Di Seminar MKI Garut, Baintelkam Polri Sampaikan Potensi Berbahaya Ancaman Kedaulatan Bangsa

FOKUS1,977 views

HARIANGARUTNEWS.COM – Indonesia sangat berpeluang menjadi negara besar yang diperhitungkan dunia, karena Indonesia memiliki sumber daya alam yang luar biasa besar, sebagai modal untuk mensejahterakan masyarakat dan untuk berkompetisi dengan negara maju lainnya. Namun demikian, Indonesia harus meminimalkan terjadi kasus-kasus konflik kekerasan, kasus radikalisme dan terorisme, seperti yang terjadi di beberapa belahan dunia saat ini.

Permasalahan konflik di Indonesia harus ditekan seminimal mungkin, karena jika tidak, akan mempempengaruhi kelancaran jalannya pembangunan. Yang terjadi saat ini adalah perang perebutan pengaruh dan sumber daya antar negara besar dunia, sehingga Indonesia harus menyiapkan diri dan agar tidak menjadi sasaran perang siber dan konflik antar negara.

Hal tersebut disampaikan, Kasubdit Baintelkam Polri, Kombes Pol. Ratno Kuncoro S Ik M Si, saat menjadi narasumber utama dalam acara seminar nasional Bedah Radikalisme Diskursus Penguatan Paham Kebangsaan Bagi Mahasiswa Calon Guru yang diselenggarakan oleh Mahasiswa Keguruan Indonesia (MKI) diaula pendopo kabupaten Garut, Sabtu (15/02).

Kasubdit Baintelkam Polri, Kombes Pol. Ratno Kuncoro S Ik M Si, mengatakan, bahwa kita saat ini sudah harus mengantisipasi perkembangan revolusi industri 4.0 serta society 5.0, karena kalau tidak, Indonesia akan tertinggal dengan negara lain yang lebih siap.

“Kejayaan Indonesia sudah di depan mata, tapi harus diraih dengan kerja keras dan kerja cerdas. Masa depan Indonesia penuh harapan, tapi juga penuh tangan besar. Tantangan yang dihadapi Indonesia semakin berat di masa depan,” tuturnya.

Ratno mengaku, bisa menyatakan demikian karena ia sering bertugas di beberapa wilayah yang dilanda konflik, termasuk konflik yang timbul dengan mengatasnamakan perbedaan agama, suku, ras dan antar golongan, seperti di Bosnia, Timur Tengah, Poso, Papua. Ratno juga banyak melakukan kunjungan dinas ke berbagai negara, baik negara maju, negara berkembang maupun negara yang masih tetinggal, di mana bisa mempelajari hal-hal yang membuat suatu negara bisa berkembang menjadi negara maju dan besar, dan juga mempelajari mengapa suatu negara sulit untuk berkembang karena selalu menjadikan perbedaan sebagai konflik, bahkan konflik kekerasan.

Sampai saat ini, lanjut, Ratno Kuncoro, disamping bertugas kantor di mabes Polri, juga tergabung dalam Satgas Nusantara, sebuah satuan tugas yang dibentuk Kapolri, untuk memantau, mencegah dan menangani konflik yang terjadi di Indonesia. Satgas Nusantara terbukti berhasil mengelola konflik yang timbul saat Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.

“Segenap elemen bangsa harus mengantisipasi, mencegah dan menangani ancaman gangguan kamtibmas, khususnya yang bersumber dari ancaman konseptual, yakni dari upaya terencana yang dikembangkan oleh pihak tertentu dengan tujuan menciptakan kondisi yang tidak kondusif terhadap kamtibmas dan gangguan pembangunan nasional,” paparnya.

Lebih lanjut Ratno menjelaskan bahwa, perkembangan permasalahan radikalisme dan terorisme, dimulai dari adanya intoleransi pasif, intoleransi aktif (ujaran kebencian, kebijakan diskriminatif, pelayanan publik diskriminatif), lalu berkembang menjadi radikalisme (intoleransi aktif disertai ancaman kekerasan), kemudian kasus terorisme (yang merupakan kejahatan kemanusian).

“Agama sebenarnya mengajarkan bagaimana memanusiakan manusia, tanpa memandang asal usul seseorang. Para pendiri dan tokoh bangsa telah banyak menyuarakan pentingnya menjaga NKRI, Kebhinekaan, saling menghargai adanya perbedaan. Jadikan perbedaan sebagai rahmat dari Allah SWT,” bebernya.

Kasubdit Baintelkam Polri ini menjelaskan, kelompok radikal dan teror tidak jarang mengatasnamakan agama, mengutip pernyataan Ken Setiawan dari NII Crisis Centre, cara mengidentifikasi radikalisme adalah, Pertama, Perubahan signifikan pada sikap mental yang mendua (split personality), karena harus hidup dalam dua dunia yang berbeda. Kedua, meninggalkan keluarga, sekolah atau kuliahnya karena kegiatan yang intens dan ketiga, cenderung menjadi pribadi tertutup dan tertekan jiwanya, manipulatif, serta minim empati.

Dan tipsnya adalah, Pelajari agama dengan paripurna kepada ahlinya. Kenali modus perekrutan gerakan radikal. Tolak dengan tegas bila mulai diajak kajian yang sembuny-sembunyi. Berdialog atau lapor kepada orang lain bila mendapatkan materi yang tidak dimengerti dan Kritis walaupun dalam konteks agama, agar tidak mudah tersugesti, yang merupakan pintu awal perekrutan.

Lima point untuk upaya menanamkan nasionalisme, yakni Membentuk wadah untuk anak muda. Berdayakan komunitas. Pendekatan kearifan lokal. Perbanyak kompetisi bakat dan Hidup berkualitas.

Ratno juga menjelaskan tentang bahaya hoax dan ujaran kebencian, termasuk upaya bersama dalam menanganinya sebagaimana fungsi narasumber untuk memberikan penjelasan atas sub materi yang diusulkan panitia penyelenggara yakni, membersihkan Sarang Terorisme Dalam Dunia Pendidikan. Dalam pantauan media, antusiasme peserta begitu tinggi dalam menyimak dan bertanya jawab tentang materi yang diseminarkan. (Ndy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *