengah Wabah Pandemi Covid-19 ini.

Lanjut dikatakannya, Memang pada dasarnya langkah Pemkab cenderung berorientasi pada Instruksi Presiden, sebagaimana statement Presiden yang dikutip dari media,
“Saya perintahkan kepada semua menteri dan pemerintah daerah untuk memangkas rencana belanja APBN dan APBD yang tidak prioritas, banyak sekali, anggaran perjalanan dinas, rapat-rapat, pembelian barang-barang yang tidak prioritas saya minta dipangkas,” kata Presiden, Jumat (Indozone, 20/03).

Kita selaku kontrol sosial Pemerintahan, kata Febbie, seyogyanya menanggapi hal tersebut dengan sangat objektif. Pertama, langkah Pemkab dalam hal ini sudah bersandar pada Instruksi Presiden, dengan menggeser anggaran “tidak prioritas” menjadi anggaran pelunasan utang warga ke rentenir. Tetapi harus dengan syarat, Pemkab juga harus mengalokasikan dana pergeseran tersebut ke aspek penting lainnya seperti misalnya Alokasi APD untuk Tenaga Kesehatan atau Alokasi Bantuan Sembako Bagi Masyarakat Miskin, yang tentunya korelasional dengan kondisi saat ini.

Kedua, lanjut Febbie, ada banyak alternatif lain yang bisa ditempuh Pemkab dalam hal penggeseran anggaran untuk kepentingan masyarakat di kondisi ini. Seperti halnya melakukan penundaan penagihan utang sampai waktu yang ditentukan (Misal 3 bulan) yang berupa himbauan atau instruksi. Ketiga, Pemkab juga bisa melakukan skala prioritas dan mengklasifikasi aspek mana saja yang lebih urgent untuk dilakukan antisipasi atau membutuhkan penanganan Pemkab secara langsung sehingga tidak terkesan menimbulkan “kegaduhan” di masyarakat secara umum.

Kesimpulannya, jelas Febbie, Sinergitas antara Pemkab dan masyarakat dalam hal ini sangatlah diperlukan, apalagi dalam situasi dan kondisi seperti sekarang ini. Sehingga bisa menghasilkan suatu kebijakan yang objektif dan komprehensif.

“Tidak lagi menjadi ajang “saling menyalahkan”, perang wacana destruktif atau provokatif, tapi kita bersama bahu membahu menghadapi “masa sulit” ini dengan sinergitas yang positif.” pungkasnya. (Bulan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *